Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru - Guru Pendidikan Khusus/Narasumber GPK/Narasumber Praktik Baik IKM

Seorang Guru Pendidikan khusus yang aktif dalam kegiatan literasi, Organisasi Profesi dan berbagai kegiatan terkait Dunia Pendidikan Khusus dan Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Jejak Langit Lembayung: Lukisan Takdir di Atas Sebuah Keterbatasan (6)

16 September 2024   16:56 Diperbarui: 16 September 2024   17:29 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

**Bagian 6: Lembayung dan Sekolah yang Hangat**

_Pagi itu, di rumah kecil mereka, terdengar ketukan di pintu depan mengalihkan perhatian Lembayung aktivitasnya. Di hadapannya berdiri seorang wanita muda yang anggun, mengenakan busana syar'i dengan kerudung yang menjuntai lembut di bahunya. Lembayung terpesona. Wajah wanita itu memancarkan kelembutan dan keibuan yang begitu menenangkan._

"Perkenalkan, nama Ibu Shaliha. Ibu datang ke sini untuk berbicara dengan Ayahmu. Apakah beliau sedang di rumah?" tanya Bu Shaliha sambil membungkuk ke arah Lembayung.

Lembayung mengangguk kembali, "Baba sedang mandi, Bu. Aku panggilin ya..." Jawab Lembayung.

"Baik, terima kasih, Sayang," jawab Bu Shaliha dengan nada yang membuat hati Lembayung merasa hangat. Lembayung bergegas menuju kamar mandi untuk memberitahu ayahnya.

“Baba, ada Ibu cantik di depan. Katanya namanya Bu Shaliha!” teriak Lembayung sambil mengetuk pintu kamar mandi. Bima yang sedang mandi terkejut mendengar laporan anaknya. Dengan cepat, ia menyelesaikan mandinya, mengeringkan tubuh, dan mengenakan pakaian sekenanya sebelum keluar menemui tamu.

Ketika Bima akhirnya keluar menuju ruang tamu, ia melihat sosok yang disebut Lembayung tadi. Wanita itu sedang berdiri menunggu di depan pintu dengan senyuman yang membuat suasana menjadi lebih hangat. Ada ketenangan dan kelembutan yang terpancar dari cara Bu Shaliha berdiri dan menatap sekeliling. Bima tak bisa menahan diri untuk tidak merasa terpesona sesaat. Ada sesuatu pada tatapan dan pembawaan Bu Shaliha yang menarik perhatian Bima.

“Oh, selamat pagi, Ibu. Maaf, saya baru selesai mandi,” kata Bima, merasa sedikit canggung. “Silakan masuk, silakan duduk,” lanjutnya, mempersilakan Bu Shaliha untuk masuk ke ruang tamu yang sederhana.

“Terima kasih, Pak. Maaf mengganggu pagi-pagi begini,” jawab Bu Shaliha dengan senyum menenangkan sambil memasuki rumah. Ia duduk di sofa dengan anggun, menaruh tas kerjanya di pangkuan.

Setelah duduk, Bu Shaliha memperkenalkan dirinya. “Nama saya Shaliha, saya salah satu pengajar di sekolah khusus anak-anak dengan kebutuhan khusus. Saya di sini dalam rangka menjaring anak-anak usia sekolah untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan mereka.”

Bima mendengarkan dengan seksama, merasakan ketulusan dan niat baik yang terpancar dari ucapan Bu Shaliha. Ia merasa ada sesuatu yang istimewa dari wanita ini. Sosok yang lembut dan penuh perhatian, namun sekaligus membawa semangat dan kepedulian yang tulus terhadap anak-anak seperti Lembayung. Tatapan mata Bu Shaliha begitu lembut namun tegas, membuat Bima tak bisa menahan diri untuk tidak merasa terkesan.

“Saya mendapat data dari kantor kelurahan setempat. Kami ingin menawarkan kesempatan untuk bergabung di sekolah kami. Di sana, kami memiliki program pendidikan ramah anak dan dapat membantu mereka mengembangkan potensi terbaiknya,” lanjut Bu Shaliha.

Bima tertegun sesaat, hatinya bergetar mendengar kata-kata Bu Shaliha. Ia menatap putri kecilnya yang tampak begitu ceria dan penuh harapan. Kemudian, ia beralih menatap Bu Shaliha. Ada perasaan kagum yang muncul begitu saja. Wanita ini tidak hanya datang untuk memberikan informasi, tetapi ia datang dengan tujuan mulia—membantu anak-anak seperti Lembayung untuk menemukan potensi dan harapan mereka.

“Terima kasih, Bu Shaliha. Saya sangat menghargai kedatangan dan perhatian Ibu pada Lembayung,” jawab Bima dengan suara yang tenang namun ada nada ketertarikan dalam kata-katanya. “Saya ingin tahu lebih banyak tentang sekolah ini dan bagaimana bisa membantu putri saya.”

Bu Shaliha mengangguk sambil tersenyum. “Tentu, Pak. Saya akan dengan senang hati menjelaskan semuanya,” katanya dengan nada lembut namun penuh keyakinan.

Di ruang tamu yang sederhana itu, percakapan mereka mengalir begitu saja. Bima merasakan sesuatu yang berbeda, sebuah ketertarikan yang muncul perlahan seiring dengan kata-kata Bu Shaliha. Dalam hatinya, ia merasakan sesuatu yang tak biasa; sebuah perasaan hangat yang selama ini mungkin sudah lama tidak ia rasakan.

Sementara itu, Lembayung duduk di samping mereka, sesekali menatap Bu Shaliha dengan kagum. Baginya, Bu Shaliha bukan hanya seorang tamu, tapi seorang wanita yang memiliki kehangatan keibuan yang selama ini ia rindukan. 

Setelah mendapatkan persetujuan dari Lembayung, Bima kemudian menyepakati untuk datang dan mendaftarkan Lembayung bersekolah disana.

***

Pagi itu, Bima bangun lebih awal dari biasanya. Hari ini adalah hari pertama Lembayung masuk sekolah, dan ia merasa sedikit gugup sekaligus bersemangat. Dengan hati-hati, ia mempersiapkan segalanya. Lembayung, yang masih mengantuk, perlahan mulai bangun dan tersenyum saat melihat ayahnya menyiapkan perlengkapan sekolahnya.

"Pagi ini kita akan ke sekolah, sayang. Di sana kamu akan bertemu banyak teman, dan ada guru-guru yang baik yang akan mengajari Lembayung banyak hal," jawab Bima sambil mengenakan seragam biru muda di tubuh mungil putrinya.

Setibanya di sekolah, Lembayung tampak sedikit canggung. Namun, senyum hangat Bu Shaliha segera membuatnya merasa nyaman. "Selamat pagi, Lembayung! Kamu pasti senang bisa ke sini ya? Yuk, Ibu bantu Lembayung naik kursi rodanya," kata Bu Shaliha sambil menuntun Lembayung dengan hati-hati.

Lembayung tersenyum malu-malu sambil mengangguk. Sekolah itu terasa begitu hangat, penuh warna dan keramahan. Anak-anak lain tampak bermain di halaman dengan penuh keceriaan, dan guru-guru selalu siap membantu mereka dengan perhatian tulus.

***

Beberapa hari setelah Lembayung mulai sekolah, Bu Shaliha meminta Bima untuk datang ke sekolah guna membicarakan hasil asesmen awal yang telah dilakukan terhadap Lembayung. "Pak Bima, kami melihat potensi besar dalam diri Lembayung, terutama dalam hal seni suara dan menggambar. Meski ia memiliki keterbatasan fisik, tetapi semangat dan bakatnya luar biasa. Ia senang bersenandung, dan gambarnya memiliki keindahan yang sangat menarik," kata Bu Shaliha dengan nada penuh kekaguman.


Bima merasa bangga mendengar hal itu. "Alhamdulillah, saya bersyukur sekali mendengarnya, Bu. Apa yang bisa saya lakukan untuk mendukung perkembangan Lembayung di rumah?" tanya Bima dengan antusias.

Bu Shaliha menjelaskan program-program khusus yang dirancang untuk Lembayung, termasuk kegiatan seni dan terapi yang akan dilakukan di sekolah. "Pak Bima juga bisa membantu dengan menyediakan alat-alat gambar di rumah dan memberikan ruang bagi Lembayung untuk mengekspresikan diri. Kami juga akan membantu Lembayung mengembangkan bakatnya dalam tarik suara. Insya Allah, kami akan bekerja sama untuk memastikan potensi Lembayung dapat dikembangkan secara optimal," lanjut Bu Shaliha dengan senyum ramah.

Mendengar itu, hati Bima tergerak. Ia menyadari bahwa Lembayung membutuhkan lebih banyak dukungan, terutama untuk menunjang bakat-bakat yang dimilikinya. Ia ingin membelikan kursi roda serta peralatan menggambar yang lengkap untuk putrinya. Namun, untuk itu, ia butuh pekerjaan yang lebih baik.

Bima pun menceritakan keinginannya kepada Bu Sari, tetangga yang selama ini sudah ia anggap sebagai ibu sendiri. "Bu Sari, saya ingin bekerja lebih keras lagi untuk Lembayung. Saya ingin membelikan kursi roda, alat gambar, dan semua yang ia butuhkan untuk berkembang," ujar Bima.

Bu Sari, yang selama ini sudah seperti sosok ibu bagi Bima, menepuk pundaknya dengan lembut. "Kamu ayah yang luar biasa, Bima. Insya Allah, rezeki akan datang. Aku yakin dengan niat baikmu, Allah akan memberikan jalan."

Tak hanya Bu Sari, Bu Shaliha pun mendukung Bima dalam keputusannya. "Pak Bima, jangan khawatir. Jika Anda perlu lebih banyak waktu bekerja, saya bisa menjaga Lembayung sampai sore. Di sini, kami guru-guru tetap di sekolah sampai pukul 16.00, jadi tidak masalah jika Lembayung harus menunggu Anda pulang kerja," ujar Bu Shaliha.

Mendengar hal itu, Bima merasa lega. Ia semakin mantap untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Tak lama setelah itu, doa-doanya terkabul. Bima diterima bekerja di sebuah perusahaan yang lokasinya tidak terlalu jauh dari sekolah Lembayung. Pekerjaan itu cukup baik, dan yang paling penting, ia masih punya waktu untuk menemani dan menjemput Lembayung saat istirahat di sekolah.

Setiap hari, Bima dan Lembayung pergi bersama. Sepanjang perjalanan, Lembayung akan bercerita dengan semangat tentang teman-temannya di sekolah, tentang pelajaran-pelajaran yang ia dapatkan, dan tentang Bu Shaliha yang sangat baik padanya. Kebahagiaan kecil seperti ini membuat Bima merasa hidupnya semakin bermakna.

Diam-diam, tanpa sepengetahuan Bima, Bu Shaliha mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Perhatian dan kasih sayang yang ia lihat dalam diri Bima kepada Lembayung membuatnya semakin terkesan. 

Bima, dengan segala kesederhanaannya, adalah sosok yang tegar dan bertanggung jawab. Tanpa ia sadari, perasaan kagum itu perlahan berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam---perasaan yang mungkin lebih dari sekadar rasa hormat sebagai guru kepada orang tua murid.

Namun, Bu Shaliha memilih untuk menyimpan perasaannya sendiri, tanpa ingin mengganggu kehidupan Bima yang tengah berjuang untuk putrinya. Baginya, yang terpenting saat ini adalah melihat Lembayung tumbuh bahagia, dan ia akan terus mendukungnya dengan sepenuh hati.

*bersambung*

Dari Anas RA Nabi Muhammad SAW yang bersabda:

"Tidak sempurna keimanan seorang dari kalian, hingga ia mencintai untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai untuk dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun