Mohon tunggu...
o n e t  b u r t o n®
o n e t b u r t o n® Mohon Tunggu... Wiraswasta - o l e h

Tukang Ojek. Tinggal di Denpasar Bali

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lentera Tua

15 Juni 2022   13:47 Diperbarui: 15 Juni 2022   14:02 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiap barang, tidak memerlukan waktu lama, laku begitu saja. Peminat yang mengunjungi dagangan Pak Malis juga tidak berlama-lama. Sekali dua kali tawar, barang langsung berpindah tangan.

Sebuah multi tester yang baru saja dipinang dari gudang Pak Haji, laku begitu saja. Padahal belum juga sempat mengganti baterainya yang sudah lemah. Seorang pemuda sekolahan menyerahkan lembaran uang tanpa menawar untuk sang multi tester. "Nanti saya ganti sendiri baterainya," ujar sang generasi muda sembari melempar air muka puas.

Lambat laun Pak Malis menyadari. Ada yang aneh. Sejak lentera tua turut dipajang bersama barang dagangannya yang lain, dagangannya selalu saja ada yang membeli. Lebih laku dari hari biasanya. Kawan sesama pedagang mulai memperhatikan gelagat ini. Lebih-lebih apa yang terjadi pada suatu hari.

Hari itu, hari sudah sore. Pak Malis sedang mengemas barang dagangan. Satu persatu dimasukan kembali ke dalam gerobak. Sebagaimana sesama pedagang barang bekas lainnya. Trotoar lebar di pinggir sungai itu, harus terlihat bersih dan asri pada malam hari. Penduduk kota sering melepas lelah di bibir sungai itu.

Pukul lima sore sudah harus bersih. Papan peraturan kota mentereng bertengger tegak mengatakan itu. Petugas selalu datang tepat waktu. Kalau dagangan masih berserakan, petugas berseragam lengkap dengan tonfa, pentungannya, ringan tangan turut membantu. Namun kemudian diboyong ke markasnya. Disita. Begitulah kalau kota besar sedang bekerja.

"Apalah aku ini, sudah kalah sebagai manusia, makanpun menjual yang bekas-bekas. Dan sekarang mengalah untuk memberi makan keluarga orang berseragam dan berpentungan," ujarnya pada suatu ketika.

Untuk mendapatkan kembali barang tersita, ada harga yang harus ditebus. Selain membayar sejumlah denda. Ini semacam bunga-bunga kehidupan yang tumbuh liar di sembarang tempat dan tidak mengenal musim. Terlihat anggun dari kejauhan. Mendapat tepuk tangan dari kursi empuk dan meja marmer orang-orang berdasi.

Pak Kamim, sesama pedagang barang bekas hanya bisa melongo. Menyaksikan pemandangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Barang dagangannya sendiri sudah rapi masuk gerobak. Ia sudah aman. Sudah pukul lima sore. Petugas berseragam baru saja tiba. Pak Kamim sedang menunggu Pak Malis. Ia mengkhawatirkan kawan seprofesinya itu. Ia yakin akan terjadi sesuatu.

Jarum jam pendek sudah seperempat melewati angka lima. Masih ada dua orang pengunjung di lapak Pak Malis. Barang dagangan belum seluruhnya masuk gerobak. Dua orang petugas mondar mandir. Seperti tidak terjadi apa-apa. Bahkan salah satunya ikut jongkok memperhatikan barang dagangan Pak Malis yang sebagian masih berserakan beralaskan terpal.

Padahal seperti diketahui oleh para pedagang lainnya, petugas yang ikut jongkok itu dikenal beringas. Tegas dan tunduk pada aturan. Lebih-lebih pada tulisan di papan peraturan kota itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun