"Aku mau jadi daun bawang saja. Dunia manusia sudah gila. Aku mau jadi daun bawang saja. Aku mau jadi daun bawang saja ..." Otakku seperti tersengat listrik. Aku mengulang-ulang permintaanku pada tumpukan daun bawang yang membisu. Aku menggoyang-goyangkan keranjang mereka, namun mereka hanya geming.
Argh, tidak setia kawan!
Setelah keriuhan tawa yang mengejek, kini seantero pasar terasa hening. Hanya ada aku dan kenangan-kenangan tumpah yang membuatku ingin kembali ke dalam tanah. Tumbuh kembali menjadi daun bawang yang tidak mengenal cinta dan mati, selain pada semangkuk sop ayam atau sepiring nasi goreng.
"Sudah, tidak apa-apa. Daun begitu sudah tiga tahun. Sejak kecelakaan motor waktu membawa sayuran. Dia pingsan di atas setumpuk daun bawang, dan kakaknya, anak sulung Emak, meninggal. Dawiyah bilang, tidak bisa melakukan apa-apa seperti daun bawang. Emak ... "
Aku mendengar Emak menceritakan tragedi yang tak asing. Aku tidak suka. Aku tidak mau mendengarnya.
Aku memperkeras suara gerunganku. "Aku mau jadi daun bawang saja! Dunia manusia sudah gila! Aku mau jadi daun bawang saja! Dunia sudah gila! Aku mau jadi daun bawang saja! Daun bawaaang!!!"
***
Cimahi, 10 Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H