Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru - Guru Pendidikan Khusus/Narasumber GPK/Narasumber Praktik Baik IKM

Seorang Guru Pendidikan khusus yang aktif dalam kegiatan literasi, Organisasi Profesi dan berbagai kegiatan terkait Dunia Pendidikan Khusus dan Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Jejak Langit Lembayung: Lukisan Takdir di Atas Sebuah Keterbatasan (6)

16 September 2024   16:56 Diperbarui: 16 September 2024   17:29 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Saya mendapat data dari kantor kelurahan setempat. Kami ingin menawarkan kesempatan untuk bergabung di sekolah kami. Di sana, kami memiliki program pendidikan ramah anak dan dapat membantu mereka mengembangkan potensi terbaiknya,” lanjut Bu Shaliha.

Bima tertegun sesaat, hatinya bergetar mendengar kata-kata Bu Shaliha. Ia menatap putri kecilnya yang tampak begitu ceria dan penuh harapan. Kemudian, ia beralih menatap Bu Shaliha. Ada perasaan kagum yang muncul begitu saja. Wanita ini tidak hanya datang untuk memberikan informasi, tetapi ia datang dengan tujuan mulia—membantu anak-anak seperti Lembayung untuk menemukan potensi dan harapan mereka.

“Terima kasih, Bu Shaliha. Saya sangat menghargai kedatangan dan perhatian Ibu pada Lembayung,” jawab Bima dengan suara yang tenang namun ada nada ketertarikan dalam kata-katanya. “Saya ingin tahu lebih banyak tentang sekolah ini dan bagaimana bisa membantu putri saya.”

Bu Shaliha mengangguk sambil tersenyum. “Tentu, Pak. Saya akan dengan senang hati menjelaskan semuanya,” katanya dengan nada lembut namun penuh keyakinan.

Di ruang tamu yang sederhana itu, percakapan mereka mengalir begitu saja. Bima merasakan sesuatu yang berbeda, sebuah ketertarikan yang muncul perlahan seiring dengan kata-kata Bu Shaliha. Dalam hatinya, ia merasakan sesuatu yang tak biasa; sebuah perasaan hangat yang selama ini mungkin sudah lama tidak ia rasakan.

Sementara itu, Lembayung duduk di samping mereka, sesekali menatap Bu Shaliha dengan kagum. Baginya, Bu Shaliha bukan hanya seorang tamu, tapi seorang wanita yang memiliki kehangatan keibuan yang selama ini ia rindukan. 

Setelah mendapatkan persetujuan dari Lembayung, Bima kemudian menyepakati untuk datang dan mendaftarkan Lembayung bersekolah disana.

***

Pagi itu, Bima bangun lebih awal dari biasanya. Hari ini adalah hari pertama Lembayung masuk sekolah, dan ia merasa sedikit gugup sekaligus bersemangat. Dengan hati-hati, ia mempersiapkan segalanya. Lembayung, yang masih mengantuk, perlahan mulai bangun dan tersenyum saat melihat ayahnya menyiapkan perlengkapan sekolahnya.

"Pagi ini kita akan ke sekolah, sayang. Di sana kamu akan bertemu banyak teman, dan ada guru-guru yang baik yang akan mengajari Lembayung banyak hal," jawab Bima sambil mengenakan seragam biru muda di tubuh mungil putrinya.

Setibanya di sekolah, Lembayung tampak sedikit canggung. Namun, senyum hangat Bu Shaliha segera membuatnya merasa nyaman. "Selamat pagi, Lembayung! Kamu pasti senang bisa ke sini ya? Yuk, Ibu bantu Lembayung naik kursi rodanya," kata Bu Shaliha sambil menuntun Lembayung dengan hati-hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun