Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya mau dihukum apa saja, asal jangan menulis, Bu

2 Januari 2025   13:32 Diperbarui: 2 Januari 2025   13:32 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya sedang membereskan box penitipan hape ketika Azara dengan muka cemas menghampiri saya.

"Damar tidak masuk, Bu," katanya. Napasnya sedikit memburu seperti menahan emosi."Kelompok kami tidak bisa tampil tanpa Damar," lanjutnya.

Hari ini ada pementasan teatrikal dalam rangka penutupan P5 tahap satu. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila kali ini bertema Bangunlah Jiwa dan Raga dengan topik Stop Bullying. Dari kegiatan ini anak-anak diharapkan dapat menunjukkan aklhak kepada sesama manusia untuk tidak melakukan perundungan/bullying. Kegiatan akhir adalah membuat konten kreatif anti bullying.

Saya memtuskan ke rumahnya karena lima panggilan saya ke nomornya dan lima panggilan ke nomor orangtuanya tidak dijawab.

Ternyata Damar sedang tidur. Ibunya dengan ramah mempersilahkan saya masuk sampai ke kamarnya.

"Itu bu, sampai capek saya membangunkannya ,sudah dijewer, sudah diobrak-obrak, sudah tak ciprati air. Memang ndableg anaknya." Ibunya tampak sangat jengkel.

 Saya singkap selimutnya, saya yakin Damar pura-pura tidur. Ia bergeming meski saya gelitik pinggang dan telapak kakinya.

"Damar tidak mau bangun? Hari ini  pentas P5 , bagaimana raport P5 mu jika hari ini tidak ikut gelar karya?" tanya saya.

Dia diam.

"Damar! Oke kalau memang tidak mau masuk hari ini, sini tak foto jadi bukti bila ibu sudah kesini dan kamu abaikan."

Cekrek! Saya dapat fotonya.

Besoknya Damar masuk. Sikapnya biasa saja, seperti tak ada masalah, dia datang, salim kepada saya sambil senyum-senyum.

Setelah mengajar di jam pertama dan kedua, saya memanggilnya ke ruang konseling.

Saya menyodorkan buku tatib untuk diisi.

"Hari ini  kamu tidak usah masuk kelas, ini ada tugas menulis surat Yasin beserta artinya. Hanya boleh istirahat waktu sholat saja."

"Waduh banyak sekali Bu. Saya disuruh lari atau push up 50 kali saja bu," tawarnya.

"Lho kan sudah pernah kamu disuruh lari keliling lapangan 10 kali pas terlambat 10 menit." Lapangan di sekolah kami luasnya setengah lapangan basket.

"Jalan jongkok saja , Bu " Damar menggaruk rambut setengah keritingnya.

"Sudah pernah juga pas kamu kabur dari sholat Dhuhur." Saya menunjuk halaman di buku tatibnya.

"Waduh, yang lain saja Bu, pokoke gak nulis." Suaranya memelas.

"Namanya pelajar yo nulis yo baca, kalo petani itu macul di sawah, nelayan mencari ikan. Sudah gak usah nawar , ndamg ditulis, nanti waktu istirahat ibu lihat."

Saat ustirahat saya mendapati Damar di kantin.

"Sudah selesai?"

Ia mengangguk lalu menunjuk pada kertas  di meja guru.

Saya membaca untuk memeriksa dan tahulah saya bahwa si ganteng ini menulis ayat dengan meloncat-loncat. Ayat satu  sampai 10 lalu loncat ke  ayat  20 dan seterus nya.

Jangan ditanya bagaimana perasaan say a. Dada ini siap meledak.

"Ulang lagi nulisnya."

Ucapan tegas saya menghalanginya untuk mendebat. Ia kembali ke bangkunya untuk menulis lagi. Sampai jam pulang ia belum menyelesaikan tugasnya.

"Damar boleh pulang, tapi besok harus mengumpulkan tulisan surat Yasin nya dua kali."

Ia pulang, langkahnya terlihat berat dan tampak tidak peduli dengan ajakan teman-temannya untuk hujan-hujanan.

Menghukum siswa  sekarang ini rasanya ngeri  karena kini profesi guru sangat rentan. Kuliahnya mahal, kesulitan jadi PNS, gajinya memprihatinkan ditambah bayangan ketakutan dilaporkan ke polisi oleh orang tua siswa.

Dari media sosial Instagram, saya menemukan unggahan dari akun @zonamahasiswa.id yang melampirkan rentetan kasus guru yang dilaporkan orang tua siswa ke polisi. Antara lain, Sambudi (dilaporkan gara-gara mencubit siswanya karena tidak mau salat berjamaah), Zaharman (matanya diketapel orang tua siswa yang tidak terima anaknya dimarahi karena merokok), Khusnul Khotimah (dilaporkan gara-gara dianggap lalai menjaga siswanya saat olahraga hingga cedera), dan yang paling baru adalah kasus yang menimpa Supriyani.

Apakah guru boleh menghukum siswa ?

Tentu saja boleh. Tujuan pemberian hukuman dalam pendidikan adalah untuk menyadarkan siswa jika telah melakukan kesalahan atau melanggar peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Meskipun demikian, pemberian hukuman tidak boleh dilakukan dengan semena-mena. Ada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemberian hukuman bahkan ada yang diikuti dengan ancaman hukuman pidana.

Menurut Ki Hajar Dewantara ada tiga poin yang harus diperhatikan tentang pemberian hukuman pada siswa .

 

Pertama, hukuman yang diberikan harus selaras dengan kesalahannya. Sebagai contoh, jika siswa mengotori ruangan kelas, maka hukumannya adalah menyapu. Atau jika siswa merusak atau memecahkan benda di kelas, maka hukumannya adalah menggantinya tanpa perlu menambahkan hukuman fisik seperti menjewer atau menampar siswa. Mengapa? Karena hal tersebut dapat disebut sebagai hukum penyiksaan.

Kedua yang disampaikan Ki Hajar Dewantara tentang hukuman adalah adil. Guru menghukum siswa harus bersifat adil. Hukuman diberikan kepada siapapun yang melakukan kesalahan atau pelanggaran. Tidak peduli latar belakang orang tua siswa. Pemberian hukuman yang dilakukan secara subyektif berpotensi menimbulkan kecemburuan dan guru akan dinilai pilih kasih.

Ketiga adalah hukuman harus segera dilaksanakan. Maksudnya adalah hukuman atau sanksi diberikan saat kesalahan terjadi. Jangan menunda-nunda karena selain akan kehilangan moment pentingnya, hal ini bertujuan untuk menghindari rasa lupa dan siswa langsung menyadari apa kesalahannya.

Bagaimana caranya?

Supaya hukuman atau sanksi sebagai hukuman yang mendidik, maka Guru harus memperhatikan tiga hal berikut ini:

1. Hukuman harus dapat memberikan efek jera

Setelah melaksanakan hukuman, diharapkan siswa tahu dan menyadari kesalahan yang telah diperbuat sehingga bisa diperbaiki dan tidak akan terulang di masa yang akan datang. Orang tua juga perlu diajak berkomunikasi karena harus memberikan pendampingan sehingga hal yang dilakukan di sekolah sejalan dengan yang dilakukan di rumah.

2. Hukuman bersifat edukatif atau mendidik

Artinya adalah dalam pemberian hukuman tersebut harus ada arti yang berguna bagi siswa. Hukuman di sini sebagai alat untuk meningkatkan kedisiplinan harus dapat meninggalkan pesan bagi siswa. Jangan sampai hukuman hanya untuk memuaskan guru dan tidak mengajarkan apapun kepada siswa.

3. Hukuman tidak boleh mempermalukan siswa

Hukuman yang diberikan bertujuan untuk langkah pendisiplinan, bukan untuk mempermalukan siswa. Hukuman tidak boleh menurunkan martabat siswa karena dikhawatirkan siswa tidak akan menyadari kesalahannya melainkan memiliki trauma yang membahayakan psikologisnya. Misalnya sanksi terhadap siswa yang tidak jujur adalah dengan meminta siswa berdiri di depan kelas dengan papan atau tulisan "tidak jujur." Hal seperti ini sebaiknya dihindari. Jika ada siswa yang tidak jujur berikan konsekuensi yang membuat siswa benar-benar sadar kesalahannya.

Kunci pemberian hukuman mendidik yang tepat untuk anak adalah komunikasi dan konsistensi. Ajak siswa bersepakat membuat peraturan dan sanksi apa saja yang akan diberikan jika peraturan tersebut dilanggar. Kemudian adalah konsisten. Guru dan siswa harus memastikan semua pihak melakukan kesepakatan yang diberikan. Dengan demikian siswa semua siswa akan selalu patuh dan proses pembelajaran karakter baik berjalan dengan lancar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun