Gantian lima puluh ribuan yang keluar. Ia tersenyum dan lantas berlalu. Tanpa surat tilang.
Aku mendengus.
Gerimis. Titik-titik hujan menimpa kepalaku yang telanjang. Aku mendongak. Tepat di atas kepalaku, rambu lalu-lintas dengan huruf  "S" bersilang.
Ah, sudahlah, toh aku sudah menebus dosa itu pada polisi tadi!
Pukul 16.26 WIB.
Aku menunggu di bawah kaki JPO. Bersama si tua motorku.
Baca Juga: Belajar Memahami ala Jenderal Nagabonar
Jalan raya ibu kota.
Hasrul bergegas turun dari bis kota. Gerimis segera menerpa wajahnya.
Ia bersiul-siul menenteng sebuah ponsel bagus dan menepuk-nepuk saku celana jeans yang memuat segepok uang.
Ia terpaksa begini karena, meskipun sarjana, kampung halamannya tak berkompromi dengan ijazahnya. Ia pun asing dengan cangkul dan arit seperti pekerjaan bapaknya yang buruh tani di sawah orang.