Bab I Pendahuluan
Pembagian waris bagi tiap-tiap ahli waris sudah diatur dalam KUH Perdata maupun Al-Qur'an. Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
Menurut hubungan darah
- Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudaralaki-laki, paman dan kakek;
- Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.
Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda maupun janda.
Namun di Indonesia terdapat sekelompok orang yang disebut dengan transgender. Di dalam KUH Perdata maupun Al-Qur'an Hadist tidak dijelaskan ketentuan mewaris bagi ahli waris transgende, jumlah bagian yang mereka terima ataupun halangan mereka untuk mewaris. Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana ketentuan mewaris bagi transgender dan akibat hukumnya menurut hukum Islam dan KUH Perdata. Perbedaan antara Hukum Islam dengan Hukum Perdata ialah bagian laki-laki dan perempuan. Hukum Islam menerangkan bagian laki-laki dua kali bagian perempuan. Sedangkan Hukum Perdata tidak ada perbedaan antara bagian laki-laki maupun bagian perempuan.
Oleh karena itu, persoalan transgender ini masih menjadi kontroversi saat menentukan hak waris orang yang menjalani operasi kelamin. Karena jika seorang transgender ingin menuntut hak warisnya, sedangkan kewarisan bagi transgender ini belum diatur secara jelas, apakah hak waris itu dibagi menurut jenis kelamin kelahirannya, atau menurut hak waris jenis kelamin yang baru. Oleh karena itu, penelitian tentang transgender ini perlu dikaji berdasarkan hukum Islam dan KUH perdata untuk memperjelas bagian warisan transgender.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal dengan menggunakan metode pendekatan perbandingan hukum, yaitu membandingkan kewarisan transgender menurut Hukum Islam dan KUH Perdata. Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian yang mengkaji hukum yang dikonsepkan dan dikembangkan atas doktrin yang dianut oleh sang pengonsep atau sang pengembangnya. Sumber data yang digunakan yaitu data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif komparatif. Penulis menggunakan triangulasi sumber data, yaitu menggali kebenaran informasi tertentu melalui metode dan sumber perolehan data.
Bab II Ketentuan Hukum Waris Secara Umum Dan Transgender
Ketentuan Hukum Waris Secara Umum
Kata mawaris merupakan bentuk jamak dari mirast yang dimaknai dengan mauruts yang merupakan harta pusaka peninggalan orang yang meninggal yang diwariskan kepada ahli warisnya. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 171 hukum kewarisan merupakan hukum yang mengatur tentang pemindahan hak milik atas warisan (tirkah) pewaris, dengan menentukan siapa yang akan menjadi ahli waris dan besarnya masing-masing. Dalam pasal 174 Kompilasi Hukum Islam ada dua sebab seseorang bisa saling mewarisi yaitu karena sebab hubungan kekeluargaan dan sebab hubungan pernikahan. Â Kewarisan hanya dapat terjadi setelah tiga syarat terpenuhi, yakni:
- Kewarisan terjadi sebagai akibat kematian si pemilik harta
- Ahli waris hidup saat pewaris telah meninggal
- Tidak terdapat penghalang untuk mewarisi seperti pembunuhan, perbudakan dan perbedaan agama.
Selanjutnya untuk mewarisi harta warisan, maka tiga rukun kewarisan harus dipenuhi, yaitu:
- Pewaris (Al-Muwarits) adalah orang yang meninggalkan harta warisan.
- Ahli waris (Al-Warits) adalah orang yang berhak mewarisi harta warisan si pewaris.
- Harta waris (Al-Mauruts) merupakan harta warisan yang akan diserahkan kepada ahli waris setelah dikurangi untuk pelunasan hutang, biaya pemakaman dan ditunaikannya wasiat.