Persiapan kami sangat minim dan terkesan nekat hanya untuk memenuhi hasrat kakak saya menikmati pemandangan di sini. Udara dingin begitu menusuk. Kedinginan terlanjur membungkus diri.Â
Dalam kondisi itu, motor tetap dipacu sembari melihat-lihat di mana tempat yang nyaman untuk berteduh.Â
Warung kopi sederhana yang terletak di pinggir jalan dan berdiri di atas sebuah bukit dengan pemandangan langsung ke Gunung Merapi menarik hasrat kami.
Warkop Gumuk Gede, begitulah yang tertulis di papan nama. Empat Gazebo dari bambu beratap terpal, dikelilingi ladang yang tertanam sawi dan sayuran holtikultura lainnya. Posisinnya tepat menangadah kaki Gunung Merpapi dengan pemandangan ladang serta perumahan warga.
Seorang ibu yang duduk di balik bilik warung menanyambut kami. Ia ibu Mukiyem.Â
"Bu, ada kopi?"
"Ada. Mau Kopi apa?" tanya Bu Mukiyem.
"Ada kopi Lokal?" tanya kami Kembali.
" Tidak ada. Hanya kopi sasetan," jawabnya sembari menunjuk deretan kopi sasetan yang tergantung berjejer pada sebuah tali rapiah. Ciri khas warung-warung kecil di Indonesia.
Kami pun memilih kopi sasetan tersebut dengan perpaduan susu. Tak lupa mie instan sebagai pengganjal perut.