Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Contoh "Storyline" dan Skenario Sinetron Komedi (Sitcom)

19 Januari 2021   23:36 Diperbarui: 19 Januari 2021   23:49 5318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster sitkom The Coffee Bean Show/Sumber: melviyendra.wordpress.com

Sebelum berkecimpung secara purnawaktu (full-time) sebagai penerjemah dokumen hukum (legal translator) sejak 2010, saya pernah menjadi penulis skenario (scriptwriter) atau anggota tim kreatif dalam sebuah sinetron komedi (sitkom) atau sitcom (situation comedy) pada 2007 di bawah naungan Aris Nugraha Production (ANP) yang dipimpin oleh sutradara Aris Nugraha.

Familiar dengan nama rumah produksi tersebut?

Ya, ANP adalah nama PH (Production House) atau rumah produksi yang memproduksi sinetron-sinetron komedi yang saat ini tayang yakni Preman Pensiun dan Tukang Ojek Pengkolan (TOP). Sebelumnya antara lain ada Gober, Bike Boyz, Awas Ada Copet, dan, yang paling fenomenal, Bajaj Bajuri pada kurun waktu 2002-2007.

Saat itu, sebagai yunior dalam penulisan skenario (scriptwriting), saya mendapat tugas membuat skenario sitkom The Coffee Bean Show (TCBS) yang tayang di Trans TV sejak 2007 dengan disponsori salah satu kedai kopi jenama (brand) internasional. 

Sinetron TCBS yang berdurasi 30 menit itu tayang setiap Ahad pukul 18.30 WIB. Serial sitkom itu sendiri mengulik permasalahan serta konflik dalam sebuah kedai kopi antara barista, pihak manajemen serta para pelanggannya yang beranekaragam. Para pemainnya antara lain Shareefa Daanish, Meisya Siregar, Uya Kuya, Tika Putri, David Chalik, David Alexandre, Ratna Galih, dan Hamka Siregar

Sementara para anggota tim kreatif (scriptwriter) TCBS adalah Nursalam AR, Sokat Rahman, Melvi Yendra (sekarang penulis skenario sitkom Amanah Wali), Sakti Wibowo, Dodi Sanjaya (sekarang sutradara TOP), Dewi Sartika (novelis pemenang Sayembara Novel DKJ), Pritha Khalida, Erwina Azwir, Erike Yuliartha, Diani Citra (sekarang doktor komunikasi di Amerika Serikat), Alia Deviani, dan Lili Nurfalah.

Singkat cerita, untuk membuat naskah skenario untuk durasi tayang 30 menit, diperlukan 4-5 halaman ketik draf skenario dengan spasi 1 dan font Tahoma 10. Itu pun tidak selalu draf awal disepakati untuk dijadikan naskah final. Belum lagi, di lapangan, naskah final biasanya cenderung akan mengalami penambahan atau improvisasi dari sutradara sebagai eksekutor akhir.

Dan, jauh sebelumnya, sebelum disepakati (berdasarkan rapat tim dan sutradara) untuk dibuat sebagai skenario, harus ada storyline berdasarkan ide cerita masing-masing anggota tim kreatif. Storyline pun diadu dan diuji dalam rapat tim agar lolos untuk dilanjutkan menjadi sebuah skenario.

Jadi, membuat naskah cerita atau skenario sinetron tidaklah sesingkat Anda menontonnya di layar kaca. Juga tidak semudah Anda menulis catatan harian di diary pribadi bergembok. 

Ada keringat dan curahan pikiran yang ditumpahkan di dalamnya, termasuk debat keras dalam rapat tim yang bisa berlangsung seharian.

Sekadar berbagi pengalaman, berikut saya sertakan contoh storyline dan draf skenario sitkom TCBS yang pernah saya buat berjudul "Perlente vs Fakir". 

Dalam perjalanan sitkom TCBS (2007-2009), episode yang tayang berdasarkan skenario saya ini termasuk dalam lima episode awal yang ditayangkan. Dan pemeran utama atau tokoh protagonis adalah almarhum Bob Sadino, sang taipan nyentrik yang kemana-kemana selalu bercelana pendek. Termasuk juga ketika menemui Presiden Soeharto di Istana Negara. Terlebih lagi saat syuting sitkom ini.

Oh ya, ada dua catatan yang perlu diketahui. 

Pertama, draf skenario ini adalah draf kedua, bukan draf final. Draft awalnya berjudul "Don't Judge The Book by Its Cover" sebelum akhirnya diubah berdasarkan rapat tim kreatif. 

Yang kedua, istilah "INT" dalam skenario adalah kependekan dari INTERIOR, yang berarti adegan dilakukan di dalam ruangan atau studio (indoor). Sementara EXT adalah EXTERIOR yag mengacu pada pengambilan gambar di luar ruangan atau studio (outdoor).

Storyline "PERLENTE VS FAKIR"

Seorang anak ABG berpakaian trendy (Tiana) sibuk menelepon. Namun terlihat kesal karena hp-nya low battery.

Datang seorang laki-laki tua berkaos oblong, bercelana pendek dan bersendal jepit (Pak Yan) memasuki kafe Coffee Bean. Ia tidak langsung memesan minuman tetapi duduk di sofa sambil celingak-celinguk.

Malissa dengan sinis meremehkan bertanya apakah Pak Yan tidak salah masuk ke kafe Coffee Bean, dan bukan mestinya ke warung kopi. Pak Yan hanya tersenyum dan bilang bahwa ia hanya sedang menunggu seseorang.

Kemudian datang sopir Pak Yan yang berpakaian safari keren membawakan HP Pak Yan dan ada telepon penting dari seorang pejabat. Dari obrolan dengan pejabat tersebut, terungkap betapa kayanya Pak Yan. Malissa jadi ternganga.

Dari toilet keluar Tiana yang memarahi ayahnya karena telat menjemput. Pak Yan menjelaskan ia sudah menghubungi Tiana namun hp Tiana low batt.

Malissa minta maaf, dan Pak Yan tersenyum memaafkan. Ia pun menyilakan Malissa memesan minuman dengan biaya Pak Yan.

Draf skenario "PERLENTE VS FAKIR"

EPISODE    :   

JUDUL        :    PERLENTE VS FAKIR

PENULIS     :    NURSALAM AR



INT. COFFEE BEAN - SIANG


Tiana, anak ABG berpakaian trendy, sibuk menelpon sambil mondar-mandir. Ia tampak gelisah.


          Tiana                : Duh, Papi sibuk amat sih! HP pake low batt lagi!


Tiana bergegas ke toilet. Namun langkahnya terhalang Malissa yang mengagumi gaya pakaiannya.


          Malissa             : Duh, keren banget baju kamu. Beli di mana?

          Tiana                : Kebelet nih!

          Malissa             : Emang ada pasar kebelet? Baru tahu saya.


Tiana mendengus kesal. Lantas masuk ke toilet.



INT. COFFEE BEAN -- SIANG


Seorang lelaki tua berkaos oblong, bercelana pendek dan bersendal jepit (Pak Yan) masuk ke kafe Coffee Bean. Ia langsung duduk di sofa sambil celingak-celinguk. Malissa menatap sinis.


          Malissa             : Nggak salah masuk, Pak?


Pak Yan menatap Malissa, dan tersenyum cuek.


          Pak Yan            : Ini Coffee Bean kan?

          Malissa             : Betul. Tapi bukan warung kopi! Bapak salah masuk kali!

          Pak Yan            : Kalau ini Coffee Bean berarti saya benar masuk ke sini.


Malissa tambah sinis.


          Malissa             : Emang bener ini Coffee Bean, Pak. Bapak mau apa sih? Ini tempat elit lho!

          Pak Yan            : Saya cuma lagi nunggu anak saya.

          Malissa             : Nunggu anak? Nunggu majikan kali yee...!


Pak Yan tersenyum santai.


          Malissa             : Tapi kok ada sopir setua bapak ya? Bapak tukang kebonnya ya?



INT. COFFEE BEAN -- SIANG


Jajang, sopir Pak Yan yang bersafari keren, masuk ke kafe Coffee Bean. Ia langsung menghampiri Pak Yan seraya menyodorkan HP Communicator seri terbaru.


          Jajang              : Maaf, Pak, ada telepon dari Pak Menteri.


Malissa mencibir.


          Malissa             : Pak Menteri? Pak Mantri kali!


Pak Yan cuma tersenyum, dan menjawab telepon tersebut.


          Pak Yan            :  Halo, Pak Menteri! Guten morgen. How are you? (jeda). Ya, saya baik-baik saja (jeda). Pasti nanti saya datang ke undangan bapak. Eh, sebentar, Pak Menteri! Wait a minute.


Pak Yan menengok ke arah Malissa lalu bergeser menjauh.


          Malissa             :  Uh, dasar tukang kibul! Pasti bohong tuh! Sok pake ngomong bule lagi!


Malissa menengok ke arah Jajang. Pandangannya menyelidik.


          Malissa             :  Kamu apanya pak tua itu?

          Jajang              :  Saya sopirnya. Itu Pak Yan. Dia pengusaha lho, Mbak.


Malissa mencibir.


          Malissa             :  Pengusaha kok bajunya butut. Jangan bercanda deh. Hari gini masih pake akal-akalan basi. Itu tadi hp kamu kan?

          Jajang              :  Bukan, Mbak.

          Malissa             :  Lalu tadi hp siapa? Hati-hati lho kasih pinjam hp mahal ke orang tua kere. Kalo rusak, nggak bisa ganti nanti! Mending kasih hp yang seumuran dia aja. Dijamin aman deh.

          Jajang              :  Itu hp punya Pak Yan sendiri kok.


Malissa tambah mencibir.


          Malissa             : Beli baju aja dia nggak mampu. Masak sih kuat beli communicator?

          Jajang              :   Ya udah kalo nggak percaya.

          Malissa             :  Tapi saya maklum kok kalo kamu bohong. Namanya juga orang tua. Sekali-kali diseneng-senengin nggak papa kali ya.


Jajang garuk-garuk kepala.



INT. COFFEE BEAN -- SIANG


Tiana keluar dari toilet. Ia langsung menghampiri Pak Yan yang masih menelepon.


          Tiana                : Papi! Kemana aja sih!


Malissa tersentak kaget mendengar panggilan Tiana. Pak Yan masih sibuk menelpon. Ia tidak menghiraukan Tiana.


          Pak Yan            : Oke, Pak Menteri. (jeda) Tenang, saya kan pembayar pajak yang baik. Bisnis ayam potong, ritel, kebun sayur, peternakan sapi dan supermarket saya kan alhamdulillah masih jalan. Pabrik sosis dan ham juga. Terus masih ada biro travel dan perusahaan promosi...

          Tiana                :  Papi!


Pak Yan menengok ke arah Tiana sambil meneruskan menelepon.


          Pak Yan            :  Doakan saja. Insya Allah tahun depan pajak saya lebih besar lagi (jeda). Oke, Pak Menteri. Sampai ketemu!


Pak Yan menutup telepon. Tiana cemberut.


          Tiana                :  Papi tega ih! Kok lama sih jemput Ana! Papi kan udah janji mau anter Ana ke toko buku sejak sejam yang lalu!

          Pak Yan            :  Maaf, Honey. Papi kan sudah telpon kamu berkali-kali. Tapi hp-mu mati. Iya kan?


Tiana mengangguk dengan berat. Sementara Malissa tampak heran.


          Malissa             :  Eh, kamu nggak salah panggil nih? Sopir kok dipanggil Papi. Akrab amat sih!

          Tiana                : Jangan sembarangan ya! Ini papiku tau! Masak sih nggak kenal Yan Hariwijaya?!


Malissa menggeleng dengan pandangan tolol.


          Malissa             : Nggak tuh? Siapa sih? Bintang film tempo dulu? Nama pahlawan nasional?

 

Jajang menyela sambil menunjuk ke arah Pak Yan.


          Jajang              : Ya, Yan Hariwijaya ya ini!


Malissa mendelik marah.


          Malissa             : Maksud saya siapa itu Yan Hariwijaya?

          Jajang              : Aduh, si Eneng ini kok lieur euy. Yan Hariwijaya ya bapak ini, majikan saya. Paham?!

          Tiana                : Iya nih, nggak gaul banget. Tahu Kamp Chicko nggak?!

          Malissa             : Supermarket besar itu kan? Ya, tahu dong. Saya kan pelanggan di situ. Itu tempat elit lho!

          Tiana                :  Nah, itu punya bapak ini!


Pak Yan tersenyum, dan menengahi perdebatan, seraya memeluk Tiana.


          Pak Yan            : Sudah, sudah. Ya, saya, Yan Hariwijaya. Kamp Chicko dan semua cabangnya memang saya yang punya. Dan saya juga ayahnya gadis cantik ini. She is so beautiful, right?


Malissa ternganga sambil melihat ke arah Tiana.


          Malissa             : Lho, jadi ini bener papimu?


Tiana mengangguk dengan senyum bangga.


Malissa kemudian melihat ke arah Jajang.


          Malissa             : Dan ini benar majikanmu?

          Jajang              : Betul. Untuk kedua kalinya, saya jawab saya sopirnya.


Malissa tampak memerah mukanya. Ia kemudian melihat ke arah Pak Yan.


          Malissa             : Dan benar bapak ini Pak Yan Hariwijaya?


Pak Yan menggangguk sambil tersenyum.


          Tiana + Jajang  : Ya, iyalah!


Malissa dengan wajah malu mencium tangan Pak Yan berkali-kali. Tapi kemudian ia bersin berkali-kali. Pak Yan membaui tangannya sendiri.


          Pak Yan            : Oh, maaf. Tadi saya buru-buru ke sini. Habis kasih pupuk tanaman. Belum sempat cuci tangan.


Dengan wajah setengah masam, Malissa tersenyum paksa.


          Malissa             :  Tidak apa-apa kok. Saya yang minta maaf. Saya bener-bener deh nggak tahu kalo bapak orang kaya.

          Pak Yan            :  It's okay. No problem. Saya maklum. Yuk, silakan kamu pesan makan-minum. Zonder bayar. Saya yang tanggung. Itung-itung tanda perkenalan.


Malissa berubah girang.


          Malissa             : Asyik!!


Malissa kemudian melihat penuh harap ke arah Pak Yan.


          Malissa             : Tapi nanti boleh nambah kan?


Pak Yan, Tiana dan Jajang saling bertatapan.

Jagakarsa, 19 Januari 2021

         

Baca Juga: https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/5f7dba15d541df594d67f382/kiat-membuat-tulisan-yang-membumi?page=all

         

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun