Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Detektif dan Sang Teroris

23 Februari 2021   19:29 Diperbarui: 24 Maret 2021   09:03 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dikutip dari tvmovie.de

"Jadi anda detektif terkenal itu?" kata Jenderal Mikhail Barishnykov, komandan tertinggi pasukan pendudukan Rusia di Inggris, dengan segan-segan. Dia masih ragu dengan keputusannya mendatangi tempat tinggal sosok di hadapannya.

"Konsultan detektif, lebih tepatnya," sahut Sang Detektif dengan nada sedikit angkuh. "Dan...oh ya, saya turut bersimpati atas teguran yang anda terima dari Kamrade Putin sendiri."

Baryshnikov kaget. "Dari mana anda tahu?"

Sang detektif tersenyum. "Deduksi sederhana, Jenderal. Pemimpin pasukan pendudukan tak mungkin meminta jasa warga jajahan seperti saya - kecuali jika mendapat masalah besar. Dan saya rasa tak ada masalah yang lebih besar bagi anda selain teguran dari Sang Presiden Rusia sendiri."

Barishnikov seketika merasa terkesan. Mungkin kedatangannya ke sini tak sia-sia belaka.

Dia mengangguk pelan. "Ya, anda benar. Presiden Vladimir Putin memberi peringatan kepadaku. Dalam tempo dua puluh empat jam, saya harus menangkap teroris itu. Dan, terus terang saja, saya tahu apa yang terjadi jika saya sampai gagal."

"Ah, tentu saja," Sang Detektif menepuk kedua tangannya. "Ini pasti terkait dengan aktivitas terorisme yang merepotkan pasukan anda belakangan ini. Saya juga mengikutinya, Jendral. Karena itulah saya tahu anda telah berbuat kesalahan besar."

Baryshnikov terkaget sekali lagi. "Kesalahan? Kesalahan apa?"

"Anda menyebutnya para pelaku. Di situlah kesalahan anda. Perhatian anda terpecah karena memusatkan diri pada gerombolan yang sebenarnya tidak ada."

Baryshnikov terkejab-kejab. "Maksud anda...."

Mata Sang Detektif berkilat-kilat ketika menjawab, "Semua tindakan ini dilakukan satu orang saja."

"Satu orang?" Baryshnikov nyaris berteriak. "Selusin pembunuhan terhadap perwira Rusia dalam waktu nyaris bersamaan, empat pemboman di empat markas GRU dan Spetnaz - juga hampir berbarengan waktunya, dan anda bilang pelakunya cuma satu orang?"

"Begitulah," sahut Sang Detektif dengan tenang. "Pelakunya sengaja berbuat seolah-olah ini sebuah gerakan yang terorganisir. Kenapa dia melakukannya? Agar bisa menangkap dua lalat dalam sekali tepuk. Pertama, menciptakan demoralisasi dalam pasukan anda. Kedua, mendorong keberanian warga Inggris untuk ikut bergerak."

Baryshnikov tertawa mengejek. "Jika anda benar, berarti kita berhadapan dengan teroris yang luar-biasa canggih..."

"Persis, Jenderal," tegas detektif itu. "Seorang teroris yang tidak hanya memiliki otak brilian, tapi juga terlatih layaknya kombatan."

Baryshnikov menatap lawan bicaranya dengan curiga. Dia mulai was-was apakah sedang dipermainkan.

"Sebagai detektif paling terkenal di Inggris," ujarnya dengan agak menyindir - sekaligus menyelidik. "anda juga sering disebut memiliki skill ganda semacam itu. Anda bisa berpikir dan anda mahir bertarung. Katakan pada saya, apakah anda termasuk yang keberatan dengan kehadiran pasukan pembebasan Rusia di tanah air anda?"

Sang detektif tersenyum lebar. Dengan gerakan lincah, dia menghampiri rak buku di sisi ruangan. Diambilnya salah satu koleksi yang ada di sana.

