Mohon tunggu...
NUR AZIAWATI
NUR AZIAWATI Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Nur Aziawati/205102030016

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

RUU Cipta Kerja Ditinjau dari Aspek Ekonomi

13 Juni 2022   17:37 Diperbarui: 13 Juni 2022   17:41 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nur Aziawati/205102030016

UAS POLITIK HUKUM 

UU cipta kerja atau UU nomor 11 Tahun 2020 adalah UU yang disahkan oleh DPR RI pada 05 Oktober 2020 dan diundangkan pada 02 November 2020. UU ini disahkan tiga hari leboh cepat dari tanggal pengesahan yang di jadwalkan. Pengesahan RUU Cipta kerja mendapat dukungan oleh beberapa partai diantaranya yaitu :

1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

2. Partai Golkar

3. Partai Gerinda

4. Partai Nasdem

5. Partai Kebangkitan Bangsa

6. Partai Amanat Nasional

7. Partai Persatuan Pembangunan

Akan tetapi ada dua partai yang menolak disahkannya UU cipta kerja ini yaitu Partai Demokrat dan partai keadilan sejahtera.

RUU Cipta Kerja ini merevisi beberapa pasal Diantaranya :

A. Gaji dan waktu kerja

a. Mengenai pesangon yang dihapuskan tertuang dalam pasal 156 BAB IV tentang ketenagakerjaan. Pengurangan batas pembayaran pesangon dari gaji 32 bulan menjadi gaji 19 Bulan ditambah gaji 6 bulan yang disediakan oleh pemerintah.

b. Upah buruh

Dalam Pasal 88B BAB IV tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu atau satuan hasil. Ketetuan lebih lanjut akan diatur dalam PP. Dengan satuan waktu tidak ada aturan yang menyatakan upah berdasarkan jam

c. status karyawan tetap

 dalam pandangann masyarakat beranggapan tidak ada status karyawan tetap akan tetapi Berdasarkan pasal 59, Perjanjian kerja untuk waktu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan yang akan selesai dalam waktu tertentu. PWKT tidak dapat dilakukan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Jika PWKT tidak memenuhi ketentuan, maka menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PWKTT) atau karyawan tetap.

d. Upah Minimum

dalam pandangan masyarakat upah minimum dihapuskan akan tetapi Upah minimum tetap ada dan disebutkan dalam Pasal 88 C bahwa gubernur harus menetapkan upah minimum provinsi, dan dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.

Pada pasal 88 D juga disebutkan penghitungan upah minimum dilakukan dengan formula perhitungan dengan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Pengusaha juga dilarang membayar lebih rendah dari upah minimum.

e. hak cuti

Hak cuti dan waktu istirahat tetap ada bukan hilang diatur dalam pasal 79. Cuti tahunan diberikan paling sedikit 12 hari bagi pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan, serta diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.

f. kebijakan tentang PHK

Pada pasal 151 disebutkan bahwa perusahaan, pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah harus mengupayakan tidak terjadi PHK. jika sampai terjadi PHK dan pekerja menolak, maka harus dilakukan perundingan bipartit. Jika belum mencapai kesepakatan maka harus dilakukan dengan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

g. Jaminan sosial dan kesejahteraan

Jaminan sosial tetap ada, sesuai pasal 82, dengan jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian, dan jaminan kehilangan pekerjaan. Kemudian ditambahkan jaminan kehilangan pekerjaan.

Namun RUU Cipta kerja ini menuai banyak kritikan oleh masyarat karena di anggap tidak memperdulikan hak buruh karena muncul Berbagai hoax yang berkembang menyangkut masalah upah, status pekerja, pesangon, hingga ketentuan tenaga kerja asing. Banyaknya kabar yang tidak benar ini mungkin karena kurangnya komunikasi terhadap masyarakat. penolakan terhadap RUU tersebut karena dinilai hanya menguntungkan kapitalis, investor, dan konglomerat.

Dilain sisi, kalangan pengusaha menyambut baik kebijakan ini karena di anggap berpotensi membuka lapangan pekerjaan hingga memperluas investasi. Problematika UU Cipta Kerja berlanjut sampai akhir tahun 2021, Majelis Hakim MK menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil, inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945. MK meminta kepada pembentuk Undang-Undang untuk melakukan Perbaikan UU Cipta Kerja dengan tenggat waktu selama dua tahun, sejak putusan dibacakan.

Berdasarkan pandangan politik hukum UU Hak Cipta, penulis menyimpulkan bahwa jika dilihat dari sektor ekonomi, dengan disahkannya rumusan kebijakan UU Hak Cipta, mereka dapat menjawab permasalahan terkait aturan dalam perizinan. Dengan demikian, dapat meningkatkan investasi yang mengarah pada penciptaan lapangan kerja. Omnibus law UU Cipta Kerja dapat menyederhanakan persyaratan yang berlapis-lapis dan saling bertentangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah akibat pengambilan keputusan ekonomi iang lebih terpusat (sentralisasi). Namun, Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga memiliki kelemahan hukum, seperti proses pembentukan RUU Cipta Kerja yang berlangsung sangat cepat, tertutup, dan minim partisipasi masyarakat. Secara iubstansial, RUU Cipta Kerja mengarah pada sentralisasi kekuasaan yang rentan terhadap potensi korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun