"Nah gitu dong ketawa, Kemaren-kemaren takut deh gue lihat wajah Mawar yang hitam kelam gitu. Hahaha" tawa fitri pecah
Di barisan bangku yang lain, diam-diam Difa mengamati gerak tingkah kami berdua. Aku selalu peka dan pasti menyadarinya.
Istirahat pertama aku memutuskan pergi ke mushola untuk menenangkan hatiku yang masih diselimuti oleh keraguan. Disana aku berpapasan dengan Bahrul, namun seepertinya dia tergesa-gesa sehingga tidak melihat diriku. Aku takut untuk menyapanya terlebih dahulu, frekuensi detak jantungku meningkat sejak aku berpapasan dengan Bahrul tadi. "Ah Sudahlah." kataku lirih. Sampai masuk ke dalam kelas pun kejadian tadi di mushola masih terpikir di benakku. Aku tahu jika Bahrul sedang berada dalam masa pendekatan dengan Andra. Banyak anak yang membicarakan kedekatan mereka. Penyebabnya karena Bahrul adalah wakil ketua osis tengkat junior. Sehingga keadan pribadinya cukup terpandang di sekolah.
Beberapa saat aku termenung. Jika aku berkata jujur murni dari nuraniku. Sebenarnya, aku menyimpan rasa yang sama sperti rasa yang dimiliki Andra kepada Bahrul. Tapi aku merasa tidak mungkin bahwa Bahrul akan membalas perasaanku ini. Lebih baik aku tidak menyampaikan rasa ini pada tindakan atau perkataan apapun. Biarlah hanya diri dan nurani Mawar yang memahaminya. Aku paham tentang hati wanita yang mudah meleleh dan luluh oleh perhatian lebih yang diberikan oleh seorang lelaki kepadanya. Begitu pula dengan diriku. Aku merasa bahwa Bahrul telah memberikan perhatian lebih pada diriku, saat aku berada di ambang keputusasaan. Hanya Bahrul yang masih mau menarikku untuk bisa tetap berdiri dan menjalani semuanya. Meskipun semangat itu tidak dia tampakkan secara langsung, tapi aku masih cukup peka bahwa sindiran yang diberikan padaku adalah sebagai media untu membangkitkan semnagatku. Berbeda dengan Difa yang kurang memberiku perhatian, namun aku menyadari bahwa tatapan yang Difa berikan berbeda dan penuh dengan ketulusan.
***
Aku menyadari bahwa aku telah menaruh hati pada Bahrul dan aku juga menyadari jika Difa telah menaruh hati padaku. Keduanya ibarat dua tongkat yang menopang kaki kanan dan kiriku. Suatu hari, jawaban atas semuanya keluar. Hari ini, tepat pukul 10.01 aku mendengar kabar bahwa Andra telah bersama Bahrul sekarang. Refleks air mataku pun mengalir dari kedua sudut mataku. Aku merasa bahwa hatiku hancur kedua kalinya. Hatiku berkata, Ya Allah....Mengapa engkau mengambil penyemangat yang berharga dalam hidupku ?. Aku memang tak mengerti alur ini. Tugasku hanya menjalankannya dengan baik. Itu motivasi yang masih tergantung pada diriku. Namun perasaan tidak bisa dipaksa dan dibohongi. Rasa kecewa telah menjegal kakiku hingga jatuh di sebuah lubang kesedihan yang dalam.
Di sudut kelas, Difa menunjukkan wajah belas terhadap keadaan diriku. Harapanku dia akan menghampiri dan memberiku semangat. Sebenarnya Fitri telah lebih dulu menyuruh diriku untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Tepat seperti harapanku, sepersekian detik kemudian Difa menghampiriku dengan tatapan seakan tau yang sedang kurasakan.
"Heiii, santai aja kali. Cowok nggak cuma satu. Mungkin dirimu akan mendapat yang lebih baik dari dirinya," kata Difa
"Dasar sok tau! Ke PD-an juga. Dasarr!" jawabku.
Tiba-tiba, air muka Difa mendadak menjadi serius "Aku serius mawar, sebenarnya aku telah menyimpan rasa sama kamu"
Sebuah tarikan napas panjang terdengar.