"Anda pernah membaca buku ini, Jendral?" ujarnya sambil memperlihatkan buku di tangannya. "Penulisnya fisikawan dari negeri anda. Namanya Khabib Nurmagomedov. Dia menulis bahwa di alam semesta ini selalu ada dua kutub yang berada di posisi equilibrium. Ada materi dan anti-materi. Artinya, jika ada seorang seperti saya bekerja di sisi positif, tentulah ada tandingan saya yang bekerja di sisi negatif."

Barysnikov mendengus, "Di bab lain, dia mengatakan adanya dunia pararel. Dan apa yang terjadi di sana berkebalikan dengan dunia ini. Jadi bisa saja di dunia pararel itu Joe Biden dan Kamala Harris menang pemilu 2020, dan tidak ada Aliansi Tata Dunia Baru antara Trump dan Putin. Ya, saya sudah membaca buku itu. Menurut saya semuanya omong-kosong."

Sang detektif mengangkat bahu. "Tidakkah itu menarik, Jenderal? Bahwa ada dunia pararel di mana garis nasib dan sejarah berjalan berbeda. Bisa saja di sana anda seorang penari dan saya seorang dokter."

Baryshnikov mendengus sekali lagi, "Omong-omong, anda belum menjawab pertanyaan saya."

"Baiklah kalau itu membuat anda penasaran," sahut Sang Detektif tenang. "Apakah saya keberatan dengan kehadiran dua juta pasukan Rusia di dataran Inggris? Apakah saya keberatan bahwa pasukan Rusia menghancurkan seluruh angkatan perang Inggris? Jika memang demikian, kenapa saya tidak mengungsi ke Eropa daratan seperti yang lainnya?"

Baryshnikov menyahut, "Barangkali karena anda ingin melakukan gerakan terorisme melawan kami? Bukankah anda tadi meyakini aktivitas seperti itu bisa dilakukan seorang diri?"

"Analisa yang logis, Jenderal," sahut Sang Detektif. "Tapi jika benar-benar berpendapat begitu, anda sudah menangkap saya dari dulu. Fakta bahwa anda ke sini untuk minta bantuan adalah bukti anda sudah mempelajari profil saya. Anda sudah tahu bahwa nasionalisme dan segala romantisme politik lainnya tidak berarti buat saya."

Baryshnikov terdiam sejenak. Dia tidak bisa membantah perkataan detektif itu. Dia sudah membaca semua file tentangnya. Detektif ini telah memecahkan banyak kasus kriminal, tapi sikapnya terhadap politik sangatlah apatis.

"Saya harus mengakui anda memang memiliki kemampuan analisa yang cukup mencengangkan," akhirnya Baryshnikov berkata. "Tapi saya perlu bukti konkret untuk mempercayai ide anda tentang adanya seorang lone-wolf canggih yang berkeliaran di sini."

"Saya sangat menyadari itu, Jenderal," sahut Sang Detektif. "Karena itulah, saya harap anda bersedia menunggu barang sebentar."

Baryshnikov mengerutkan kening. "Saya tidak mengerti. Bukti seperti apa yang anda punya sehingga tidak bisa memberikan itu sekarang?"

"Oh, anda salah mengerti, Jenderal. Saya meminta anda menunggu bukan sekedar untuk mendapatkan bukti, tapi juga sekaligus untuk mendapatkan pelaku tindak terorisme itu!"

Baryshnikov benar-benar terkejut. "Apa?"

"Seperti yang saya katakan tadi, saya juga mengikuti kasus ini. Yang tidak saya katakan, saya tidak sekedar mengikuti. Saya juga melakukan penyelidikan sendiri. Dan saya harus mengatakan, sepertinya metode saya lebih baik dari anda. Karena sekarang saya sudah tahu siapa sebenarnya teroris itu."

"Anda....anda tahu? Anda serius?"

