Mohon tunggu...
Oliveia Faizien
Oliveia Faizien Mohon Tunggu... -

It's Mine

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gadis Berkerudung Merah

28 September 2013   09:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:17 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

GADIS BERKERUDUNG MERAH

Seandainya engkau halal untukku

Ingin kurengkuh engkau dalam dekapku

***

Tiada yang istimewa darinya, sungguh dia jauh dari kata cantik. Perawakannyapun tidak terlalu tinggi, mungkin hanya satu setengah meter lebih sedikit. Kulitnya tak terlampau putih, hanya sawo muda itulah gambaran warna kulitnya dari kejauhan. Dia terlihat kurus dengan balutan busana muslimah yang ia kenakan. Dengan bawahan berwarna hitam, bajunya yang panjang berwarna merah dihiasi bunga-bunga dan pada lengannya berwarna hitam dan ia berkerudung merah. Sungguh ia pandai sekali menata penampilannya. Memadukan tiap warna menjadi sebuah keserasian yang anggun.

Dulu saat aku pertama kali bertemu dengannya tak ada hal yang menarik darinya, kami tak pernah berkenalan. Dia gadis pendiam yang tak banyak bicara apalagi dengan lawan jenis. Aku hanya tahu bahwa kami satu organisasi, dan aku baru tahu bahwa dia anggota organisasi ekstra kampus setelah aku aktif dalam organisasi ini selama 1 tahun. Padahal secara tahun, aku dan dia masuk menjadi anggota organisasi ini ditahun yang sama, namun aku tak pernah melihat gadis itu dalam setiap diskusi rutin mingguan yang diadakan oleh komisariat. Meskipun dia seorang aktivis, namun aku tak pernah mendengar dia mengeluarkan kata-kata yang bisa disebut pendapat, kritik atau saran.

“Dia anak baru ???” tanyaku pada Edy yang duduk disampingku. Edy menggeleng

“Dia anak lama, sama 1 tahunnya sama kita tapi dia gak pernah aktif kayak kita, dia sibuk kerja jadi gak sempet ikutan acara kegiatan organisasi kalo pas dia gak libur” jawab Edy

“Tapi dia masih kuliah kan ???”

“Jangan panggil dia-dia gitu lah Zin, namanya Aisyah Kholifatun Nisa kita biasa manggil dia Ais. Dia masih kuliah kok satu kelas sama aku” Aku gak percaya kalo Edy ternyata adalah teman satu kelas gadis itu.

“Ais cewek paling mandiri yang pernah aku temui Zin, lain sama temen sekelasku yang hobi dandan dan kalo uang habis minta pacar atau orangtua mereka, tapi Ais sibuk bekerja buat mencukupi kehidupannya sendiri, pagi hari dia bekerja, kalo ada jam kuliah dia bakal ijin buat kuliah karena memang kuliah kami masuk siang. Kalo kuliah gak sampek pulang jam 4, Ais bakal buru-buru pergi nggak ikut temen-temen jalan-jalan atau sekedar nongkrong. Tapi dia berangkat ngajar ngaji di Mushola setengah kilo meter dari kampus”

Terus siapa yang ngajak dia masuk organisasi ini?”

Rahnia, padahal aku kasian loh Zin. Kalo misalnya kita buat acara agak jauh. Ais kan nggak punya motor. Jadi dia hadir di acara kita bawa sepeda ontel”

Sepeda ontel?” Edy menganggukkan kepala.

Mendengar penjelasan Edy, ku beranikan diri melihat wajah gadis itu, yang sedang membolak-balikkan proposal acara yang kemaren malam aku buat …….

“Ais …….. ” ku sebut namanya dalam hati.

***

Aku mengenal Aisyah hanya sebatas namanya dan aku ketahui dari Edy bahwa Aisyah adalah gadis yang serba tertutup dan menjaga jarak dari kaum adam yang mendekatinya.

“Dia enakan kalo diajak temenan, tapi kalo ada yang berani jatuh cinta sama dia sudah pasti ujung-ujungnya akan kecewa” Kata Edy

“Kenapa Ed? Toh dia masih sendiri kan, belum punya pacar dan penampilannya pun biasa-biasa saja, untuk ukuran cantik dia hanya kategori standar” Jawabku.

