Perasaan Hasrul campur aduk. Iri dan gembira. Gembira akan prospek pekerjaan barunya, pekerjaan pertama di kota Jakarta selepas wisuda sarjana enam bulan lalu di sebuah universitas negeri di pulau Sumatra.
Ya, Bang Tohang menawarinya bergabung. Ya Tuhan, terima kasih!
Baca Juga: Menulislah Seikhlas Buang Hajat
"Nunik, sekarang kita bisa kawin," bisik Hasrul pada angin sore.
Pemuda berwajah oriental yang ia gasak dompetnya tadi ternyata rejeki nomploknya hari ini. Angannya melayang tinggi.
Uang ini cukuplah untuk biaya pernikahan sederhana di rumah orang tua Nunik. Cukup undang tetangga dan teman dekat, tidak perlu undang organ tunggal seperti kebiasaan di kampungku sana bila ada hajatan pernikahan.Â
Hari ini Hasrul janji menjemput Nunik, sang bidadari, di tempat kerjanya, sebuah gedung lembaga internasional. Ia bukan staf administrasi apalagi diplomat. Tapi hanya petugas cleaning service.Â
Tapi setidaknya lebih terhormat daripada aku, desah Hasrul resah.
Tepat pukul 16.30, Nunik pulang kerja.
Baca Juga: Cinta dalam Semangkuk Mi
Tepat pukul 16.30.