Selain itu, suamiku berharap kondisinya akan segera membaik dan dapat membersihkan rumput-rumput itu seperti biasanya. "Bu, coba tanyakan ke Bu Sri, berapa upah Pak Ri, kalau membersihkan rumput?" kata suamiku suatu hari, saat dia sudah benar-benar tidak sanggup membersihkan rumput sendiri.Â
Padahal, sudah beberapa kali kuanjurkan. Ya, begitulah awal mula aku dan suamiku mengenal Pak Ri, sosok pendiam yang senantiasa menekuni pekerjaannya.
Kini, pekerjaan membersihkan rumput beralih ke Pak Ri. Namun, sekali minta tolong Pak Ri, jadi ketagihan. Setiap halaman kotor penuh rumput, kami selalu minta tolong Pak Ri untuk membersihkannya.Â
Karena selain awet bersih, itung-itung menolongnya memberi pemasukan. Dengan demikian, secara tidak langsung juga membantu Pak Ri agar dapurnya tetap ngebul.
Suatu hari, rumput-rumput di halaman rumahku mulai meninggi, maklum sudah mulai musim hujan, sehingga pertumbuhan rumput sangat cepat. Setiap kali berangkat mengajar atau keluar rumah untuk keperluan lain, aku tak lupa selalu memperhatikan sekeliling, siapa tahu ada Pak Ri di sekitar tempat yang kulewati.Â
Sebab biasanya, ada saja tetangga di sekitar rumahku yang minta bantuan Pak Ri  untuk membersihkan halaman bahkan pekarangan rumahnya. Namun, sudah beberapa hari, bahkan berminggu-minggu tak tampak ujung topi laken warna hitam yang biasa digunakan Pak Ri.Â
Ketika kutanyakan ke beberapa tetangga yang biasa memanfaatkan jasanya, juga tidak ada yang tahu. "Ah...kemana ya, Pak Ri...?" pikirku sambil  menebak-nebak.
Sedang rumput di halaman rumahku semakin meninggi. Akhirnya dengan mencari sela waktu di tengah-tengah  kesibukannya, suamiku mengajak anak-anakku untuk mencabuti rumput sendiri.
***
Siang itu terasa sangat terik. Seluruh tubuhku terasa lungkrah, kepala berat karena harus berjalan kaki di bawah panasnya terik matahari siang sepulang dari mengajar, lantaran tidak menemukan ojek, transportasi yang biasa kugunakan setiap berangkat dan pulang ke dan dari jalan besar.
Aku berjalan dengan menundukkan kepala untuk menghindari terpaan panas sinar matahari di wajahku. Begitu sampai di tikungan sebelah rumahku, kuangkat wajahku, dan....deg...!! Laki-laki bertopi laken dengan sabit kecil di tangannya, duduk merunduk di bawah teras rumahku. "Pak Ri....!" teriakku dalam hati.