“Kamu ngomong gitu karena kamu belum mengenalnya Zin, Aisyah punya sisi cantik yang sulit untuk dilihat oleh mata umum”

Sok tahu kamu Ed”

Aku ngomong beneran nih, kalo nggak percaya buktikan sendiri atau kamu bisa tanya-tanya sama cowok-cowok yang pernah jadi korban penolakan Ais”

Aisyah membuatku penasaran setelah Edy berkata bahwa banyak laki-laki yang menyatakan cinta pada gadis itu namun semuanya tertolak dengan alasan bahwa dia tidak diijinkan orangtuanya untuk pacaran.

Dari jauh aku mengamati Aisyah yang sedang menata konsumsi siang ini, karena dia adalah koordinator konsumsi untuk acara seminar yang organisasi kami selenggarakan hari ini. Tangan mungilnya dengan lincah menata kotak-kota makanan itu. Dengan begitu sangat teliti ia menata setiap kotak makan siang kami. Padahal ia sedang sendiri tanpa bantuan orang lain. Ia tak mengeluh.

Baru aku tahu bahwa memang Aisyah hanya biasa terlibat dalam acara-acara besar yang diadakan oleh organisasi ini. Kalau diskusi mingguan ia takkan pernah terlihat karena kesibukannya bekerja untuk membayar biaya kuliahnya.

“Gadis yang mandiri” itulah kesan pertamaku padanya. Aku tak pernah bertatap muka secara langsung dengan Aisyah. Aku hanya mengamatinya dari jauh, gadis itu hari ini memakai kemeja hitam dengan hiasan bunga mawar merah dipadu dengan rok hitam panjang dan sekali lagi dia berkerudung merah polos dengan sedikit bordiran warna hitam dipinggir-pinggirnya.

Apakah warna kesukaannya adalah merah? Dua kali aku melihatnya dan dua kali pula ia mengenakan kerudung merah yang berbeda.

Mungkin terlalu lama aku mengamatinya, atau mungkin ia merasa ada yang mengamatinya? hingga tanpa sengaja ia menoleh kearahku, aku terpaku menatapnya walau dari kejauhan dan tanpa aku sangka ia lontarkan sebuah senyuman padaku.

Sebuah senyum yang memang baru pertama kali ini aku dapatkan dari gadis berkerudung merah itu, aku tersipu malu saat aku kembali menoleh padanya ia telah beranjak pergi entah kemana.

Oh Aisyah …. Ternyata senyummu ………..

***

Aku masih tak percaya bahwa Aisyah mengulumkan senyumnya padaku, baru kali ini aku mendapatkannya. Dan baru aku ketahui juga bahwa senyum gadis itu begitu indah, menenangkan jiwa.

“Zin, kamu ngapain disini?” tanya Edy

“Dia cantik” kataku yang memang gak nyambung dengan pertanyaan Edy

“Siapa???”

“Gadis berkerudung merah”

Zin, kamu lagi mimpikah?” Edy mengetar-getarkan tubuhku membuatku kembali kedunia nyata yang sebelumnya mengantarkanku pada sebuah dunia terindah.

Aisyah” Sekali lagi aku menyebut nama gadis itu dihatiku.

***

Sudah hampir dua tahun aku berada dalam organisasi ini, begitu banyak ilmu yang aku dapatkan, kini aku berada di semester akhir dan akupun harus mengurangi kesibukanku mengurus organisasi. Ada sedikit yang membuatku merasa rindu pada organisasi ini ketika aku lama tak bertandang kekomisariat.

Oh ya, Aisyah lama sekali aku tak mendengar kabar tentang gadis itu. Dan lama sekali aku tak melihatnya. Mungkin ia juga sedang mengerjakan skripsinya.

“Nin, Aisyahnya kok gak pernah kelihatan?” tanyaku pada Nina, gadis yang biasa bersama Aisyah mengurusi konsumsi. Hari ini ada acara tasyakuran di komisariat namun aisyah tak terlihat. Kan biasanya Aisyah terlihat di acara-acara besar organisasi.

