***
Dua hari Bang Tamil tidak berjualan. Dia pulang kampung menghadiri acara kawinan. Ini rupanya saat yang tepat buat Modi Arr melancarkan temuannya.
Sudah berjam-jam di depan laptop. Jemarinya lincah menari di atas keyboard. Sorot matanya tajam meniti layar. Sesekali kepalanya menggeleng. Jemari kirinya cepat menyambar batang rokok. Kemudian mangut-mangut menghela napas.
Sedetik kemudian, telunjuk kanan tegas menghantam tombol 'enter' pada keyboard. Senyum tipis nan menyengat menghiasi wajahnya yang gelap dan berminyak.
"Jala sudah lepas. Coba besok lihat hasilnya...ffuuffghhh.." pikirnya sembari menghempaskan badan pada dipan bersepon yang sudah tidak sintal lagi.
Semalam berlalu. Keesokan harinya Modi Arr sudah di depan laptop. Hanya ditemani kopi panas dan sisa roti pisang semalam.
"Ahh..Ai..ai..lumayan...enam ratus perak...perangkapnya mulus masuk. Tidak terdeteksi. Bank yang lemah. Amanlah... Coba masuk ke bank sialan itu transaksinya luarbiasa..dia sudah banyak makan uangku...apa salahnya aku minta lagi..hmmm...," gumamnya segar bugar. Raut wajah sumringah yang sudah bertahun-tahun lenyap, muncul lagi.
Temuannya manjur. Namun sayang, judulnya mencuri. Tapi ia bertekad tidak berlaku sebagai pencuri. Ia hanya ingin memberi pelajaran agar uang-uang orang yang sudah bekerja keras namun kurang beruntung, perlu dilindungi. Tidak sampai dibantai habis. Seperti yang ia alami.
Prakteknya Modi Arr hanya mengutip seperseratus sen dari setiap transaksi perbankan yang jenisnya bejibum itu.
Mulai dari transaksi pembelian pulsa listrik dan telepon, pembayaran pinjaman, transfer dana, sampai setor tunaipun tidak luput dikutip. Bahkan pengenaan pajak tiap rekeningpun masih dilirik. Luar biasa.
Program racikannya sungguh mujarab. Bisa melenggang dengan leluasa tanpa terdeteksi oleh sistem keamanan yang canggih nan mahal itu. Bahkan sanggup menembus sistem keamanan bank asing.