Untukmu yang sedang Berjuang, Untukmu yang sedang Menangis, Untukmu yang merasa Hampa, Untukmu yang sedang Bersedih, Untukmu yang merasa Kecewa, Untukmu Yang tengah Termenung, dan Untuk Kalian Semua orang-orang Hebat
Anugerah Terbesar
Karya : Nur Syifa
Di sebuah kamar yang cukup besar berwarna putih krem dengan desain interior yang elegant membuat kamar itu terlihat berkelas, ditambah dangan vasilitas yang cukup lengkap membuat kamar itu seperti kamar hotel berbintang lima. Disana, terlihat seorang gadis cantik duduk di kursi dekat jendela. Terlihat jelas raut wajahnya yang sangat frustasi.
Tiba-tiba kalimat yang diucapkan oleh dokter itu mulai terngiang kembali di dalam pikirannya.
"Kami mendiaknosa bahwa Adzra mengidam penyakit kanker otak stadium tiga."
Genangan air yang semula tertahan di kedua pelupuk mata gadis yang bernama Adzra itu kini telah berhasil keluar dengan derasnya. Adzra seolah tidak ingin menerima kenyataan pahit yang menimpa hidupnya. Dengan menggunakan kedua tangannya, Adzra mulai mengobrak-abrik seisi kamar-nya.
"Kenapa semua ini harus terjadi pada ku, kenapa?" Teriak Adzra histeris.
Merasa puas dengan apa yang telah dia perbuat, dia pun duduk di kasur empuk berwarna biru muda yang senada dengan warna bajunya. Tiba-tiba, seorang wanita membuka pintu kamarnya, membiarkan wanita itu melihat keadaan kamarnya yang seperti kapal pecah dan tentunya dirinya sendiri yang terlihat sangat kacau.
"Adzra ada apa dengan kamu sayang?" Bertanya dengan nada bicara khawatir.
Wanita itu mendekat kearah Adzra, dia pegang kedua tangan Adzra, dia tatap manik mata Adzra yang memancarkan kesedihan, lalu dia usap rambut Adzra yang semakin hari semakin menipis dengan lembut.
"Sayang, kamu harus tabah, semua ini adalah takdir yang harus kamu jalani."
"Untuk apa aku dilahirkan, kalau pada akhirnya aku akan mati."
"Kamu tidak boleh berkata seperti itu, Allah memberikan cobaan ini kepada kamu untuk membuat kamu kuat, bukan menjadi orang lemah yang cepat putus asa seperti ini!"
"Kalau itu tujuannya, kenapa harus dengan penyakit ganas ini."
"Kamu tidak boleh berkata seperti itu, kita belum berusaha Adzra!"
"Sekeras apa pun aku berusaha, pasti itu tidak akan berhasil."
"Kamu tidak boleh seperti ini, mana Adzra yang dulu, Adzra yang kuat dan selalu ceria!"
Wanita yang tidak lain adalah ibu Adzra itu kemudian pergi meninggalkan Adzra. Sementara itu, Adzra hanya duduk termenung dengan apa yang telah dikatakan oleh ibunya tadi.
Keesokan harinya, sang surya mulai menampakkan sinarnya dari arah timur. Terlihat Adzra yang mulai menggeliat pelan, perlahan matanya yang bulat mulai membuka, kemudian dia bangkit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi.
Setelah beberapa menit, Adzra keluar dari kamar mandi dengan pakaian berwarna merah tua yang terkesan sederhana namun elegant yang melekat pada tubuhnya membuatnya semakin cantik.
Adzra lalu berjalan ke meja riasnya, namun, Â langkahnya terhenti saat dirinya mulai merasakan sakit yang teramat sangat mendera kepalanya. Telapak tangan Adzra mulai memegangi kepalanya, perlahan dia remas-remas kepalanya dengan jari-jari tangannya.
"Apa yang terjadi, kenapa kepalaku sakit sekali?" Kata Adzra meringis kesakitan.
Pengelihatan mata Adzra mulai buyar, matanya semakin menyipit, tanpa dia sadari dirinya telah tergeletak pingsan di lantai. Setelah sekian lama pingsan, Adzra mulai membuka matanya perlahan, setelah membuka kedua matanya dengan sempurna, Adzra menyadari bahwa di sini bukan kamarnya melainkan ruang ICU. Segera dia bangun dari tempat tidur,namun, keinginan itu ditahannya karena rasa sakit dari infus yang tertancap menembus kulit tangannya.
Sementara itu, di ruang dokter terlihan ibu Adzra dengan seorang dokter laki-laki yang sedang membicarakan sesuatu.
"Sepertinya Adzra harus segera di kemoterapi, agar keadaannya membaik, meski itu bukan jaminan agar hidupnya bisa bertahan lama."
"Apa Adzra tidak bisa menjalankan operasi dok?"
"Itu mungkin percuma, karena kanker otak yang diderita Adzra hampir memasuki stadium akhir, kita hanya bisa berdo'a kepada Tuhan agar keadaannya bisa kembali sehat!"
"Kalau itu memang yang terbaik untuk anak saya tolong segera lakukan!"
Dokter hanya mengangguk atas persetujuan yang diberikan ibu Adzra. Nampak jelas raut wajah kekhawatiran seorang ibu kepada anaknya.Ibu Adzra tidak ingin lagi kehilangan orang yang di sayanginya untuk kedua kali, setelah ayah Adzra meninggal karena penyakit kanker otak yang di deritanya kini Adzra yang mengalaminya kembali, untuk itulah ibu Adzra melakukan segala hal demi kesembuhan Adzra.
Kini ibu Adzra berjalan bersama seorang suster yang mendorong kursi roda kosong dengan kedua tangannya. Setelah sampai diruan ICU, terlihat Adzra yang sudah siuman, kepalanya menghadap ke sebelah kiri melihat pemandangan dari dalam lewat jendela rumah sakit. Adzra yang tau akan tujuan kedatangan ibunya hanya melirik sekilas, lalu mengalihkan pandanganya kembali ke arah jendela.
"Aku tidak mau menjalankan kemoterapi." Adzra berbicara di dalam hati.
"Sayang, hari ini kamu akan menjalankan kemoterapi!"
Adzra hanya diam seribu bahasa, tidak ada respon sama sekali darinya. Ibu Adzra hanya menghela nafas melihat anaknya sekarang ini, kemudian matamya mengarah kepada seorang suster yang berdiri di hadapannya. Suster yang mengerti akan tatapan ibu Adzra kepadanya, langsung menghampiri Adzra. Dengan cekatan suster itu melepas infus di tangan Adzra, lalu menopang tubuh Adzra menuju kursi roda.
Setelah sampai, Adzra melihat cukup banyak orang di tempat kemoterapi, namun ada seorang gadis yang mencuri perhatian Adzra. Gadis itu telihat kurus dan lemah, dan sehelai rambut yang sudah tidak ada lagi menempel di kepalanya. Namun, satu hal yang membuat orang itu berbeda dengan yang lain, dia terlihat bahagia di tengah orang-orang yang terlihat putusasa dangan hidup mereka. Gadis itu melihat Adzra yang sedang memperhatikannya, kemudian gadis itu tersenyum ramah kepada Adzra, Adzra yang melihat gadis itu tersenyum kepadanya kemudian membalas senyum gadis itu.  Gadis  itu menggerakkan kursi rodanya menuju Adzra. Ibunya yang melihat itu, kemudian pergi meninggalkan Adzra di ruang kemoterapi. Adzra yang menyadari ibunya pergi, langsung menolehkan kepalanya kebelakang.
"Mama mau kemana?"
"Mama ada urusan sebentar, nanti mama akan kesini lagi, kamu tenang saja ya!"
Kemudian ibunya melanjutkan langkahnya kembali. Adzra kemudian membalikkan kepalanya kembali kedepan. Adzra agak terkejut karena dihadapannya telah ada gadis itu. Gadis itu kemudian mengangkat tangannya bermaksud untuk memperkenalkan dirinya
 kepada Adzra.
"Perkenalkan namaku Nasyitha."
"Namaku Adzra."
"Senang bisa berkenalan dengan mu!"
"Iya, aku juga!"
Sejak saat itu, mereka mulai berteman. Dan semenjak berteman dengan Nasyihta,
Adzra mulai bisa tersenyum dan tertawa seperti dulu lagi. Telah seminggu mereka berteman. Di ruang kemoterapi, telihat Adzra dan Nasyitha yang duduk di kursi roda masing-masing sedang berbincang-bincang bersama.
"Syitha, kenapa kamu selalu terlihat bahagia, meski kamu mengidam penyakit leukimia?"
"Karena aku menjalankan semua ini dengan ikhlas!"
"Apa maksud kamu?"
"Kamu itu harus bersyukur kepada Allah, karena bisa merasakan apa yang namanya hidup!"
"Tapi, aku tersiksa dengan hidup yang ku jalani ini, dan mungkin sebentar lagi hidupku akan
berakhir!"
"Kenapa kamu menyerah?"
"Itu karena aku mendengar semua percakapan antar mama dan dokter yang menanganiku, dokter itu bilang kepada mamaku kalau kemungkinan hidupku tidak akan bertambah!"
"Aku saja yang divonis dokter tidak akan bisa bertahan lama lagi, tetap menjalankan
hidupku dengan bahagia!"
"Aku tidak tau lagi harus berbuat apa?"
"Kamu ini orangnya cepat putus asa, kalau begitu aku akan memberikan sebuah rahasia!"
"Rahasia apa?"
"Rahasia ini tentang hidup manusia!" Nasyitha mengecilkan suaranya.
"Hidup manusia, apa maksudmu?"
Nasyitha tidak menghiraukan perkataan Adzra, dia malah meninggalkan Adzra.
"Tunggu, kamu belum menceritakannya!" Kata Adzra sedikit berteriak.
Namun Nasyitha telah jauh meninggalkannya. Dan mana mungkin dia mengejar Nasyitha karena dia harus menjalankan kemoterapi di sini.
Semenjak kejadian itu, Adzra mulai bersemangat menjalankan hidupnya, meski dia harus menjalankan kemoterapi setiap hari. Tidak terasa telah tiga tahun Adzra menjalani kemoterapi. Keadaannya semakin membaik, bahkan dokter mengatakan bahwa Adzra telah sembuh dari penyakitnya. Kini Adzra terlihat duduk di kursi taman rumah sakit. Terlihat wajah cerahnya yang nampak bahagia dengan senyum merekah di bibirnya.
"Sekarang aku telah mengerti Nasyitha apa yang ingin kamu bicarakan dengan ku dulu, terimakasih karena kamu telah mengajarkan ku tentang hidup, meski kini kamu sudah tiada, tapi aku akan selalu mengenangmu! Ya Allah, aku bersyukur karena Engkau memberikan ku cobaan ini, berkat Engkau aku telah mendapatkan banyak pelajaran tentang hidup ini. Aku akan menjalankan hidupku sebaik mungkin, karena hidup merupakan anugerah terbesar yang Engkau berikan kepadaku!" Adzra berbicara di dalam hatinya.
**Assalamualaikum Warahmatullahiwabarakatuh
Hai teman-teman pembaca ini pertama kalinya saya mengupload karya saya disini untuk itu saya dengan terbuka menerima kritik dan saran dari kalian terhadap karya yang saya tulis ini dan terimakasih atas waktu yang kalian luangkan utuk melihat dan membaca karya saya
#LoveYourSelf #LoveMySelf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H