Nur Aziawati/205102030016
UAS POLITIK HUKUMÂ
UU cipta kerja atau UU nomor 11 Tahun 2020 adalah UU yang disahkan oleh DPR RI pada 05 Oktober 2020 dan diundangkan pada 02 November 2020. UU ini disahkan tiga hari leboh cepat dari tanggal pengesahan yang di jadwalkan. Pengesahan RUU Cipta kerja mendapat dukungan oleh beberapa partai diantaranya yaitu :
1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
2. Partai Golkar
3. Partai Gerinda
4. Partai Nasdem
5. Partai Kebangkitan Bangsa
6. Partai Amanat Nasional
7. Partai Persatuan Pembangunan
Akan tetapi ada dua partai yang menolak disahkannya UU cipta kerja ini yaitu Partai Demokrat dan partai keadilan sejahtera.
RUU Cipta Kerja ini merevisi beberapa pasal Diantaranya :
A. Gaji dan waktu kerja
a. Mengenai pesangon yang dihapuskan tertuang dalam pasal 156 BAB IV tentang ketenagakerjaan. Pengurangan batas pembayaran pesangon dari gaji 32 bulan menjadi gaji 19 Bulan ditambah gaji 6 bulan yang disediakan oleh pemerintah.
b. Upah buruh
Dalam Pasal 88B BAB IV tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu atau satuan hasil. Ketetuan lebih lanjut akan diatur dalam PP. Dengan satuan waktu tidak ada aturan yang menyatakan upah berdasarkan jam
c. status karyawan tetap
 dalam pandangann masyarakat beranggapan tidak ada status karyawan tetap akan tetapi Berdasarkan pasal 59, Perjanjian kerja untuk waktu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan yang akan selesai dalam waktu tertentu. PWKT tidak dapat dilakukan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Jika PWKT tidak memenuhi ketentuan, maka menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PWKTT) atau karyawan tetap.
d. Upah Minimum
dalam pandangan masyarakat upah minimum dihapuskan akan tetapi Upah minimum tetap ada dan disebutkan dalam Pasal 88 C bahwa gubernur harus menetapkan upah minimum provinsi, dan dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.
Pada pasal 88 D juga disebutkan penghitungan upah minimum dilakukan dengan formula perhitungan dengan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Pengusaha juga dilarang membayar lebih rendah dari upah minimum.
e. hak cuti
Hak cuti dan waktu istirahat tetap ada bukan hilang diatur dalam pasal 79. Cuti tahunan diberikan paling sedikit 12 hari bagi pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan, serta diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.
f. kebijakan tentang PHK
Pada pasal 151 disebutkan bahwa perusahaan, pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah harus mengupayakan tidak terjadi PHK. jika sampai terjadi PHK dan pekerja menolak, maka harus dilakukan perundingan bipartit. Jika belum mencapai kesepakatan maka harus dilakukan dengan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
g. Jaminan sosial dan kesejahteraan
Jaminan sosial tetap ada, sesuai pasal 82, dengan jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian, dan jaminan kehilangan pekerjaan. Kemudian ditambahkan jaminan kehilangan pekerjaan.
Namun RUU Cipta kerja ini menuai banyak kritikan oleh masyarat karena di anggap tidak memperdulikan hak buruh karena muncul Berbagai hoax yang berkembang menyangkut masalah upah, status pekerja, pesangon, hingga ketentuan tenaga kerja asing. Banyaknya kabar yang tidak benar ini mungkin karena kurangnya komunikasi terhadap masyarakat. penolakan terhadap RUU tersebut karena dinilai hanya menguntungkan kapitalis, investor, dan konglomerat.
Dilain sisi, kalangan pengusaha menyambut baik kebijakan ini karena di anggap berpotensi membuka lapangan pekerjaan hingga memperluas investasi. Problematika UU Cipta Kerja berlanjut sampai akhir tahun 2021, Majelis Hakim MK menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil, inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945. MK meminta kepada pembentuk Undang-Undang untuk melakukan Perbaikan UU Cipta Kerja dengan tenggat waktu selama dua tahun, sejak putusan dibacakan.
Berdasarkan pandangan politik hukum UU Hak Cipta, penulis menyimpulkan bahwa jika dilihat dari sektor ekonomi, dengan disahkannya rumusan kebijakan UU Hak Cipta, mereka dapat menjawab permasalahan terkait aturan dalam perizinan. Dengan demikian, dapat meningkatkan investasi yang mengarah pada penciptaan lapangan kerja. Omnibus law UU Cipta Kerja dapat menyederhanakan persyaratan yang berlapis-lapis dan saling bertentangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah akibat pengambilan keputusan ekonomi iang lebih terpusat (sentralisasi). Namun, Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga memiliki kelemahan hukum, seperti proses pembentukan RUU Cipta Kerja yang berlangsung sangat cepat, tertutup, dan minim partisipasi masyarakat. Secara iubstansial, RUU Cipta Kerja mengarah pada sentralisasi kekuasaan yang rentan terhadap potensi korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H