"Heran, kalian sepertinya saling mencintai tetapi malah putus. Mengapa tidak berjuang untuk mendapatkan restu?" cecarku.
"Aku masih berjuang tetapi Aletta yang memutuskan untuk menyerah."
"Dia mengajakmu kawin lari ." Aku mulai meradang.
"Nekad itu namanya. Restu orang tua itu penting. Hanya perlu waktu."
"Jadi kamu masih cinta sama Aletta?"
Pemuda beralis tajam itu tidak menjawab. Ia mengaduk es lalu menyeruputnya pelan. Setelah mengambil napas panjang ia bertanya "Apa cinta itu menurutmu, Â Melody?"
"Eum ... bagaimana ya? Cinta itu perasaan saling tertarik antara perempuan dan laki-laki. Perasaan itu membuat mereka merencanakan untuk hidup berdua dengan menikah, punya anak, membina keluarga sakinah mawaddah wa rohma."
Samsul tersenyum. "Pernah mendengar cerita Cinderella? Atau Putri Salju?" tanyanya.
"Pernahlah. Aku baca bukunya juga nonton filmnya berkali-kali. Ketika kecil dulu aku pengin seperti Putri Salju,sayangnya kulitku coklat  tidak seperti Aletta yang putih ."
"Cinta yang kamu bilang itu ceritanya sama seperti dongeng putri kerajaan yang selalu diakhiri dengan kalimat "They lived happily ever after". Sepertinya segala permasalahan hidup selesai dengan menikah. Masalah sebelum menikah seperti uang kontrakan, uang makan, uang belanja, soal pekerjaan, hubungan dengan orang tua, pengaturan waktu dan sebagainya itu, apa selesai dengan menikah?"
Lho ... lho ... aku kok gak pernah mikir sejauh itu ya. Mungkin Aletta juga.