Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Astaga, Konser Pengocok Perut!

4 Januari 2021   11:40 Diperbarui: 9 Maret 2021   19:22 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

'Horee! Saya menang!'

Bukan, bukan aku yang berseru kegirangan itu. Rupanya ada penonton lain yang juga mampu bertahan tidak muntah. Entah kebetulan atau bukan, tempat duduknya persis di sebelahku. Bisa jadi dia mampu bertahan karena perhatiannya teralih ke tingkahku yang gila-gilaan.

Tapi kegembiraannya tidak lama. Karena ternyata konser gila ini belum selesai.

Layar besar di atas panggung kembali menyala tanpa peringatan. Aku, dan mungkin semua penonton, tersentak melihat adegan di layar. Bukan karena menayangkan kembali pola-pola cahaya pendorong muntah tadi. Yang kelihatan di sana sekarang justru pemandangan yang luar-biasa indah. Dengan kwalitas High-Definition pula.

Pemandangan itu berupa sosok wanita bule yang luar biasa cantik, luar biasa pirang, dan luar biasa mulus. Poin ketiga itu kuketahui karena dia hanya memakai bikini yang hampir-hampir tak menutupi apapun. Seolah sengaja mengundang mata untuk memelototi kemulusannya, angle kamera bergerak dari kakinya yang jenjang menuju wajahnya yang secantik bidadari.

Persis ketika kamera membidik wajah wanita itu secara close-up, tiba-tiba dia membuka mulutnya yang sensual, lalu muntah tepat di depan kamera. Penonton bisa dengan jelas melihat tekstur, warna, dan konten muntahannya. Apalagi sedetik kemudian semburan muntahan itulah yang diambil gambarnya secara close-up pula.

Pernah kan merasa ingin muntah saat melihat orang muntah? Itulah yang terjadi. Penonton sebelahku tadi, yang merasa sudah menang, tidak siap oleh serangan mendadak dari layar di depannya. Dia langsung terbungkuk lalu muntah dengan suara memilukan. Bahkan saking hebat muntahnya sampai mengenai penonton di depannya.

Herannya, aku senang sekali melihat penderitaannya.

Habis itu sepertinya konser, pertunjukan, atau apapun itu sudah benar-benar berakhir. Lampu sorot besar menerangi panggung kembali. Harry Hairy sudah tak lagi berbaring di kasur, melainkan berdiri dan menatap langsung kepadaku. Ya, benar-benar menatapku seolah tahu persis akulah pemenangnya. Mungkin karena aku teriak-teriak tadi.

'Sepertinya kita tidak hanya menemukan milyarder baru, tapi juga calon penghuni tetap rumah sakit jiwa,' celetuknya yang disambut tawa penonton (sudah dibikin muntah masih mau ketawa?). Lalu ia memberi isyarat padaku untuk maju. 'Ayo jangan malu-malu. Hebat lho bisa dapat miliaran sementara yang lain cuma dapat muntahan.'

Seperti tersihir, aku melangkah gontai ke atas panggung dipandangi oleh ribuan mata penonton. Saat Harry menjabat tanganku erat-erat sambil menyeringai lebar, agak kemalu-maluan aku berkata, 'Saya...saya khawatir tidak berhak atas uang itu.'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun