Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mimpi Pemilik Warkop di Bawah Kaki Gunung Merapi

14 November 2022   11:08 Diperbarui: 30 November 2022   13:15 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Haris pun kemudian melirik pembahasan mengenai kopi dan konsep yang unik. Ia aktif berbagi cerita dengan kakak saya.

 dokumentasi pribadi
 dokumentasi pribadi

Sementara Bu Mukiyem aktif mendengarkan. Nampak jelas dari wajah ibu dan anak ini. Bahwa warung kopi ini bisa lebih maju lagi.

Berbagai saran di terima keduanya. Pun dengan ibu Mutiyem yang mengingat-ngingat resep minuman lokal dari kakak saya.

"Jadi ada tiga ya yang harus saya coba. Kopi kayu manis, kopi pandan, dan kopi rempah ya," ujarnya sembari mengingat-ngingat. Sesekali beliau menghitung menggunakan jari.

Obrolan dengan keduanya memberikan sebuah gambaran bahwa ada harapan dan usaha serta belajar terus menerus untuk memajukan warkop mereka.

Antusiasme itu tidak pada tataran berapa rupiah yang bakal dihasilkan melainkan bagaimana menciptakan keunikan. Itulah yang menjadi dasar terutama Haris yang sudah hafal betul segmentasi pasar. Ia bahkan berniat belajar pada sosok yang pernah saya angkat dalam artikel.

Keunikan menjadi barang mahal. Warung-cafe di sini hanya menampilkan view dari pemberian Tuhan sementara keunikan tidak ada sama sekali. 

Padahal view sudah punya nilai. Kenapa tidak ada keunikan yang menjadi pelengkap. Sajian yang sama. Kopi sasetan bahkan mie instan rupanya seragam. 

Dari obrolan ini pula saya memperoleh gambaran betapa semangatnya kedua orang ini. Semangat untuk berbenah dan menerima saran sebagai pemilik usaha. Keduanya tetap memakai konsep warkop sebab menurut Haris, nama cafe punya segmentasi mahal dan jarang dikunjungi.

 dokumentasi pribadi
 dokumentasi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun