Mohon tunggu...
Nurul Chotimah
Nurul Chotimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Cinephile

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi "Studi Komparatif Pembagian Harta Waris Bagi Transgender Menurut Hukum Islam dan KUH Perdata"

27 Mei 2024   18:47 Diperbarui: 1 Juni 2024   10:12 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            

Transgender

Secara pengertian transgender berasal dari dua kata yakni "trans" yang artinya berpindah dan "gender" yang berarti jenis kelamin. Transgender berarti orang yang karakter, sifat atau penampilannya berlawanan dengan jenis kelamin yang ia miliki sejak lahir. Istilah lain lagi yang berkembang adalah "transseksual" atau operasi penggantian kelamin. Operasi penggantian kelamin ini adalah bertujuan untuk mengubah jenis kelamin yang diinginkannya.

Terdapat faktor-faktor yang menjadi alasan seseorang berperilaku bertentangan dengan gender aslinya yaitu: faktor bawaan yakni dari hormon atau genetika, faktor lingkungan seperti pendidikan yang kurang tepat atau trauma seksual, dll. Sedangkan dalam fikih terdapat istilah "khuntsa" yakni orang yang memiliki dua alat kelamin yaitu laki-laki dan perempuan atau malah tidak mempunyai alat kelamin sama sekali.

Bab III Pembagian Harta Waris Transgender Menurut Hukum Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pembagian Harta Waris Bagi Transgender Menurut Hukum Islam

Al-Qur'an dan hadist pada dasarnya telah mengatur setiap bagian yang didapat oleh ahli waris, namun mengenai pembagian untuk transgender ini tidak dijelaskan. Pada masa sekarang ini cenderung tidak membedakan antara khuntsa dan mukhanas yang dianggap keduanya sama sama transgender. Jika khuntsa adalah ketetapan yang diberikan oleh Allah, sedangkan trangender adalah sebagai bentuk penyimpangan perilaku seseorang. Mengenai kewarisan    sesuai dengan keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun 1980 tentang Operasi Perubahan/Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini sekalipun diubah jenis kelaminnya, namun kedudukan kewarisannya serta ibadah lainnya tetap kembali dengan kelamin semula sebelum melakukan operasi kelamin atau transgender.

Hal ini sesuai dengan kaidah asysyakhsiyah, "bahwa bagaimanapun bentuk keberadannya, asal itu akan kembali ke keadaan semula". Untuk operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan penggantian jenis kelamin, menurut para ulama diperbolehkan secara hukum syari'at. Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan berdasarkan kaidah asy-syakhsiyah bahwa kemudaratan itu harus dihilangkan.

Penetapan pembagian harta waris terhadap operasi ganti kelamin bagi seseorang yang mempunyai kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal salah satu kelaminnya, ia boleh melakukan operasi pembuangan salah satu alat kelaminnya. Penetapan pembagian harta waris bagi yang membuang salah satu jenis kelamin sama seperti operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yaitu setelah ia menjalani operasi kelamin.

Menurut Ibnu Arabi, seorang khuntsa memiliki hukumnya sendiri, selama ia belum dapat diklasifikasikan atau dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Apabila ia telah dapat digolongkan ke dalam salah satu jenis kelamin, maka akan dihukumi berdasarkan jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Sehingga dalam menghitung bagian khuntsa musykil para ulama sepakat, yakni dengan menilai dan mempertimbangkan mereka lakilaki dan perempuan. Perbedaan pendapat di kalangan para ulama perihal batasan jumlah warisan yang dapat diterima seorang khuntsa, yaitu:

  • Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Muhammad dan Imam Abu Yusuf Memberikan bagian terkecil dari dua perkiraan bagian laki-laki dan bagian perempuan kepada khuntsa musykil.
  • Menurut Imam Syafi'iyah, Imam Abu Dawud, Imam Abu Tsaur, dan Imam Ibnu Jarir. Memberikan bagian yang terkecil dari dua perkiraan kepada khuntsa kemudian sisanya disimpan sampai masalah identitas khuntsa jelas atau ahli waris berdamai satu sama lain untuk saling memberikan bagian sisa yang meragukan tersebut.
  • Menurut ulama Malikiyah dan ulama Hanabilah Memberi setengah dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan kepada khuntsa.

Pembagian Harta Waris Bagi Transgender Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun