Dalam mata pelajaran sejarah atau sosial, materi yang disajikan bisa terdistorsi untuk mendukung narasi politik tertentu, sementara informasi yang tidak sejalan dengan agenda politik bisa diabaikan atau dimanipulasi.Â
Hal ini membatasi kemampuan siswa untuk berpikir kritis, karena mereka diajarkan untuk menerima informasi yang sudah disaring sesuai dengan kepentingan politik penguasa.Â
Contohnya dari hal ini dapat ditemukan pada perubahan materi kurikulum sejarah di beberapa sekolah yang berfokus pada narasi tertentu tentang peristiwa-peristiwa sejarah Indonesia, seperti peristiwa 1965.
Penentuan Pemimpin Pendidikan Berdasarkan Afiliasi Politik
Masalah lain yang muncul akibat politisasi pendidikan adalah penunjukan pemimpin pendidikan yang lebih mengutamakan afiliasi politik daripada kompetensi dan pengalaman di bidang pendidikan.Â
Banyak daerah di Indonesia yang melihat posisi kepala dinas pendidikan, rektor universitas, atau kepala sekolah yang diisi oleh individu dengan latar belakang politik yang kuat, namun kurang memiliki pengalaman atau pemahaman dalam mengelola sektor pendidikan.Â
Fenomena ini bisa dilihat pada kasus pengangkatan rektor di beberapa perguruan tinggi negeri yang lebih mengutamakan hubungan politik daripada track record akademik dan manajerial yang solid.Â
Hal ini berisiko memperburuk kualitas pendidikan karena kebijakan yang diterapkan tidak didasarkan pada analisis akademik yang solid, tetapi lebih kepada kebutuhan politik.
Kebijakan Pendidikan yang Tidak Konsisten
Perubahan pemerintahan di Indonesia sering kali disertai dengan perubahan kebijakan pendidikan yang signifikan.Â
Setiap pergantian pemimpin politik membawa serta program-program baru, kadang tanpa evaluasi yang memadai terhadap kebijakan yang telah diterapkan sebelumnya.Â