Syarat khusus pihak-pihak yang berperkara adalah mempunyai kewenangan menjadi pendukung hak (rechtsbevoegheid). Meskipun seseorang cakap berbuat hukum, tetapi tidak mempunyai keweriangan hak dalam suatu perkara, maka ia juga tidak bisa menuntut hak (selaku penggugat) di muka pengadilan. Sebagai contoh seorang yang bukan ahli wars maka ia tidak berhak menuntut bagian atas harta warisan dari pewaris, Demikian juga orang yang tidak termasuk sebagai pihak dalam suatu perjanjian, maka ia tidak dapat dituntut untuk melaksanakan isi perjanjian tersebut.
 Dalam hukum acara perdata dikenal pula adanya dua pihak, yaitu pihak materiil dan pihak formil. Pihak materiil adalah pihak yang mempunyai kepentingan langsung dalam perkara yang bersangkutan. Sedangkan pihak formil adalah pihak yang beracara di muka pengadilan baik yang mempunyai kepentingan langsung maupun tidak langsung tetapi atas namanya sendiri. Sebagai contoh adalah pihak yang berkepentingan dan suatu badan hukum dapat bertindak sebagai pihak materiil dan pihak formil. Demikian pula seorang wali atau pengampu termasuk sebagai pihak formil, karena ia bertindak sebagai pihak di muka pengadilan atas namanya sendiri, tetapi untuk kepentingari orang lain yang diwakilinya.
D. PEMERIKSAAN SIDANG PENGADILAN
I.PENETAPAN SIDANG DAN PEMANGGILAN PARA PIHAK
 Penetapan waktu sidang dan pemanggilan terhadap pihak-pihak yang berperkara diatur dalam ketentuan Pasal 121-122 HIR atau Pasal 145-146 RBg.
 Setelah gugatan diajukan dan didaftarkan di kepaniteraan Peng- adilan Negeri dalam suatu daftar untuk itu, maka Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau Ketua Majelis Hakim yang telah ditunjuk memeriksa perkara tersebut menetapkan hari persidangan dan memerintahkan memanggil kedua belah pihak supaya hadir pada persidangan yang ditetapkan itu, disertai saksi-saksi yang mereka kehendaki untuk diperiksa dan dengan membawa segala surat keterangan yang akan dipergunakan (Pasal 121 ayat (1) HIR/Pasal 145 RBg). Â
 Permanggilan pihak-pihak yang berperkara dilakukan oleh Juru Sita atau Juru Sita Pengganti dengan menyerahkan surat panggilan. Pada waktu memanggil tergugat, harus diserahkan juga kepadanya, sehelai salinan (turunan) surat gugatan, dengan memberitahukan kepadanya, kalau ia mau, boleh menjawabnya secara tertulis (Pasal 121 ayat (2) HIR/145 ayat (2) RBg).
 Dalam melakukan pemanggilan tersebut, Juru Sita atau Juru Sita Pengganti harus bertemu dan berbicara langsung dengan orang yang dipanggil di tempat tinggalnya/kediamannya. Kalau Juru Sita atau Juru Sita Pengganti tidak dapat bertemu dengan orang yang bersangkutan di tempat tinggalnya/kediamannya, maka surat panggilan harus disampai- kan kepada Kepala Desa, yang wajib dengan segera memberitahukan panggilan itu kepada orang yang bersangkutan (Pasal 390 ayat (1) HIR/718 ayat (1) RBg). Meskipun di sini Kepala Desa dinyatakan wajib menyampaikan panggilan itu kepada yang bersangkutan, akan tetapi jika Kepala Desa lalai dalam hal itu, tidaklah ada sanksi terhadapnya. Akibatnya mungkin sekali orang yang digugat dalam suatu perkara perdata, karena tidak menerima pemberitahuan. atau panggilan dari Kepala Desanya, akan dikalahkan dengan putusan verstek. Dan apabila kemudian putusan verstek diberitahukan oleh Juru Sita, ia tidak bertemu pula, dan Kepala Desa selanjutnya lalai lagi memberitahukan putusan tersebut kepadanya, maka ia sangat dirugikan, karena kejadian itu tenggang waktu untuk mengajukan verstek kepada putusan tadi berlalu dengan tidak disengaja.
II.PUTUSAN GUGUR DAN PUTUSAN VERSTEK
 Â
 Dilihat dari kehadiran pihak-pihak yang berperkara pada per- sidangan pertama, pemeriksaan perkara dilakukan dengan tiga ke- mungkinan. Yang pertama, kedua belah pihak hadir atau dianggap hadir memenuhi panggilan pada persidangan pertama pengadilan, maka pemeriksaan perkara dilakukan secara contradictoir.