Besoknya Damar masuk. Sikapnya biasa saja, seperti tak ada masalah, dia datang, salim kepada saya sambil senyum-senyum.
Setelah mengajar di jam pertama dan kedua, saya memanggilnya ke ruang konseling.
Saya menyodorkan buku tatib untuk diisi.
"Hari ini  kamu tidak usah masuk kelas, ini ada tugas menulis surat Yasin beserta artinya. Hanya boleh istirahat waktu sholat saja."
"Waduh banyak sekali Bu. Saya disuruh lari atau push up 50 kali saja bu," tawarnya.
"Lho kan sudah pernah kamu disuruh lari keliling lapangan 10 kali pas terlambat 10 menit." Lapangan di sekolah kami luasnya setengah lapangan basket.
"Jalan jongkok saja , Bu " Damar menggaruk rambut setengah keritingnya.
"Sudah pernah juga pas kamu kabur dari sholat Dhuhur." Saya menunjuk halaman di buku tatibnya.
"Waduh, yang lain saja Bu, pokoke gak nulis." Suaranya memelas.
"Namanya pelajar yo nulis yo baca, kalo petani itu macul di sawah, nelayan mencari ikan. Sudah gak usah nawar , ndamg ditulis, nanti waktu istirahat ibu lihat."
Saat ustirahat saya mendapati Damar di kantin.