Diantara Kasih dan Semangat
Â
Benar bahwa kejujuran merupakan kunci dari semua permasalahan hidup. Keyakinan diriku tentang kejujuran sebagai pondasi dari kelanggengan suatu hal, ternyata tidak seutuhnya berada dalam posisi yang salah. Peninjauan titik kejernihan kadar kejujuran yang telah diriku lakukan menyebutkan hasil bahwa, kejujuran itu ibarat suatu benda suci, yang seiring berjalannya waktu akan memudar karena terkena noda dari percikan suatu kebohongan. Kenalkan, namaku Zulya Rahmawardhani dan sering dipanggil dengan nama Mawar. Aku adalah seorang gadis kecil yang telah merasakan kemanisan hidup sejak kecil. Tak disangka rasa manis tersebut menjelma menjadi sebuah rasa aneh laksana rasa yang hanya bisa dirasakan pada pangkal lidah. Aku tak menyangka bahwa pemikiran positif tentang alur hidupku kedepannya, akan sedikit banyak berbeda dari realitanya.
Sejak kecil aku berada dalam sebuah keluarga yang damai dan harmonis. Ayahku mengembara ke negeri sebelah untuk menafkahi keluarga kecilku. Disamping itu, ibuku turut membantu mencukupi kebutuhan harian dengan bekerja sebagai pegawai pendidik anak usia dini di sebuah sekolah di desaku.
Sedikit kutipan dari cerita masa kecilku. Dahulu sewaktu aku masih belajar di bangku Sekolah Dasar, aku telah merasakan tentang sakitnya berada dalam posisi seorang teman semu abu-abu. Dari bangku kelas satu hingga kelas lima, aku merasa ada tolak belakang pikiran teman-temanku di belakang diriku. Entah apa yang mendasari semuanya, aku tak bisa memahaminya hingga detik ini. Mungkin karena masa itu, pemikiranku tentang realita kehidupan lebih dangkal dibandingkan penalaranku tentang pelajaran akademik. Sehingga, gerak tingkah yang kuputuskanakan selalu terlihat salah di mata mereka. Banyak dari mereka menilai keegoisan diriku membawa pada sifat angkuh dan sombong. Sebenarnya aku merasa bahwa aku tidak pernah melakukan demikian, tapi penilaian orang tidak bisa didoktrin bahwa itu salah. Akupun menghargai penilaian tersebut dan sedikit-demi sedikit aku menulusuri jiwa pribadiku.
Menginjak ke jenjang yang lebih tinggi, pribadiku menjadi lebih paham terhadap keadaan sosial sekitar. Sebagai tamu atau siswa baru yang hadir di lingkungan asing, aku dan seluruh teman se-angkatanku dikenalkan oleh senior tentang lingkungan sekolah baru kami.
Di sela-sela acara, para senior mengumuman, "Dek, dalam jenjang SMP banyak terdapat organisasi dan ekstra baru. Saran dari kami, kalian bisa ikut berpartisipasi di dalamnya." kata seorang kakak senior. Aku setuju dengan pernyataan tersebut dan berniat akan menggabungkan diri pada rekrutmen OSIS tahun ini. Aku berpikir bahwa dengan berorganisasi aku akan belajar tentang pengambilan solusi permasalahan hidup dan dapat berpikir lebih dewasa.
***
Setelah kegiatan belajar dan mengajar mulai berjalan efektif, masing-masing ekstra yang ada membuka rekrutmen anggota. Minatku masih sangat besar untuk mengikuti OSIS. Akhirnya hari ini aku berniat mengambil surat pendaftaran.Â
"Eh Fit..Fitrii, antar aku ke depan Ruang Osis dong!" rengekku setengah berteriak.
Fitri yang sedang makan menoleh, "Mau ngapain sih, ambil surat rekrutmen OSIS ya? jawabnya. "Males ah ketemu sama senior-senior galak itu."
Aku meliriknya dengan mulut tercengir, "Dasar !" batinku sembari menatap