"Seserius induk ayam yang mengerami telurnya. Oh, jangan khawatir. Saya tidak akan membuat anda bosan dengan menceritakan secara detil bagaimana saya bisa menemukan biang keladinya. Cukup saya katakan bahwa sebentar lagi teroris itu akan datang ke sini."

"Apa? Bagaimana?"

"Setiap orang punya kelemahan, Jenderal. Termasuk anda dan saya. Teroris ini pun tak terkecuali. Dari apa yang saya pelajari tentang dia, kelemahan yang bersangkutan terletak pada sesuatu. Atau lebih tepat, pada seseorang."

Saat itulah terdengar bunyi ketukan di pintu.

Sang detektif tersenyum. "Nah, saya yakin orang yang mengetuk pintu itu adalah teroris yang kita tunggu. Saya sarankan anda untuk bersembunyi lebih dulu. Kloset di samping ruangan itu cukup besar buat anda."

Baryshnikov menggeleng. "Saya datang dengan lima pengawal bersenjata yang menunggu di luar. Mereka pasti sudah..."

"Tidak, Jenderal. Maaf. Tapi ketukan itu membuktikan para pengawal anda sudah menjadi mayat sekarang. Percayalah pada saya. Saya akan menangani teroris itu."

Baryshnikov terkejut untuk kesekian kalinya. Dan dia tidak suka hal itu. Tapi di sisi lain, entah kenapa, nalurinya menyuruh untuk menpercayai lawan bicaranya.

Jenderal Rusia itu pun melangkah ke kloset yang dimaksud. Tapi saat dia mau membukanya, Sang Detektif buru-buru berkata, "Oh ya, saya lupa mengingatkan. Akan ada sesuatu yang mungkin membuat anda terkejut di dalam sana. Tak perlu panik. Itu bagian dari rencana."

Perkataan itu membuat Baryshnikov mengerutkan kening. Tapi tak bertanya-tanya lagi. Dia melangkah masuk, dan ternyata benar - dia langsung terkejut bukan main.

Ada seorang perempuan di kloset itu. Diikat dan disumpal mulutnya. Dia menatap Baryshnikov dengan mata yang galak. Tapi karena teringat pesan Sang Detektif tadi, Baryshnikov tak bereaksi. Hanya menutup pintu kloset kembali. Dan ikut mendengarkan apa yang terjadi di luar.

Sang Detektif belum mempersilahkan masuk, tapi pintu depan sudah dibuka dari luar. Dan sesosok tubuh jangkung melangkah masuk.

Sang Detektif pun berhadapan dengan Sang Teroris.

"Ah, akhirnya kita bertemu," ujar Sang Detektif. "Boleh percaya boleh tidak, saya sangat menunggu momen ini. Tidak semua orang beruntung bisa bertemu nemesis-nya. Tandingannya. Materi dan anti-materi berinteraksi. Itu peristiwa yang langka."

"Bagi saya kelangkaan seperti itu sesuatu yang harus saya syukuri," sahut Sang Teroris. "Anda tentunya cukup paham ilmu fisika untuk tahu apa yang terjadi jika materi berinteraksi dengan anti-materi."

Sang Detektif tersenyum lebar. "Aha, itu karena anda melihatnya dari sudut pandang yang berbeda dengan saya."

"Dan itu perbedaan yang saya harus syukuri juga," sahut Sang Teroris dengan senyum sinis.

Sang Detektif mengangguk-angguk penuh semangat. "Kalau itu sepertinya saya setuju. Tanpa adanya perbedaan itu, saya rasa anda tidak akan datang ke sini."

Sang Teroris mempertahankan senyumnya. Tapi sikapnya sangat waspada. Matanya tajam menatap sekeliling ruangan.

Lalu Sang Teroris berkata, "Harus saya akui, logika anda memang sangat baik sekali. Sepertinya omongan orang tentang kehebatan anda sebagai detektif itu tidak berlebihan. Tapi omong-omong, saya perlu memberi tahu bahwa sirkulasi udara di kloset itu tidak cukup bagus untuk bernafas dua orang."

Ucapan itu tentu saja membuat Jenderal Baryshnikov yang menguping pembicaraan menjadi terkejut untuk kedua kalinya.

Sang Detektif bertepuk tangan. "Brilian! Sangat brilian! Tapi anda tidak usah khawatir. Saya sudah memperhitungkan hal itu."

Sang Teroris santai menyahut, "Saya tahu itu. Masalahnya, bukan anda yang saya beri tahu."

Ucapan itu sudah cukup buat Baryshnikov. Dia pun meloncat keluar sambil menodongkan pistolnya pada Sang Teroris.

"Angkat tangan!" serunya keras-keras. "Bergerak sedikit saja, akan kulubangi kepalamu!"

Sang Detektif menggelengkan kepala dengan sebal "Itu sangat tidak bijaksana, Jenderal."

Baryshnikov mencibir. "Karena saya berhasil menangkap teroris ini?"

"Tidak. Tapi karena apa yang sehabis ini menimpa anda!"

Belum sempat Baryshnikov bertanya apa maksud perkataannya, perempuan yang diikat di lemari itu nekad menabraknya dari belakang. Sang Jenderal terdorong ke depan dan kehilangan keseimbangan.

Dia jatuh persis di depan Sang Teroris. Pistolnya terlepas dan terlontar jauh. Sebelum dia sempat melakukan apapun, sebuah tendangan keras membuatnya pingsan seketika.

Selesai membereskan Sang Jenderal, Sang Teroris cepat-cepat membebaskan perempuan yang terikat itu.

"Aku tahu kau pasti datang, Sayangku," kata si perempuan begitu kain yang menyumpal mulutnya dilepas.

"Kau baik-baik saja, Jamie?" kata Sang Teroris sambil memeluk perempuan itu.

Memandang adegan itu, Sang Detektif berdesah. "Anda tahu, ini yang membuat saya tak habis pikir. Anda adalah seorang yang menempatkan intelektualitas di atas segalanya. Tapi kenapa anda masih ada waktu untuk kegilaan bernama cinta? Apalagi untuk seorang perempuan dungu seperti Jamie Moriarty?"

Sang Teroris memandang tajam pada musuh bebuyutannya itu. "Yang anda sebut kegilaan itu adalah terapi yang efektif untuk mencegah seseorang menjadi benar-benar gila seperti anda."

Sang Detektif menyeringai. "Saya lebih suka gila daripada bodoh seperti anda. Karena itulah saya yang berhasil memancing anda, dan bukan sebaliknya."

Sang Teroris balas memberi senyuman yang dingin. "Anda tidak mengerti. Saya ke sini bukan cuma membebaskan kekasih saya. Pengkhianat seperti anda terlalu berbahaya untuk dibiarkan hidup."

Menyadari apa yang akan segera terjadi, Jamie Moriarty memberi peringatan, "Hati-hati, Sayang. Detektif itu punya ilmu bela diri yang tak kalah hebat denganmu. Dia telah membunuh sepuluh pengawal bersenjata yang menjagaku selama ini - dengan tangan kosong."

Bukannya gentar, Sang Teroris malah jadi penasaran. "Oh ya? Menarik sekali. Apa jurus pamungkas anda? Aikido? Wing-chung? Pencak?"

Sambil memasang kuda-kuda seperti pendekar silat, Sang Detektif menantang, "Kenapa tidak anda cari tahu sendiri, Tuan Holmes?"

Sang Teroris pun bangkit berdiri. Dengan posisi siap tempur yang tak kalah kokoh, dia menjawab, "Dengan senang hati, Detektif Watson!"

(Catatan: di dunia kita, Mikhail Baryshnikov memang seorang penari balet, Joe Biden dan Kamala Harris memang memenangkan pemilu, dan Khabib Nurmagemedov bukan fisikawan tetapi jagoan bela-diri UFC)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun