"Sayang, kamu harus tabah, semua ini adalah takdir yang harus kamu jalani."
"Untuk apa aku dilahirkan, kalau pada akhirnya aku akan mati."
"Kamu tidak boleh berkata seperti itu, Allah memberikan cobaan ini kepada kamu untuk membuat kamu kuat, bukan menjadi orang lemah yang cepat putus asa seperti ini!"
"Kalau itu tujuannya, kenapa harus dengan penyakit ganas ini."
"Kamu tidak boleh berkata seperti itu, kita belum berusaha Adzra!"
"Sekeras apa pun aku berusaha, pasti itu tidak akan berhasil."
"Kamu tidak boleh seperti ini, mana Adzra yang dulu, Adzra yang kuat dan selalu ceria!"
Wanita yang tidak lain adalah ibu Adzra itu kemudian pergi meninggalkan Adzra. Sementara itu, Adzra hanya duduk termenung dengan apa yang telah dikatakan oleh ibunya tadi.
Keesokan harinya, sang surya mulai menampakkan sinarnya dari arah timur. Terlihat Adzra yang mulai menggeliat pelan, perlahan matanya yang bulat mulai membuka, kemudian dia bangkit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi.
Setelah beberapa menit, Adzra keluar dari kamar mandi dengan pakaian berwarna merah tua yang terkesan sederhana namun elegant yang melekat pada tubuhnya membuatnya semakin cantik.
Adzra lalu berjalan ke meja riasnya, namun, Â langkahnya terhenti saat dirinya mulai merasakan sakit yang teramat sangat mendera kepalanya. Telapak tangan Adzra mulai memegangi kepalanya, perlahan dia remas-remas kepalanya dengan jari-jari tangannya.