“Saya mendapat data dari kantor kelurahan setempat. Kami ingin menawarkan kesempatan untuk bergabung di sekolah kami. Di sana, kami memiliki program pendidikan ramah anak dan dapat membantu mereka mengembangkan potensi terbaiknya,” lanjut Bu Shaliha.
Bima tertegun sesaat, hatinya bergetar mendengar kata-kata Bu Shaliha. Ia menatap putri kecilnya yang tampak begitu ceria dan penuh harapan. Kemudian, ia beralih menatap Bu Shaliha. Ada perasaan kagum yang muncul begitu saja. Wanita ini tidak hanya datang untuk memberikan informasi, tetapi ia datang dengan tujuan mulia—membantu anak-anak seperti Lembayung untuk menemukan potensi dan harapan mereka.
“Terima kasih, Bu Shaliha. Saya sangat menghargai kedatangan dan perhatian Ibu pada Lembayung,” jawab Bima dengan suara yang tenang namun ada nada ketertarikan dalam kata-katanya. “Saya ingin tahu lebih banyak tentang sekolah ini dan bagaimana bisa membantu putri saya.”
Bu Shaliha mengangguk sambil tersenyum. “Tentu, Pak. Saya akan dengan senang hati menjelaskan semuanya,” katanya dengan nada lembut namun penuh keyakinan.
Di ruang tamu yang sederhana itu, percakapan mereka mengalir begitu saja. Bima merasakan sesuatu yang berbeda, sebuah ketertarikan yang muncul perlahan seiring dengan kata-kata Bu Shaliha. Dalam hatinya, ia merasakan sesuatu yang tak biasa; sebuah perasaan hangat yang selama ini mungkin sudah lama tidak ia rasakan.
Sementara itu, Lembayung duduk di samping mereka, sesekali menatap Bu Shaliha dengan kagum. Baginya, Bu Shaliha bukan hanya seorang tamu, tapi seorang wanita yang memiliki kehangatan keibuan yang selama ini ia rindukan.
Setelah mendapatkan persetujuan dari Lembayung, Bima kemudian menyepakati untuk datang dan mendaftarkan Lembayung bersekolah disana.
***
Pagi itu, Bima bangun lebih awal dari biasanya. Hari ini adalah hari pertama Lembayung masuk sekolah, dan ia merasa sedikit gugup sekaligus bersemangat. Dengan hati-hati, ia mempersiapkan segalanya. Lembayung, yang masih mengantuk, perlahan mulai bangun dan tersenyum saat melihat ayahnya menyiapkan perlengkapan sekolahnya.
"Pagi ini kita akan ke sekolah, sayang. Di sana kamu akan bertemu banyak teman, dan ada guru-guru yang baik yang akan mengajari Lembayung banyak hal," jawab Bima sambil mengenakan seragam biru muda di tubuh mungil putrinya.
Setibanya di sekolah, Lembayung tampak sedikit canggung. Namun, senyum hangat Bu Shaliha segera membuatnya merasa nyaman. "Selamat pagi, Lembayung! Kamu pasti senang bisa ke sini ya? Yuk, Ibu bantu Lembayung naik kursi rodanya," kata Bu Shaliha sambil menuntun Lembayung dengan hati-hati.