Dua wajah kawakan Derrick Favors dan Joe Ingles sanggup diandalkan meningkatkan kualitas Utah Jazz. Favors memberi grit atas keluwesan dirinya memainkan peran center dan power forward. Sementara Ingles, selain skill three point nya, juga bisa dilihat sebagai seorang pemain bertahan jempolan dan pegiat trash talk menohok. Siapa yang tidak bisa melupakan langkah gontai Paul George setelah kalah matchup dari Ingles pada play-off musim lalu?
Selama tiga musim beruntun, Utah Jazz menyelesaikan kompetisi reguler di urutan kelima. Dua kali sukses merangsek ke urutan keempat, tapi keok saat fase lanjutan. Kemungkinan hal tersebut terulang musim ini jelas ada. Bahkan cenderung menurun, karena mesin panas Houston Rockets terlalu meletup-letup untuk dipadamkan hampir semua tim.
Seolah potensi Jazz hanya bisa sampai di sana saja. Paling maksimal? Mungkin. Mengecewakan? Tentu tidak. Utah Jazz tidak lakukan tanking untuk dapatkan draft pick Top 3.Â
Trading yang diusahakan pun tidak kepada pemain berstatus All-Star. Lagi pula gila saja pemain berkaliber All-Star mau menengok franchise kecil. Skuat yang ada saat ini bisa dianggap sebagai bentuk pengembangan potensi pemain semata. Hal yang sekiranya tidak semua tim sanggup lakukan. Dalam dua musim, tetap tanpa ada pemain All-Star.
Kumpulan All-Star, proses pemetikan hasil tanking memalukan bermusim-musim, dan trading cerdas jelas sebuah cara absah tim untuk mencapai tujuan. Utah Jazz tidak melakukannya juga bukan hal yang salah. Hanya saja, menengok capaian tiga musim terakhir menghasilkan satu ambiguitas: Apakah ini stagnasi atau upaya optimal sebuah potensi?
"Terlalu bagus untuk tembus play-off dan menembus second round" jelas lebih baik ketimbang "Terlalu bagus untuk tidak melakukan tanking, tapi sulit konsisten masuk play-off dan sekali masuk kena swept".Â
"Hebat melakukan pengembangan bakat pemain" jelas lebih oke dibanding "Menggaet All-Star untuk proses instan". Namun, apakah Utah Jazz tidak bisa ke mana-mana selain mentok di second round merupakan kalimat positif? Apakah Utah Jazz dengan inti Gobert-Mitchell cukup menjadi modal modal meraih cincin di masa depan?
Isu trading Mike Conley sempat berhembus pada masa trade deadline. Rubio dan Favors disertakan ke dalam paket pertukaran, meski sangat sulit juga untuk dibayangkan. Rubio kadung punya misi yang sama dengan Jazz terkait isu kanker.Â
Rubio yang mendirikan Yayasan Ricky Rubio setelah ibunya meninggal akibat kanker, memiliki keterikatan dengan sponsor di seragam Jazz, 5 For The Fight, badan amal yang bergerak di jalur amal untuk penelitian kanker. Sedangkan Favors pun jelas bukan pemain kacangan meski dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Batalnya trade Conley membuat kebersamaan tim ini berumur dua tahun. Conley memang kemungkinan jadi amunisi positif, menengok statusnya sebagai franchise player Grizzlies. Musim ini dia alami perolehan poin sumbangsih tinggi dengan 21,1 poin dan 6,4 asis.Â
Selama karier, Conley punya catatan statistik di atas Rubio. Namun, bukankah slogan Utah Jazz musim ini adalah Team is Everything? Rubio yang lekat dengan komunitas di SLC dan Favors yang loyal, setidaknya perlu ada kesempatan meraih capaian tinggi setidaknya musim ini.