“Mbak Ais habis sakit mas, belum bisa kemana-mana kalo keadaannya belum pulih benar” jawab Nina tanpa mengalihkan pandangannya dari kotak-kotak nasi itu.

“Sakit apa Nin?”

“Mbak Ais habis operasi tumor otak Mas”

Kaget, iya aku sangat kaget ketika aku Nina mengatakan bahwa Aisyah ternyata menderita tumor otak.

Sejak kapan dia sakit Nin?”

“Gak ada yang tahu kalo mbak Ais punya sakit kayak gitu Mas, soalnya mbak Ais gak pernah terlihat sedih, nggak pernah bilang kalo dia sedang sakit, mbak Ais juga nggak pernah pucat sakit gitu, mbak Ais gak pernah mengeluh pada kami, mbak Ais senantiasa membuat kami ceria, dan kami kaget saat tahu bahwa mbak Ais punya penyakit ganas itu”

“Anak-anak udah menjenguknya?” Nina menggeleng “Kami nggak tahu alamat rumah mbak Ais yang sebenarnya Mas, data yang diberikan pada kami dan fakultasnya tidak ada yang sama dan kami telah melacaknya namun kami tak menemukan mbak Ais pernah tinggal disitu”

Kamu tahu kabar ini dari mana kalo belum ada yang menjenguknya?”

Dari pihak fakultasnya mbak Ais Mas, mbak Aisyah ngajuin cuti kuliah sampai dia sehat”

Aisyah, ia pergi begitu saja tanpa mengucapkan selamat tinggal pada sahabat-sahabatnya. Dimanakah kiranya dia??? Aku teringat sebuah senyum yang ia lontarkan padaku 5 bulan yang lalu, senyum yang aku dapatkan untuk pertama dan terakhir kalinya. Mungkin cukup dengan mengingat senyummulah aku mengenangmu bahwa engkaulah gadis terindah yang pernah aku temui.

Ya Allah, mengapa ada perasaan sakit kehilangan gadis itu. Aku tak pernah jatuh cinta. Apakah ini yang dinamakan cinta? Tapi bagaimana bisa bahkan kamipun tak pernah mengucapkan sepatah kata. Jika ini adalah cinta, kutitipkan cintaku pada Aisyah kepadaMu ya Allah. Jagalah cintaku, jika dia adalah jodohku. Aku akan bertemu lagi dengannya.

***

Kini aku bukan seorang mahasiswa lagi karena 4 bulan yang lalu aku telah di nyatakan lulus dengan IPK tertinggi di kampusku, aku bersyukur begitupula dengan keluargaku, kini aku bekerja di sebuah perusahaan ternama di kota Gresik.

Aku masih ingat saat aku selesai wisuda aku melihat sekilas bayangan Aisyah dibawah pohon cemara di halaman aula kampus, tapi aku yakin itu bukan bayangan Aisyah. Itu benar-benar Aisyah, saat senyumnya terlontar manis untukku. ku dekati dia yang mengenakan kebaya Merah hati. Ternyata dia juga salah satu wisudawati hari ini.

“Aisyah” Dia mengulumkan senyumnya padaku.

“Congratulations” hanya itu saja kata yang ia ucapkan, sebelum aku sempat berkata ataupun bertanya apa-apa dia berlalu pergi, seandainya dia tahu ada banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan padanya. Aisyah tahukah kau bahwa sesungguhnya kau telah menyiksa hatiku, entah karena apa Aisyah tiba-tiba aku jatuh cinta pada dirimu.

Aku tertegun mengingat Aisyah, ah aku harus melupakan gadis itu, dia adalah masa laluku. Aku tak mungkin lagi bisa mendapatkannya karena hari ini orangtuaku akan mempertemukanku dengan seorang gadis yang dipilih orangtuaku untukku, aku belum pernah melihatnya memang, namun aku tidak ingin menyakiti hati kedua orangtuaku karena mereka bilang dia gadis yang baik, anak yatim piatu, dia sholehah. Akupun menurut apa kata mereka. Karena aku yakin di dunia ini tidak ada orang tua yang ingin anaknya hidup menderita.

Jam 4 sore aku pulang kerumah dan suasana rumah mendadak rame dengan celotehan2 dan tawa dari para keponakanku. Keluarga besarku berkumpul.

“Lha ini Is, calon suamimu udah datang” Kata kakak iparku pada seorang gadis yang tertunduk diruang tamu itu.

Mataku seakan gak percaya dengan gadis yang aku lihat itu, gadis berkerudung merah, gadis yang aku coba lupakan dari hidupku.

“Calon suami??”tanyaku

“Iya Zin, ayah kan sudah bilang kalo kamu akan dijodohkan dengan Aisyah. Kamu mau nggak jadi suaminya Aisyah?” tanya Ibu. Aku terdiam, tak tahu harus berkata apa. Sementara dalam hatiku berkecamuk rasa yang mungkin tak bisa lagi aku ungkapkan dalam baitan kata.

“Apakah kamu mencintai gadis lain nak?” tanya Ayahku padaku

“Iya ayah” Jawabku sambil mengangguk, semua mata tertuju padaku dan Aisyah mengangkat wajahnya untuk melihatku juga.

“Siapa dia nak?” Kini wajah sedih ibuku terlihat jelas, karena ibuku begitu menginginkan gadis itu menjadi menantunya. Menantu terakhirnya.

“Siapa Zin?” tanya kakak-kakakku

Seulas senyum aku lontarkan lalu mengangkat tanganku dan menunjuk seseorang “Dia, Aisyah Kholifatun Nisa, gadis berkerudung merah aku mencintainya sejak dulu kak. Gadis yang telah membuat tidurku tak nyenyak. Dia gadis yang hilang ditelan alam yang membuat hidupku tak karuan karena berusaha melupakannya. Aku mencintainya ayah, aku mau mewujudkan impian ibu, menjadikannya menantu terakhir dirumah iniAku mendekati Ibu dan memeluknya. Airmata ibu jatuh berlinang karena bahagia. Aisyah tersipu malu lalu menundukkan kepalanya dan ia berusaha menyembunyikan airmata yang menitik dari pelupuk matanya.

“Kalo sudah begitu tinggal kita tentukan saja tanggal pernikahannya” seru ayahku.

Aku berjalan mendekati Aisyah yang masih menunduk.

“Sudah lama aku mencarimu Ais, saat terakhir kita bertemu aku ingin ucapkan kalo aku sayang sama kamu tapi kamu pergi dan tak memberikanku waktu untuk mengungkapkan isi hatiku padamu dan akhirnya orangtuaku sanggup temukanmu bidadariku. Selamat datang diistana cintaku dan akan aku bangunkan singgasana terindah untukku setelah akad nikah dariku terucap untukmu”

“Terima kasih Mas Zian” hanya itulah yang ia ucapkan padaku yang kemudian disambut senyum manis dari bibirnya.

***

Saya terima nikahnya Aisyah Kholifatun Nisa dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan cincin emas dibayar tunai” hatiku lega setelah aku dengan lancar mengucapkan akad nikah untuk seseorang yang aku cintai. Dan kelegaanku itu bertambah setelah bapak penghulu menyatakan sah pernikahan kami, untuk pertama kalinya tanganku dan tangan Aisyah bersentuhan.

Barakallahu laka wabaraka alaika, wajama’a bainakuma fii khoir. Doa itu mengalir indah dalam mahligai pernikahan kami. Berkatilah ikatan dua hati ini ya Allah.

Oh Tuhan betapa indah jalan hidup ini, aku cinta padanya KarnaMu ya Allah. Jadikanlah dia bidadariku di dunia dan akhirat untukku ya Allah. Hanya Untukku.

Aisyah, aku mencintaimu bukan karena parasmu melainkan aku mencintaimu karena agamamu, karena pekertimu karena kemandirianmu, dan karena Tuhan kita telah menggariskan takdirNya agar aku mencintaimu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun