Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sumpah Sampah #9

22 September 2018   05:53 Diperbarui: 24 September 2018   07:07 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan merekatkan jempol dan telunjuk, aku memberi isyarat. Kode rahasia kami. Ia tersenyum mengerti, merogoh saku kemeja. Menyodorkan bungkusan putih berlogo merah.

"Lagi banyak masalah ya, Pak?" tanyanya.

Aku mengiyakan, seraya menyulut batangan berisi tembakau dengan korek api yang ia sodorkan. Di bawah pohon akasia, kami bergumul dengan kepulan asap. Menjauh dari hiruk pikuk kumpulan warga di balai desa.

Bernaung pada serumpun tebu, kehangatan menjalar di paru-paru yang tak tersentuh nikotin selama enam bulan. Asing, tapi menenangkan.

Ya, sekadar pelarian kecil dari kekang sorotan dan harga diri. Biasa kulakukan jika terlampau lelah menahan tekanan. Pria tua yang tidak banyak bicara ini bertindak sebagai kunci, sekaligus gemboknya. Partner in crime. Kalau sudah begini, kami serasa jadi remaja lagi.

Sembari mengibas asap, aku merenungi botol air mineral yang terseret arus warna coklat muda.

Entah sejauh apa perjalanan yang ditempuhnya hingga mencapai segmen aliran sungai Kaliran. Orang yang membuangnya mungkin tinggal berkilo-kilometer dari sini. Tapi seperti aku, hutangnya tidak akan lunas sebelum alam menuntut balas. Cepat atau lambat.

"Bapaaak!" seru seorang anak laki-laki berjaket merah dari seberang sungai. Rivan berlari menyeberangi jembatan bambu. Pak Roy ripuh mengikuti di belakangnya.

Aku berjingkat, refleks melempar rokok yang telah dihisap setengah ke arah jeram.

"Rivan, mau apa ke sini? Baru juga sembuh. Ibu kan melarang kamu ikut Bapak. Nanti kalau dimarahi bagaimana?"

"Rivan sudah izin kok. Ibu bilang boleh. Asalkan Rivan tidak jajan dan langsung mandi setelah sampai di rumah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun