Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Freedom or Undead

29 Januari 2021   20:37 Diperbarui: 24 Maret 2021   09:04 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dikutip dari Pxhere

"Pesawat ini dan seluruh persenjataan yang ada di dalamnya terlalu berbahaya jika jatuh ke tangan yang salah," tegas Dyah. "Demikian juga dengan mayat-mayat hidup itu. Kita harus memusnahkan mereka semua. Aku sudah menutup pintu keluar. Sekarang mereka terjebak di dalam pesawat ini."

"Kau ini bagaimana?" protes Lukman. "Dengan pesawat dan mayat-mayat hidup itu, kita tidak hanya bisa melawan anak buah Meneer Van der Valk. Bahkan seluruh anjing-anjing Belanda itu bisa kita usir dari negeri kita."

Dyah menatap tajam lelaki di hadapannya. "Dari mana kau tahu nama panglima Belanda yang baru itu? Tak ada yang tahu kecuali para komandan sektor. Aku tahu karena Aryo memberi tahu. Tapi kau tahu dari mana? Kecuali...."

Lukman balas menatap gadis itu. Tak ada gunanya berpura-pura sekarang. "Kau benar. Akulah yang sebenarnya membocorkan rencana penyergapan kita. Belanda-Belanda itu tahu kalau informasi yang diberikan Aryo tak ada nilainya. Mereka mencari sumber informasi lain. Dan kebetulan aku butuh duit."

Wajah Dyah mengeras. "Dan kau tadi menyalahkan Aryo soal teman-teman kita yang mati. Padahal kau sendiri yang berlumuran darah mereka!"

Lukman tertawa. "Baiklah, mungkin aku sedikit munafik. Bukan masalah. Kau pikir semua perjuangan kita ini ada gunanya? Kau pikir rakyat kecil seperti kita akan makmur kalau Belanda-Belanda itu cabut? Tidak. Hanya penggede-penggede keparat itu yang akan menikmati kemerdekaan. Kita yang kere ini akan tetap kere. Aryo menyadari itu. Aku juga. Kami sama saja sebenarnya."

"Tidak," tukas Dyah. "Paling tidak, Aryo mau mengaku. Dia tidak munafik dan mau bertanggung-jawab. Kau? Kau pura-pura marah. Ngotot bilang pengkhianat harus mati. Padahal pengkhianatanmu lebih besar. Kau tidak sama dengan Aryo. Kau bahkan lebih buruk dari mayat-mayat hidup itu!"

Lukman mencabut pistol cadangannya, lalu menodongkannya ke muka Dyah. "Bisa jadi. Tapi nasibku akan jelas lebih baik. Sekarang batalkan semua perintahmu tadi. Kita akan menghancurkan semua markas Belanda dengan pesawat ini. Setelah itu kita terbang ke Ibu Kota. Para pimpinan di sana pasti akan menganggapku pahlawan. Oh, bukan hanya pahlawan. Mereka akan menganggapku Ratu Adil."

Dyah tidak bereaksi. Dia tetap berdiri tenang, seraya berkata, "Ada satu hal yang belum kuberitahukan padamu..."

Lukman mendengus. "Oh ya? Apa itu?"

"Saat makhluk itu merasuki pikiranku, bukan hanya pengetahuannya yang kudapat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun