Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Politisasi Pendidikan dan Dampaknya terhadap Kualitas Pembelajaran di Indonesia

14 November 2024   21:41 Diperbarui: 15 November 2024   06:12 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: anak-anak sekolah/ pixabay.com

Pendidikan di Indonesia memiliki dasar hukum yang sangat kuat, yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, khususnya dalam Pasal 29. 

Pasal ini menyatakan bahwa negara wajib mengembangkan sistem pendidikan nasional yang dapat meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi peserta didik. 

Dengan kata lain, pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara dan merupakan tanggung jawab negara untuk menyediakan akses yang adil, merata, dan berkualitas. 

Pendidikan sebagai Pilar 

Pendidikan sebagai pilar utama dalam pembentukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas seharusnya bebas dari pengaruh politik yang merugikan. 

Pada kenyataannya, politisasi pendidikan semakin meningkat, terutama dalam beberapa tahun terakhir. 

Politisasi ini tidak hanya terbatas pada intervensi dalam kebijakan pendidikan, tetapi juga merambah ke dalam pengajaran, pemilihan pemimpin pendidikan, dan distribusi sumber daya. 

Dampak dari politisasi pendidikan ini sangat besar terhadap kualitas pembelajaran yang diterima oleh siswa, yang pada gilirannya memengaruhi daya saing bangsa di tingkat global.

Pengaruh Ideologi Politik dalam Kurikulum

Salah satu dampak paling nyata dari politisasi pendidikan adalah penyusupan ideologi politik dalam kurikulum pendidikan.

Ideologi yang didorong oleh pemerintah atau kelompok politik tertentu sering kali mengubah cara penyajian materi pelajaran. 

Dalam mata pelajaran sejarah atau sosial, materi yang disajikan bisa terdistorsi untuk mendukung narasi politik tertentu, sementara informasi yang tidak sejalan dengan agenda politik bisa diabaikan atau dimanipulasi. 

Hal ini membatasi kemampuan siswa untuk berpikir kritis, karena mereka diajarkan untuk menerima informasi yang sudah disaring sesuai dengan kepentingan politik penguasa. 

Contohnya dari hal ini dapat ditemukan pada perubahan materi kurikulum sejarah di beberapa sekolah yang berfokus pada narasi tertentu tentang peristiwa-peristiwa sejarah Indonesia, seperti peristiwa 1965.

Penentuan Pemimpin Pendidikan Berdasarkan Afiliasi Politik

Masalah lain yang muncul akibat politisasi pendidikan adalah penunjukan pemimpin pendidikan yang lebih mengutamakan afiliasi politik daripada kompetensi dan pengalaman di bidang pendidikan. 

Banyak daerah di Indonesia yang melihat posisi kepala dinas pendidikan, rektor universitas, atau kepala sekolah yang diisi oleh individu dengan latar belakang politik yang kuat, namun kurang memiliki pengalaman atau pemahaman dalam mengelola sektor pendidikan. 

Fenomena ini bisa dilihat pada kasus pengangkatan rektor di beberapa perguruan tinggi negeri yang lebih mengutamakan hubungan politik daripada track record akademik dan manajerial yang solid. 

Hal ini berisiko memperburuk kualitas pendidikan karena kebijakan yang diterapkan tidak didasarkan pada analisis akademik yang solid, tetapi lebih kepada kebutuhan politik.

Kebijakan Pendidikan yang Tidak Konsisten

Perubahan pemerintahan di Indonesia sering kali disertai dengan perubahan kebijakan pendidikan yang signifikan. 

Setiap pergantian pemimpin politik membawa serta program-program baru, kadang tanpa evaluasi yang memadai terhadap kebijakan yang telah diterapkan sebelumnya. 

Program pendidikan yang dicanangkan oleh satu pemerintah bisa saja dihentikan atau digantikan tanpa memperhatikan hasil atau dampaknya, yang mengarah pada ketidakstabilan dalam sistem pendidikan. 

Pergantian kebijakan terkait pelaksanaan ujian nasional (UN), yang sering kali berubah antara sistem kelulusan berbasis ujian nasional dan penilaian berbasis sekolah. 

Perubahan kebijakan ini menambah kebingungan di kalangan guru, siswa, dan orang tua, serta mengurangi keefektifan pendidikan itu sendiri.

Intervensi Politik yang Menghambat Inovasi

Politisasi pendidikan juga sering kali mengarah pada intervensi politik yang membatasi kebebasan akademik dan inovasi dalam dunia pendidikan. 

Kebijakan yang dipengaruhi oleh kepentingan politik dapat mengekang kebebasan dosen dan guru untuk mengembangkan metode pengajaran yang lebih kreatif dan berbasis pada penelitian ilmiah. 

Pembatasan penggunaan bahan ajar yang dianggap "terlalu liberal" atau "tidak sesuai dengan norma-norma budaya" oleh beberapa pihak yang berafiliasi dengan kelompok politik tertentu. 

Dengan pembatasan ini, pendidikan menjadi terbelenggu oleh standar yang ketinggalan zaman dan tidak relevan dengan kebutuhan zaman, menghambat terciptanya pembelajaran yang dinamis dan relevan.

Pendidikan yang Bias dan Polarisasi Ideologis

Selain menghambat kebebasan akademik, politisasi pendidikan juga bisa menyebabkan polarisasi ideologis di kalangan siswa. 

Sebagai contoh, siswa yang berasal dari keluarga atau komunitas dengan afiliasi politik tertentu bisa mengalami diskriminasi atau mengalami kesulitan dalam menyuarakan pendapat yang berbeda. 

Hal ini menciptakan suasana kelas yang tidak sehat dan tidak kondusif untuk pembelajaran yang bebas, terbuka, dan inklusif.

Fenomena kampanye politik di beberapa kampus yang mempengaruhi kehidupan kampus itu sendiri, di mana perbedaan pandangan politik di antara mahasiswa sering kali menimbulkan gesekan atau bahkan kekerasan. 

Ketegangan ideologis ini bisa memperburuk hubungan antar siswa, serta menghambat pembentukan sikap toleransi dan menghargai perbedaan yang sangat penting dalam masyarakat demokratis.

Terabaikannya Aspek Kualitas Pendidikan

Ketika pendidikan terperangkap dalam politisasi, aspek-aspek mendasar dari pendidikan berkualitas sering kali terabaikan. 

Fokus kebijakan lebih terarah pada kepentingan politik jangka pendek daripada kebutuhan nyata dalam perbaikan kualitas pendidikan. 

Program-program pendidikan yang tidak memperhatikan kualitas pengajaran atau kesiapan infrastruktur, seperti pemberian beasiswa yang tidak merata atau pembangunan fasilitas pendidikan yang tidak sesuai dengan standar nasional. 

Hal ini dapat mengarah pada ketidakseimbangan akses dan kesempatan yang semakin besar di antara siswa di daerah perkotaan dan pedesaan.

Tantangan Ketidakmerataan Akses Pendidikan

Pendidikan yang terpolitisasi juga memperburuk ketidakmerataan akses pendidikan di Indonesia. 

Daerah-daerah yang secara politik lebih berhubungan dengan pusat kekuasaan cenderung mendapatkan lebih banyak perhatian, baik dalam bentuk anggaran maupun kebijakan. 

Sebaliknya, daerah yang tidak memiliki hubungan politik yang kuat sering kali terabaikan. 

Pada distribusi anggaran pendidikan yang tidak merata, di mana daerah-daerah terpencil atau daerah yang tidak memiliki akses politik yang kuat sering kali mendapatkan dana yang lebih sedikit untuk pembangunan fasilitas pendidikan dan pelatihan guru.

Solusi untuk Mengurangi Dampak Politisasi Pendidikan

Untuk mengatasi dampak politisasi pendidikan, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menjamin kebebasan akademik di semua jenjang pendidikan. 

Kebebasan ini akan memungkinkan para pendidik dan lembaga pendidikan untuk membuat keputusan berdasarkan pertimbangan ilmiah dan kebutuhan nyata pendidikan, bukan berdasarkan tekanan politik. 

Kedua, proses penunjukan pejabat pendidikan harus dilakukan dengan transparansi dan berdasarkan kompetensi. 

Contoh positif dari transparansi ini bisa dilihat pada beberapa perguruan tinggi yang telah mengimplementasikan sistem seleksi yang lebih terbuka dan berbasis pada kemampuan akademik.

Meningkatkan Keterlibatan Masyarakat dalam Pendidikan

Masyarakat juga perlu dilibatkan lebih dalam dalam pengambilan keputusan kebijakan pendidikan. 

Partisipasi publik akan menciptakan sistem pendidikan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat, serta mencegah politisasi yang hanya menguntungkan segelintir pihak. 

Dengan mengedepankan transparansi dan keterlibatan berbagai pihak, kebijakan pendidikan dapat lebih inklusif dan berbasis pada kebutuhan nyata, bukan sekadar memenuhi kepentingan politik tertentu.

Peningkatan Infrastruktur dan Kualitas Guru

Selain itu, investasi dalam infrastruktur pendidikan dan peningkatan kualitas guru sangat diperlukan. 

Pemerintah harus memastikan bahwa seluruh daerah, baik yang terpencil maupun yang maju, memiliki akses yang sama terhadap fasilitas pendidikan yang memadai. 

Pelatihan berkelanjutan bagi guru juga sangat penting agar mereka dapat menguasai metode pengajaran yang lebih baik dan relevan dengan perkembangan zaman. 

Pentingnya pelatihan guru dapat dilihat pada program-program pelatihan yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan lembaga terkait lainnya.

Mengatasi Politisasi untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan

Pendidikan yang bebas dari intervensi politik adalah kunci untuk menciptakan SDM yang berkualitas, yang mampu bersaing di tingkat global. 

Politisasi pendidikan dapat menghambat upaya perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia, baik dari segi pengajaran, kebijakan, maupun akses ke pendidikan berkualitas. 

Diperlukan komitmen dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk mengatasi politisasi ini, dengan memastikan bahwa pendidikan berfokus pada pengembangan potensi siswa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun