Mohon tunggu...
Nurul AuliaMijayanti
Nurul AuliaMijayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - UPNVJ Political Science Student

Hi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Masalah Permukiman Wilayah Tambora

26 Juli 2022   19:58 Diperbarui: 26 Juli 2022   19:59 2518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

            Sejarah mencatat bahwa wilayah Tambora, Jakarta Barat tercatat sebagai wilayah yang kepadatan penduduknya mencapai lebih dari 250.000 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Tambora menempati urutan tertinggi kedua di DKI Jakarta. Dan bahkan dikatakan sebagai kampung terpadat se Asia Tenggara.[11] Penyebab kepadatan penduduk di Tambora, bermula dari konsepsi masyarakat dari luar Jakarta yang menganggap bahwa lapangan pekerjaan dapat dengan mudah ditemukan di kota besar. Yang pada akhirnya banyak masyarakat dari luar kota berbondong-bondong datang dan memadati tempat tersebut tanpa perancanaan yang pasti mengenai tempat kerja yang mereka dapatkan. Penduduk di wilayah Tambora,Jakarta Barat, kebanyakan berasal dari orang asli Betawi yang sejak dulu sudah tinggal di Jakarta. Namun seiring berjalannya waktu, arus migrasi terjadi sehingga mengakibatkan penambahan jumlah penduduk yang berasal dari luar pulau Jawa dan Sumatera.[12]

 

            Kepadatan penduduk di Tambora juga diakibatkan oleh semakin sempitnya lahan, karena semakin berkembangnya pembangunan di wilayah Jakarta, maka lahan yang digunakan untuk pembangunan semakin meningkat, sehingga sudah terjadi penggurusan beberapa lahan di Tambora yang hasilnya akan digunakan untuk pembangunan seperti, perkantoran,hotel, dan tempat umum lainnya. Penggusuran tersebut tentu mengakibatkan semakin sempitnya lahan, sehingga kepadatan rumah penduduk semakin terjadi dan ditambah dengan penambahan jumlah penduduk yang datang. Tercatat dalam sejarah, bahwa lahan Tamboran,Jakarta Barat menjadi salah satu pusat di ibukota Jakarta, yang menjadi salah satu tempat strategis yang mudah diakses oleh banyak masyarakat.

 

Tingginya permintaan lahan untuk tempat bermukim menimbulkan kompetisi yang tinggi sehingga terbentuklah pola-pola permukiman. Salah satu pola permukiman yang terbentuk adalah pola permukiman yang mempunyai tingkat kepadatan tinggi baik dari segi jumlah penduduknya maupun dari kerapatan bangunannya. Pada kawasan permukiman yang padat disertai dengan penurunan daya dukung lingkungan serta sarana prasarana lingkungan yang tidakmemadai menyebabkan terbentuknya permukiman kumuh (slum area).[13]

 

Masalah-Masalah Tambora: Pemukiman Terpadat se-Asia Tenggara

Kepadatan penduduk di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat menimbulkan berbagai permasalahan- permasalahan yang harus di hadapi masyarakatnya. Mulai dari rawan kebakaran hingga sanitasi yang jauh dari kata layak. Dalam Ambarwati dengan penelitian kuantitatifnya mengatakan bahwa pemukiman di Tambora masuk kedalam kriteria sebagai kumuh sedang, hal ini didasari dari rendahnya kepemilikan lahan dan bangunan yang dimana 60,2% bukan merupakan milik sendiri. Selain itu Frekuensi terjadi kebakaran di kawasan Tambora sendiri mencapai angka 3-4 kali dalam setahun sehingga masuk kategori tinggi.[14] Kebakaran yang sering terjadi di kawasan Tambora ini juga membuat Tambora dijuluki sebagai tempat “Arisan” Kebakaran. Pemukiman padat yang terjadi di Tambora juga menimbulkan krisis Air Bersih yang membuat masyarakat di kawasan Tambora, Jakarta Barat harus sangat bergantung kepada penggunaan PDAM.[15] Wilayah perkotaan yang seharusnya memiliki citra dan pemandangan kemajuan teknologi ciptaan manusia, hal tersebut tidak tergambar dalam wilayah Tambora. Gang venus RW 03 atau yang dikenal dengan wilayah tanpa Matahari di Tambora merupakan wujud nyata dari arus urbanisasi yang terus meningkat yang diiringi dengan ketidakmampuan lahan di Jakarta untuk menghadapi hal tersebut.[16] 

 

Pemerintah Jakarta sendiri sudah berusaha untuk mengatasi  permasalahan-permasalahan yang ada di kawasan Tambora, Jakarta Barat. Langkah pemerintah DKI Jakarta dalam mengatasi permasalahan yang ada sendiri salah satunya dengan membangun Rumah Susun Sederhana (RUSUNAWA) di Tambora Jakarta Barat. Rusunawa Tambora merupakan perumahan vertikal yang dibangun dan dikelola oleh Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta (Dinas Perumahan, 2008) yang berjarak sekitar 2,25 km dari Universitas Trisakti. Terdapat 4 blok rusun lama dan 3 (tiga) tower rusun baru dengan luas unit berkisar antara 18 m² hingga 30 m².[17] Pembangunan RUSUNAWA sendiri tidak serta merta menyelesaikan permasalahan yang ada di Tambora. Harga yang ditawarkan  Rusunawa  sendiri  menurut masyarakat tambora  masih  cukup mahal dan RUSUNAWA sendiri memerlukan  revitalisasi karena sudah mengalami beberapa kerusakan  di bangunannya.[18] Kebakaran sendiri juga masih sering terjadi akibat dari sistem instalasi  yang buruk, seperti pada tanggal 5 Desember 2020 terjadi kebakaran dengandugaan kerusakan instlasi listrik di Jalan Kampung Janis Rw 09, Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora.[19] Kebakaran yang terjadi  didasari  kepada  banyak warga harus mencuri listrik demi memangkas biaya  yang harus ditinggalkan, sehingga kabel-kabel yang bertebaran dapat  menciptakan potensi  kebakaran.[20] Pemerintah DKI Jakarta juga berfokus  untuk melakukan sweeping guna menertibkan kabel listrik di  Tambora.[21]  Pemerintah DKI juga menetapkan Peraturan Gubernur (PERGUB) Nomor  90 Tahun 2018 tentang  peningkatan  kualitas pemukiman Kawasan Terpadu. PERGUB ini merupakan sebuah cara dari Pemprov DKI Jakarta dalam mengatasi pemukiman kumuh dengan konsep Community Action Plan (CAP), yang dimana melibatkan masyarakat dalam pembangunannya. Anggaran Dana yang besar dalam program ini tidak memberikan banyak manfaat secara langsung kepada masyarakat Tambora. Dilansir dari Ambarvati Kecamatan Tambora, Jakarta Barat masih dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Karena tingkat pelayanan air bersih yang belum mencapai 100%, sanitasi dan drainase yang buruk, kondisi jalan yang sempit, pembuang sampah yang tidak terpadu, minimnya ruang terbuka, tingginya kepadatan penduduk, dan permasalahan lainnya yang masih ada hingga saat ini.[22]

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun