Tiba-tiba Reva bertanya.Â
"Ulang tahunku kapan ya, Kak?" Reva memandang Rizki seolah menanti jawaban.
"Ulang tahunmu kan sepuluh Desember, Dik." Mata Rizki tak lepas menatap adiknya.
"Masih lama tidak?" tanya Reva lagi.
"Tidak juga. Sekitar sebulan lagi," jawab Rizki.
"Aku ingin ulang tahunku dirayakan seperti Boim juga, Kak." Reva berkata sambil memandangi wajah Rizki penuh harapan. Kakak yang baik hati itu tak tega melihat adiknya memelas kasihan.
"Nanti kita bilang sama bapak dan ibu ya, Dik," jawabnya menenangkan hati sang adik.
"Iya," balas Reva.
Setahuku, bapak Rizki hanyalah seorang buruh kupas udang yang upahnya tak seberapa. Sedang ibunya membantu bekerja setengah hari di koperasi pasar. Rasanya, selama ini ulang tahun Reva belum pernah dirayakan.
"Uang dari mana, Nak? Kamu tidak perlu ikut-ikutan orang kaya. Boim kan anaknya Pak Haji Darma juragan ikan yang jumlah perahunya saja ada dua belas." Ucapan ibu Rizki itu sudah kuduga sebelumnya.
"Iya, Nak. Bapak dari mana bisa mengadakan pesta ulang tahun? Untuk biaya makan saja belum tentu cukup," imbuh bapak Rizki.