Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Metazoa (1) #3

11 September 2018   06:47 Diperbarui: 18 September 2018   00:49 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku terpaku, melirik Pak Wangsa. Pria tua itu menatapku penuh selidik. Campuran pertanyaan, serta persiapan untuk membombardir godaan. Situasi ini sungguh meletupkan salah paham.

"Ini tidak seperti yang Bapak pikirkan," Aku segera menyergah, memutus kecurigaan.

"Maaf kalau dianggap menguping. Waktu kecil, saya sering diajak Ayah kesini. Saya tidak ingin kampung ini tersingkir," Reno menatap kami, dalam. "Saya kenal dengan project manager dari Serunai. Kalau kalian mau bertemu, saya bisa bantu."

Aku risih mengakui dia tak lagi terasa asing. Ada kejanggalan yang jauh dari realistis. Bukankah menggelikan, liukan takdir menari bagai alur drama televisi. Skenario "benda jatuh yang mempertemukan" membuatku bergidik. Terlalu manis. Sial, aku hampir saja menganggap ini romantis.

Apa-apaan sih? Coba dengar, raungan sembilu kembali menyayat langit. Lagi-lagi, denyut jantung kampung wisata bergemuruh melawan rasa sakit. Aku harus tetap memijak bumi untuk tersuruk dalam tragedi. Tak ada waktu untuk bicara hati.

***

Dan, di sinilah kami. Aku, Pak Wangsa, Reno, dan dua makhluk dari Serunai Group mengitari meja granit. Beradu kedalaman pandang dengan prasangka sebagai wasit. Kami menang bilangan, tapi minim kekuasaan. Berada di kandang mereka cukup membuat kami tertekan. Vas bunga keramik terlalu menarik untuk dilemparkan. Menuntaskan rasa kesal.

Belum lagi, dinding putih gading di sisi kanan. Di sana, terpajang sebuah gambar besar kondomonium yang berdiri arogan menatap lautan. Terbaca jelas, gedung itu calon penghuni salah satu pulau reklamasi. Saksi bahwa janji kemaslahatan nelayan hanya bualan.

"Jadi, bagaimana? Ada yang bisa kami bantu?" Satu makhluk Serunai Group memulai percakapan. Jelas terdengar, mereka ingin kami cepat pergi.

Aku geming, tidak mendapat ilham soal adat berkomunikasi dengan pesut berdasi semacam ini. Pak Wangsa tidak menunjukkan gelagat akan menjawab. Reno berdehem. Baguslah.

"Mohon maaf jika kami mengganggu di tengah kesibukan Bapak. Saya pikir, langsung saja. Kami ingin membicarakan tentang rencana pembangunan tanah kampung wisata."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun