Mohon tunggu...
Nurul fatimah
Nurul fatimah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hukum Keluarga UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Dengan menulis kita bisa mengabadikan semua waktu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengulas Kembali Penegakan Hukum Administrasi Negara

20 Maret 2021   07:13 Diperbarui: 20 Maret 2021   07:22 7856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peradilan Semu (moot court)

Moot court Secara etimologis mengandung arti yaitu, "moot" dapat diartikan sebagai "dapat diperdebatkan" atau "semu," dan "court" dapat diartikan sebagai "pengadilan/peradilan." Dengan demikian, apabila dirangkaikan, "moot court" dapat berarti "peradilan yang dapat diperdebatkan." Dalam perkembangannya sekarang ini, moot court dikenal sebagai peradilan semu. Moot court memberikan tambahan belajar bagi mahasiswa Fakultas Hukum untuk mengembangkan diri, terutama perwujudan konkrit dari matakuliah-matakuliah hukum acara. Meskipun belum sepenuhnya benar, tapi proses belajar yang dialami mahasiswa dapat diupayakan untuk mengerti lebih jauh mengenai kebiasaan-kebiasaan praktek beracara. Seperti Tugas hakim, jaksa, penasehat hukum, dan bahkan kedudukan terdakwa serta saksi-saksi di pengadilan menarik untuk digali dan dicerna sisi-sisi ilmiahnya. Mahasiswa yang belajar di dalam moot court mencernakan pelajaran yang ia dapat selama kuliah, menganalisis kasus dan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan oleh penegak hukum dalam upaya menangani kasus-kasus. Tentu saja dengan demikian moot court sendiri memberikan peluang bagi mahasiswa untuk berkarya, mencoba-coba, dan sekaligus "pura-pura" menjadi penegak hukum sesungguhnya. Mereka dapat menjadi hakim, jaksa, penasehat hukum, dan bahkan saksi dan terdakwa dalam suatu acara pengadilan. Moot court juga berisi mengenai perdebatan-perdebatan akademis mengenai telaah kasus-kasus fiksi dan nonfiksi yang dilihat berdasarkan analisis dalam kerangka yuridis normatif berdasarkan teori-teori hukum yang mahasiswa dapatkan selama kuliah. Perlahan tapi pasti mahasiswa diperhadapkan pada tataran ideal kekuatan peradilan yang dapat memutus perkara mengenai berbagai kasus yang terjadi. Kemampuan untuk membuat atau praktek membuat berkas-berkas yang diperlukan untuk beracara di pengadilan dipertaruhkan bagi mahasiswa Fakultas Hukum di dalam moot court. Surat dakwaan, surat tuntutan, putusan hakim, pembelaan, adalah beberapa di antara berbagai berkas yang mutlak diperlukan untuk melaksanakan acara peradilan.[5] 

PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)

PTUN singkatan dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[6]

Stuktur Peradilan Tata Usaha Negara

  • Pengadilan Tata Usaha Negara, berkedudukan di ibu kota kabupaten/kokta, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota
  • Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, berkedudukan di ibu kota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi.
  • Pengadilan khusus, yaitu Pengadulan Pajak yang berkedudukan pada ibu kota negara.

Sejarah Peradilan Tata Usaha Negara

Pada Masa Hindia Belanda, Pengadilan Tata Usaha Negara dikenal dengan sistem administratief. Kemudian, setelah Indonesia merdeka, yaitu pada masa UUDS 1950, dikenal tiga cara penyelesaian sengketa administrasi, yaitu:

1. Diserahkan kepada Pengadilan Perdata;

2. Diserahkan kepada Badan yang dibentuk secara istimewa;

Dengan menentukan satu atau beberapa sengketa TUN yang penyelesaiannya diserahkan kepada Pengadilan Perdata atau Badan Khusus.

Perubahan mulai terjadi dengan keluarnya UUU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan antara lain Peradilan Tata Usaha Negara. Kewenangan Hakim dalam menyelesaikan sengketa administrasi negara semakin dipertegas melalui UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara di mana disebutkan bahwa kewenangan memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu perkara/sengketa administrasi berada pada Hakim/Peradilan Tata Usaha Negara, setelah ditempuh upaya administratif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun