Mohon tunggu...
Nusyaibah Ainun Mardhiyah
Nusyaibah Ainun Mardhiyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Let it flow aja~

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Review Buku Hukum Perkawinan Islam di Indonesia

13 Maret 2024   00:30 Diperbarui: 13 Maret 2024   00:31 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Proses itsbat merupakan hasil dari pengadilan agama, meskipun bukan pengadilan yang sesungguhnya. Istilah ini disebut jurisdictio voluntair, yang berarti bahwa perkara ini bersifat permohonan dan tidak melibatkan pihak lawan. Dalam kasus itsbat nikah, hanya ada pemohon yang meminta penetapan status pernikahan. Prinsip ini sesuai dengan hukum perdata internasional yang mengatur bahwa bentuk perbuatan hukum ditentukan oleh hukum negara di mana perbuatan tersebut dilakukan.

    Beberapa perkara yang bisa diajukan ke pengadilan agama, sebagai berikut:

  • Penetapan wali pengampu bagi ahli waris yang tidak mampu untuk melakukan tindakan hukum.
  • Penetapan pengangkatan wali.
  • Penetapan pengangkatan anak.
  • Penetapan nikah (itsbat nikah).
  • Penetapan wali adhal.

     b. Dasar Hukum   

Dalam sejarahnya, kewenangan pengadilan agama terkait perkara itsbat nikah awalnya diperuntukkan bagi mereka yang melakukan perkawinan di bawah tangan sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan diberlakukan. Pasal 7 Ayat (2) dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa jika perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akad nikah, maka itsbat nikah dapat diajukan ke pengadilan agama. Selain itu, Pasal 7 Ayat (3) KUHPerdata membatasi jenis perkara itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama, yaitu:

  1. Perkawinan dalam Rangka Penyelesaian Perceraian: Itsbat nikah dapat diajukan jika terjadi perceraian.
  2. Hilangnya Akta Nikah: Jika akta nikah hilang, itsbat nikah dapat dimohonkan.
  3. Keraguan tentang Syarat Pernikahan: Jika ada keraguan mengenai sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan.
  4. Perkawinan Sebelum Berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974: Itsbat nikah dapat diajukan untuk perkawinan yang terjadi sebelum undang-undang tersebut berlaku.
  5. Perkawinan oleh Mereka yang Tidak Memiliki Halangan Pernikahan Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974: Jika salah satu pihak tidak memiliki halangan perkawinan menurut undang-undang.

Dengan demikian, KUHPerdata memberikan kewenangan lebih kepada pengadilan agama daripada yang diberikan oleh undang-undang, baik Undang-Undang No. 7 tahun 1974 tentang perkawinan maupun Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 

 

4. Harta Bersama 

a. Pengertian 

Diskusi mengenai harta bersama sangat penting dalam sebuah keluarga. Terkadang, pasangan suami-istri menghadapi masalah pembagian harta bersama setelah bercerai. Sayangnya, masalah ini seringkali tidak dipertimbangkan oleh calon pengantin saat akan menikah. Mereka cenderung berpikir bahwa pernikahan adalah ikatan abadi, tanpa mempertimbangkan kemungkinan perceraian. Akibatnya, masalah harta bersama baru muncul setelah perpisahan.

Istilah “harta gono-gini” lebih populer di masyarakat daripada “harta bersama,” meskipun keduanya memiliki arti yang sama. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istilah “gonogini” merujuk pada harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga dan menjadi hak bersama suami dan istri.

b. Dasar Hukum 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun