Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sumpah Sampah #9

22 September 2018   05:53 Diperbarui: 24 September 2018   07:07 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kenapa juga sih tidak jadi digusur orang-orang di sana? Cuma bikin sungai kotor saja. Buang sampah tidak tahu aturan. Cuci piring, toilet, mandi, di satu tempat, bagaimana bisa sehat? Sudahlah Pak, digusur saja. Ini anak kita jadi korban kan."

Wajahku memerah, sedikit tersinggung. "Jangan bilang begitu seenaknya. Ibu ingat kan asal-usul Bapak?"

"Iya, ingat. Tapi ini sudah kelima kalinya lho. Bapak boleh saja berempati, tapi jangan bawa-bawa anak kita dong. Hidup Rivan kan beda sama Bapak. Jangan dipaksakan."

"Bapak tidak memaksa. Ini kan di luar kendali. Bapak hanya ingin Rivan lebih humanis."

"Humanis apanya? Jangan-jangan Bapak masih kebiasaan juga ya buang sampah di sungai. Nanti Rivan meniru, sama seperti mereka."

"Ibu, itu kan dulu. Sumpah mati Bapak tidak pernah lagi buang sampah di sungai!"

"Sumpah mati? Hati-hati lho Pak, termakan omongan sendiri."

Hampir saja aku meledak marah kalau saja anakku tidak tiba-tiba berkata lirih, "Ibu ... ini kan bukan salah Bapak. Rivan yang lupa cuci tangan sebelum makan siang tadi. Bapak ... rumah teman-teman Rivan jangan digusur. Nanti mereka bingung mau tinggal dimana."

Kami terdiam. Sebelum terjadi perdebatan lanjutan, aku segera menelepon dokter. Satu jam kemudian, Rivan sudah selesai diperiksa dan diberi resep obat. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, katanya.

Sepanjang malam, aku hanya bersandar di atas sofa. Menatap anakku yang tidur lelap dalam dekapan ibunya. 

Rasa bersalah memaksaku tetap terjaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun