Mohon tunggu...
Nuke Patrianagara
Nuke Patrianagara Mohon Tunggu... Freelancer - cerah, ceria, cetar membahana

rasa optimis adalah kunci

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Cirebon dan Kuningan Penuh Cerita

2 Maret 2019   16:20 Diperbarui: 2 Maret 2019   16:39 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warung kopi yang berada di area kantin Masjid, tempat yang tidak terlalu besar tapi cukup menjanjikan. Oooo disini waktu itu para pria idaman pasangannya masing-masing melipir.  Sang peramu kopi bertanya mau pesan kopi apa? Bertanya sama suami waktu itu pesan kopi apa? lupa jawabnya, wah butuh wangsit kalau begini caranya, saya lihat ada kopi Mandailing, Malabar, Papua, dan masih banyak lagi. Pilihan jatuh pada Papua Moanemani, dikaleng kopi yang terpajang didepan tertulis;

Papua Moanemani (Arabica Single Origin)

Moanemani adalah salah satu daerah penghasil kopi terbaik di Papua Barat.  Struktur tanah di Moanemani sangat subur.  Para penduduk disana menyebut tanah nya mereka sebagai tanah hitam, karena memang tanah nya berwarna hitam, mengandung unsur hara yang sangat tinggi.  Keunggulan Kopi Papua Moanemani ini adalah rasanya yang unik dan memiliki sensasi tersendiri ketika menikmati kopi ini.

  • Region : Papua, Indonesia
  • Attitude : 1500 -- 1700 m
  • Varietas : Linie S, Typica
  • Procesing Method : Semi Wash

Alhamdullilah tidak salah pilih, sore yang syahdu selepas hujan, ditemani Kopi Papua Moanemani panas tanpa ampas, yang tidak terambil fotonya yaitu alat saringnya dari anyaman bambu, kearifan lokal yang perlu dilestarikan.  Kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata, kami selalu berusaha untuk mensyukuri segala nikmatNya.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Kopi sudah tandas kami bersiap untuk ke arah Sedong, mengunjungi keluarga yang akan menggelar ngunduh mantu besok lusa.

Sesampainya di tempat tujuan, rumah yang punya hajat sudah dipasang tenda, karung-karung berisi sayuran menumpuk di teras rumah, dan pertanyaan keluarga  pengantinnya mana? Dan jawaban kita sama, masih di Jakarta lha wong Sabtu kemarin baru nikah, hari ini masih beres-beres. 

Dan lebih lucu lagi para tamu yang bertandang, kita berdua dikira pengantinnya, wah nih pengantin tidak terkenal ternyata, kita yang asyik menikmati suasana desa, ada pohon rambutan sedang berbuah dan diambilkan untuk dinikmati bersama kopi cap Amerika itu.

Toples-toples makanan khas daerah setempat cocok ditemani teh panas tawar atau secangkir kopi tubruk, dikiranya kita sedang menyambut tamu yang bertandang sebelum hari H, itu sudah kebiasaan di pedesaan undangan datang bukan pada hari H tapi dua hari sebelum atau satu hari sebelum, para tamu tidak disediakan makan berat cukup dengan jajan pasar buatan sendiri atau kletikan.

Makan malam

Dengan menu lodeh rebung, sayur asem biji kacang buncis, ikan asin goreng, tempe dan tahu goreng, sambal terasi, lalapan kacang panjang dan kol mentah, kerupuk teman sejiwa dalam sepiring nasi dan lauknya.

Semua menu membuat alam pikiran terbang ke kampung dimana saya dibesarkan, menu yang sering hadir dibalik pintu lemari kayu dua pintu warna coklat, belakangnya tertutup oleh ram kawat, setiap pulang sekolah, ambil nasi di atas meja lalu buka lemari untuk memilih lauk teman nasi serta tidak lupa kerupuk dalam kaleng Khong Guan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun