Ssst, tapi ini rahasia, lho!
Hingga kini, orang-orang tidak ada yang sadar, bahwa aku sebenarnya jelmaan daun bawang. Wujud asliku hijau dan segar. Buktinya, aku punya aroma yang menyeruak. Semerbak yang membuat Emak marah-marah jika aku tidak mandi pagi.
Aneh, ya?
Aku sering melihat Emak memasukkan potongan daun bawang ke dalam sop ayam, telur dadar, dan nasi goreng. Katanya, agar terasa nikmat dan berbau harum. Lalu, kenapa aku disuruh mandi?
"Salahmu sendiri, memaksa menjadi manusia. Mereka itu suka sekali meributkan dan memperebutkan perkara yang fana-fana." Seikat daun bawang malah mengomeliku ketika aku curhat tentang malas mandi dengan sabun batangan yang berbau seperti kuburan. Bunga tujuh rupa.
"Memangnya, kamu tidak ingin kembali menjadi daun bawang?" Sebongkah kentang dalam keranjang bertanya.
Aku hanya diam, memikirkan segala kemungkinan. Tumpukan sayuran ini memang suka asal bicara. Tidak punya otak saja merasa pintar. Mana mungkin aku kembali jadi daun bawang. Keputusan ini sudah final.
Begini, lho. Masalahnya, aku selalu keliru menjatuhkan cinta. Aku tidak pernah jatuh cinta pada daun bawang, brokoli, atau kentang. Aku hanya tertarik pada manusia.Â
Tapi, mana mungkin kan, manusia jatuh cinta pada daun bawang? Untuk itulah aku harus jadi manusia juga.
Sialnya, dunia manusia itu rumit sekali. Berkali-kali, kisah cintaku gagal. Manusia suka sekali mengambil hatiku dengan paksa, lalu mematahkannya dengan linggis, palu, atau menjatuhkannya dari lantai lima. Jika hatiku yang rusak aku kumpulkan, barangkali sudah bisa memenuhi seluruh keranjang di kios sayuran ini.
"Sepertinya laki-laki itu tahu bahwa kamu daun bawang," kata wortel saat aku menceritakan tentang kuli bangunan bodoh yang meninggalkanku demi tukang jamu.