Mohon tunggu...
Nurul Amanah
Nurul Amanah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis segala hal tentang hidup

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Rumah Berdarah

18 Agustus 2024   13:47 Diperbarui: 18 Agustus 2024   17:19 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah adat Jawa Tengah (Jateng.disway.id)

Langkahku terhenti saat melihat sesosok makhluk berbadan hitam besar, tubuhnya dipenuhi bulu, ia melihatku dari balik pohon besar, matanya merah menyala, seketika tubuhku mati rasa, lidahku kelu, aku ingin berteriak namun suaraku tiba-tiba hilang.

**

Pagi ini aku dan ibu akan mengunjungi rumah mbah di desa, sudah lama kami tidak kesana, sejak mbah meninggal rumah itu sepi tiada berpenghuni, sesekali pak Warto pembantu mbah dulu membersihkan halaman depan dan belakang rumah
Sesampainya disana aku berencana berkeliling desa sambil menikmati suasana indah pedesaan,

“Bu, Cindy mau jalan-jalan sebentar ya”. Ucapku pada ibu

“jalan sama siapa?” tanya ibu

“sendiri bu” jawabku singkat

“loh emang kamu tahu daerah sini, nanti kesasar malah repot” sahut ibu 

“kan Cindy bawa handphone bu, lagian kan bisa tanya orang di jalan” jawabku dengan tegas menyakinkan ibu

“yasudah, tapi ingat jangan jauh-jauh”. Tegas ibu

“iya bu”

**

  Suasana di desa memang luar biasa indahnya, bukan hanya pemandangannya saja, udara disini juga sejuk beda dengan perkotaan tempat tinggalku, banyak polusi udara, kemacetan dimana-mana, ditambah suara bising dari kendaraan juga sangat mengganggu.

  Dari rumah mbah, aku berjalan melewati jembatan yang terbuat dari bambu, dibawahnya mengalir sungai yang tidak begitu deras, di sekitar jembatan hanya ada beberapa rumah besar yang terbuat dari kayu jati, “sepi banget ya” ucapku dalam hati. 

  Aku terus berjalan, menyusuri jalanan setapak yang di samping kanan kirinya ditanami pohon jati, semilir angin membelai lembut pipiku, sesekali aku berswafoto mengabadikan setiap momen, ada sebuah rumah besar disamping tanjakan yang menarik perhatianku, rumah itu diberi cat berwarna merah darah, didepannya ada sebuah batu berbentuk segitiga yang tertancap ke tanah, akupun mengambil gambar tepat di depan rumah itu, “wah bagus nih bisa ku masukkan ke instagram biar viral” ucapku dalam hati.

  Sepanjang perjalanan aku belum melihat satu orang pun yang lewat, terbesit keinginan untuk pulang ke rumah mbah, kulirik jam di handphoneku “baru jam dua siang, sebentar lagi deh”, akhirnya kulanjutkan perjalananku. 

  Tak jauh dari tempatku berdiri kulihat ada sebuah pasar yang tidak begitu ramai, setelah berjalan beberapa meter sampailah aku dipasar itu, hanya ada beberapa orang yang menjual daganganya, karena merasa haus akupun membeli sebotol air mineral. Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dari belakang.


“dek Cindy ya? “ tanyanya padaku

“Iya, maaf siapa ya?” tanyaku

“ga inget ya sama aku, mba yanti, rumahku ga jauh dari rumah mbahmu” jawabnya sambil tersenyum

“oh, maaf mba saya kan udah lama ga kesini jadi sedikit lupa”


Pertemuan dengan mba Yanti sedikit membuatku merasa lega, masih ada orang yang mengenaliku disini.

**

“tok, tok, tok” suara ketukan pintu yang begitu keras dari luar

“pak, bu, tolong, tolong  anak saya” terdengar suara perempuan dari balik pintu

Sekelompok warga beserta pak RT pergi mencari Surti yang hilang, menurut kesaksian ibunya, ia pamit keluar untuk bertemu temannya di dekat pasar, namun sampai malam belum juga kembali.

“jangan-jangan kejadian tiga tahun yang lalu terulang kembali” ujar salah seorang warga

“emang kejadian apa tho?” sahut warga yang lain

“ada tujuh orang perempuan usia belia ditemukan tewas di tepi sungai, ada yang lehernya hampir putus, tidak tahu persis apa penyebabnya, tapi yang bikin saya merinding, menurut salah seorang warga sebelum mereka mati mengenaskan mereka sempat melihat rumah bercat merah darah di jalan setapak arah pasar, sudah lima belas tahun saya tinggal di desa ini tapi belum pernah melihat rumah itu”

**

Waktu menunjukkan pukul lima sore, aku bergegas melanjutkan perjalanan untuk kembali ke rumah mbah, dalam perjalanan aku teringat kata-kata mba yanti di pasar

“dek cindy lebih baik segera pulang, hari sudah mau gelap, jangan lupa perbanyak dzikir”

“apa maksud perkataan mba Yanti tadi” batinku

  Sebuah pesan whatsapp masuk, kuhentikan langkahku sejenak, tiba-tiba tercium wangi bunga melati dari arah belakangku, sontak kulihat arah belakang, dan aku tak melihat apa-apa. Aku berusaha untuk tetap berpikir positif Setelah membalas pesan ibu kulanjutkan perjalananku.

  Aku merasa ada yang janggal dengan keadaan sekitar, jalan yang kulewati lebih sempit dan berbatu, perasaanku semakin tidak karuan, suara gesekan daun yang terkena angin diikuti suara serangga menambah kesunyian tempat ini, matahari sebentar lagi akan tenggelam, kuraih handphone untuk menyalakan senter betapa terkejutnya aku melihat tanda sinyal yang hilang dilayar handphoneku.

Ditengah perasaan kalut aku mulai mempercepat langkahku, semakin jauh aku melangkah jalan yang kulalui semakin tidak tampak karena ditutupi kabut, “ya Tuhan tolong aku, aku ingin pulang” Doaku dalam hati. Dari kejauhan sayup-sayup terdengar alunan musik khas Jawa Tengah, “Syukurlah ada rumah di dekat sini” batinku, kupercepat langkahku, setelah sampai di ujung jalan kulihat ada cahaya lampu, ada beberapa mbah-mbah yang menggunakan baju serba hitam seperti sedang melakukan sesuatu.

Kudekati salah seorang diantaranya, namun aku merasakan keanehan lainnya, wajah mereka tampak pucat tak seperti orang pada umumnya, merekapun tak banyak bicara, akupun semakin merasa takut, kuurungkan niatku untuk bertanya,

“mau kemana cu?” suara itu membuatku terkejut

Dengan perasaan takut aku menjawab “saya mau pulang mbah, saya tersesat”

“ayo ikut simbah, jangan lihat wajah mereka, ayo segera sebelum nyai datang”

Aku tak paham apa yang dimaksud oleh simbah, hatiku berkata untuk nurut saja padanya, dan benar saja tak lama kemudian muncul seorang wanita dengan pakaian adat jawa, wajahnya sangat cantik bersinar, “siapa dia?, apakah dia yang dimaksud mbah tadi”

 “jangan lihat wajahnya cu” ucap simbah

Aku menundukkan pandanganku, setelah wanita itu lewat aku kembali berjalan, betapa terkejutnya aku, mataku terbeliak, sekujur tubuhku kaku, melihat rombongan perempuan seusiaku dengan pakaian serba hitam berjalan mengikuti wanita cantik tadi, yang membuatku semakin terkejut adalah wajah mereka yang dipenuhi luka dan darah, tercium aroma busuk dari luka itu.

**

Setelah melihat kejadian mengerikan tadi aku semakin yakin bahwa aku benar-benar tersesat, simbah terus menuntunku ke arah jalan pulang, sampailah kami di depan batu berbentuk segitiga yang kulihat siang tadi, banyak pertanyaan dibenakku atas kejadian tadi, tapi entah mengapa tak bisa kuungkapkan

“cu, kakek hanya bisa antar sampai sini, lain kali jangan pergi ke tempat yang baru sendirian”

**
Aku terbangun diatas ranjang rumah sakit, badanku terasa sangat lemas, kulihat ibu sedang duduk disampingku ditemani dua orang bapak-bapak, wajah ibu tampak sangat khawatir. 

  Setelah beberapa hari aku istirahat, ibu mengajakku kembali ke Jakarta, saat perjalanan pulang ibu mengatakan bahwa aku hilang selama tiga hari, padahal di desa gaib itu aku hanya merasa beberapa jam saja, sambil mendengarkan ibu bercerita kubuka handphone untuk melihat hasil foto yang kuambil saat perjalanan itu, dan anehnya semua foto itu menghilang termasuk fotoku dengan mba Yanti. Dan sampai saat ini rumah bercat merah itu masih menjadi misteri.

Wanita kelahiran Jakarta, 7 Februari ini gemar membaca dan menulis sejak duduk di bangku sekolah dasar, baginya menulis adalah teman hidupnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun