Aku bukan tipe yang suka mencari keributan di depan orang banyak, dengan tatapan netra yang seandainya bisa aku ingin menelan Bang Azam saat ini, penjelasan apa yang akan diberikannya atas semua yang dilakukannya dibelakangku selama ini, seandainya aku bukan seorang guru yang tidak memperdulikan etika sudah tentu aku akan mengamuk bagai singa yang diganggu kedamainya tapi aku memilih berlari sambil menghapus air yang turun deras membanjii pipiku.
Mobil merahku, seperti warna darah yang kini membanjiri hatiku berjalan laju menuju pantai, ya pantai satu -- satunya tempat jika aku merasa kecewa atau lelah dengan kehidupan ini.
Aku menghempaskan badanku tidak menghiraukan bajuku akan kotor atau tidak yang penting sekarang ini aku merasa perkahwinanku sudah dikotori oleh Bang Azam.
Entah berapa lama aku merenungi nasib pernikahanku, azan magrib berkumandang. Aku mengangkat badanku menuju mobil yang hanya tinggal sendirian tanpa ada kawannya lagi. laju mobil menuju masjid terdekat yang menjadi tujuanku, setelah mengunci pintu mobil aku melangkah lemah membawa persiapan sholat yang selalu ada di mobil.
Lama aku mengadu pada-Nya, segala sesak yang sedari tadi menyesakkan dada setelah melihat Bang Azam, sudah pukul Sembilan malam tapi aku bimbang untuk pulang ke rumah belum siap untuk menghadapi semuanya. Untuk pulang ke rumah Bunda juga tidak mungkin pasti banyak pertanyaan yang malah membuatku semakin kecewa, bagaimana tidak aku berkeras untuk  menikah dengan Bang Azam walaupun ada penolakan keras dari ke dua orang tuaku terutama Bunda.
"Sudah malam tidak pulang Nak." Ucapan penjaga masjid membuatku melepas lamunanku.
"Boleh saya menumpang tidur di masjid Pak." Entah apa yang membuatku sampai berbicara seperti ini.
"Di samping masjid ada kamar untuk menginap, tidur di sana saja Bu, mari saya antar.." Ada rasa lega mendengar penuturnya.
"Terima kasih Pak." Jawabaku lega, sudah banyak masjid menyediakan fasilatas menginap dengan pembayaran seiklasnya untuk membantu perawatan masjid. Aku berjalan mengikuti Bapak penjaga masjid.
"Ini kunci kamarnya, silakan Ibu istrirahat." Setelah mengucapkan itu, Bapak penjaga masjid berlalu dari hadapanku.
Menekan knop pintu, mengucapkan salam seperti kebiasanku ketika masuk ke dalam satu ruangan. Memandang sekeliling lumayan seperti home stay ada kamar mandi di dalam. Aku merebahkan diri di ranjang single yang tersedia, memandang langit kamar mencari celah dimana letak kesalahanku sampai Bang Azam berpaling dariku.