Namun, masalah kebijakan merupakan sebuah fenomena yang memang harus ada mengingat tidak semua kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Tak jarang kebijakan dari pemerintah itu justru menimbulkan masalah baru di dalam masyarakat. Kenyataan ini dapat dilihat dari bagaimana pemerintah dalam merelokasi masyarakat terhadap penggusuran yang terjadi di DKI Jakarta DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia telah dipadati oleh penduduknya dengan jumlah sekitar 10.187.595 jiwa. Sedangkan wilayah metropolitan Jakarta (Jabodetabek) ditempati sekitar 28 Juta jiwa dan termasuk metropolitan terbesar di asia tenggara atau urutan kedua di dunia.[1]
 Memang pada hakikatnya kebijakan terlahir untuk menertibkan pemukiman kota. Begitu pula yang dilakukan pemerintah. Pemerintah ingin menjadikan wilayah DKI Jakarta yang lebih tertata rapih dan tertib. Lalu, mengapa pemerintah ingin menertibkan permukiman kota dengan hal sedemikian rupa? Hal ini disebabkan karena pemukiman kota yang terlihat begitu kumuh bila dipandang oleh mata. Dengan begitu pemerintah berinisiatif untuk melakukan penertiban kota, dengan cara melakukan penggusuran masyarakat yang tinggal di daerah pemukiman tersebut, Pastinya masyarakat yang tinggal di daerah tersebut akan direlokasikan ke tempat yang telah dibangun oleh pemerntah DKI Jakarta yakni rumah Rusun.
 Namun, inilah kenyataannya yang terjadi di DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta sering kali melakukan kebijakan pembangunan penggusuran dampaknya masyarakat. Masyarakat yang menjadi sasaran sehingga seringkali permasalah penggusuran berakibat konflik dengan masyarakat setempat.
 Selain itu, pemerintah membolehkan alih fungsi lahan untuk kepentingan umum hal ini tercantum dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang Namun srategi pengembangan Penataan Kota harus dipersiapkan dengan matang dan memberikan solusi bagi warga terdampak. Jika memang penggusuran merupaka salah satunya cara untuk melakukan penataan ruang yang terjadi di Jakarta maka menurut International Covenant on Economic, social and Cultural Right (ICESCR) diperbolehkan namun harus memenuhi standar International.Â
Salah satu pendapat umum yang disusun oleh ICESCR adalah pendapat umum ICESCR Nomor 7 tahun 1997 tentang penggusuran paksa dan Tempat Tinggal Yang Layak (Pendapat Umum) Pada angka 16 ICESCR selaku pendapat umum menyampaikan prosedur yang sesuai untuk penggusuran adalah sebagai berikut:Â
(1) terdapat Musyawarah yang tulus bagi warga terdampak;Â
(2) pemberitahuan yang layak dan beralasan bagi warga yang terdampak sampai jadwal penggusuran yang akan dilakukanÂ
(3) informasi yang lengkap dan transfaran tentang kegunaan lahan pasca penggusuran dilakukan bagi warga terdampak
(4) apabila melibatkan sekelompok warga, kehadiran pemerintah atau perwakilannya harus hadir saat penggusuran dilaksanakan:
(5) keterbukaan informasi tentang pelaksanaan penggusuran;Â
(6) penggusuran tidak dilakukan saat hujan ataupun malam hari. kecuali disepakati oleh warga terdampak