Mohon tunggu...
Nurul AuliaMijayanti
Nurul AuliaMijayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - UPNVJ Political Science Student

Hi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Masalah Permukiman Wilayah Tambora

26 Juli 2022   19:58 Diperbarui: 26 Juli 2022   19:59 2518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Teori urban rezim memberikan pemahaman bagaimana peran aktor politik yang terlibat dan bagaimana kolaborasi yang terjadi antara aktor pemerintah dan swasta dalam perkembangan suatu wilayah. Stone bahkan menyatakan bahwa efektivitas dari pemerintah lokal bergantung pada kerjasama dari aktor non pemerintah (aktor swasta maupun masyarakat) dan kombinasi antara pemerintah dan sumberdaya non pemerintah.[6]

 

Stone menempatkan kebijakan pembangunan terkait dengan konseptualisasinya tentang power sebagai sebuah produk sosial yang berasal dari pertemuan antara kekuasaan sistemik dan kekuasaan pre-emptive power. Stone menekankan adanya aspek kekuasaan pre-emptive untuk menantang hegemoni ideology sebagai sebuah penjelasan atas karakteristik rejim yang dideskripsikan sebagai “social control paradigm” dalam kaitannya dengan structuralism. Dalam pemahaman ini Stone mengajukan sebuah model produksi sosial, atau power, dimana pemerintah membutuhkan suatu penyelesaian dan melihat sekutu yang tepat untuk hal tersebut. Pandangan tersebut pada dasarnya merupakan kritik terhadap argumen yang didasarkan pada pemahaman Marxisme yang menganggap bahwa aspek pemerintahan merupakan hal yang tidak signifikan dalam sebuah masyarakat kapitalistik. Dengan demikian, perubahan terjadi bukan melalui suatu proses alterasi melainkan bagianbagian dari proses evolusi dari berbagai kooperasi. Oleh karena itu hal penting dari sebuah proses pembangunan tidak terkait dengan suatu ideologi tapi secara spesifik pada bagaimana orang mengorganisasikan diri.[7]

 

Masih menurut Stone, orang-orang mengorganisasikan diri dalam upaya untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan kecil, membandingkan incentive secara selektif, tujuan, dan penyelesaian. Sepanjang waktu, paraactor berupaya untuk merespon secara cepat peluang dan tantangan yang ada. Jika kekuasaan terkait dengan kemampuan untuk menyelesaikan sesuatu, maka menyelesaikan sesuatu akan terkait dengan suatu peluang kecil. Oleh karena itu, focus pengamatan yang penting dalam proses yang dikembangkan Stone salah satunya adalah pada proses agenda setting. Hal ini menunjukkan bahwa agenda setting merupakan titik penting yang berpengaruh segnifikan pada wujud kebijakan yang nantinya akan dihasilkan. Dalam proses tersebut, Stone menggunakan model dari Tillian tentang koherensi sosial yang rendah dimana tidak ada satupun ideology yang dominan, bahkan ketika mereka mendominasi secara politik. Dalam pemahaman ini, terdapat ruang yang sangat terbuka bagi berbagai interpretasi dan pemaknaan atas pembangunan dan kesejahteraan sebagai hal utama yang dilakukan dan ingin dituju dari suatu kebijakan pembangunan dari pemerintah, termasuk pemerintah kota.[8]

 

Teori rezim perkotaan telah menjadi paradigma dominan dalam bidang perkotaan politik dan kebijakan untuk lebih dari satu dekade. Pada awalnya konsep ini digunakan untuk menjelaskan antar sektor publik dan sektor swasta di Kota-kota Amerika yang kemudian mengalami perkembangan penggunaan sebagai alat analisis yang juga relevan digunakan untuk melihat berbagai pengaturan berbeda pada tingkat regional (Leo 1998; Clarke 1999). Konsep ini telah digunakan untuk menganalisa apa atau bagaimana berbagai kepentingan dimasukkan ke dalam pemerintahan oleh koalisi wanita (Turner 1995), isu tentang lesbian dan gay (Bailey 1999), isu tentang AfrikaAmerika (Whelan, Young, dan Lauria 1994), isu lingkungan (Ferman 1996), dan juga isu tentang kelas menengah hitam di dari Atlanta (stone 1989).6 Evolusi konsep rezim perkotaan terjadi pada berbagai aspek melalui berbagai pertanyaan-pertanyaan baru yang diaplikasikan pada berbagai bidang kehidupan di wilayah perkotaan.[9]

 

Analisis dalam teori ini memandang kekuasaan sebagai suatu hal yang terfragmentasi. Dalam hal ini rezim terkait dengan sutau pengaturan yang bersifat kolaboratif di mana pemerintah, pelaku swasta membentuk suatu pola hubungan tertentu terkait dengan adanya kapasitas memerintah yang dimiliki oleh pemerintah yang ada. Adapun alasan paling utama terjadinya fragmentasi dalam rezim adalah karena adanya pembagian kerja antara pasar dan negara (Elkin 1987).9 Dalam hal ini keberadaan rezim dalam kebijakan pembangunan perkotaan dipandang sebagai suatu sumber daya yang dibutuhkan oleh pemerintah dan juga pelaku bisnis agar memiliki legitimasi dalam menentukan proses pembuatan kebijakan. Kondisi tersebut membuat Stone (1993) menggambarkan regime teori sangat kental dengan perspektif politik ekonomi yang menolak asumsi pluralis yang memadang pemerintah sebagai otoritas yang memadai untuk membuat dan melaksanakan kebijakan secara mandiri, serta asumsi strukturalis yang menyatakan bahwa kekuatan ekonomi menentukan kebijakan.[10]

 

PEMBAHASAN
Sekilas Mengenai Tambora

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun