Mohon tunggu...
Nurul fatimah
Nurul fatimah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hukum Keluarga UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Dengan menulis kita bisa mengabadikan semua waktu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengulas Kembali Penegakan Hukum Administrasi Negara

20 Maret 2021   07:13 Diperbarui: 20 Maret 2021   07:22 7856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Krabe dikutip dari Usep Ranawijaya, Hukum Tata Negara Dasar-Dasarnya, negara sebagai pencipta dan penegak hukum di dalam segala kegiatannya harus tunduk pada hukum yang berlaku. Dalam arti ini hukum membawahi negara. Berdasarkan pengertian hukum itu bersumber dari kesadaran hukum rakyat, maka hukum mempunyai wibawa yang tidak berkaitan dengan seseorang. (Thahira, 2020:261)

Macam-Macam Sanksi Administrasi

Ada beberapa tujuan pencantuman dan penerapan ketentuan sanksi dalam peraturan perundang-undangan, termasuk sanksi administratif. Pertama, sebagai upaya penegakan ketentuan peraturan perundang-undangan. Seperti diuraikan sebelumnya bahwa suatu norma yang mengandung larangan, perintah (keharusan), atau keharusan pada umumnya akan mengalami kesulitan dalam penegakannya apabila tidak disertai dangan sanksi. (Setiadi, 2009:607). Secara umum, dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum administrasi, yaitu:[1]

  • Paksaan pemerintahan (bestuursdwang) ;
  • Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan (izin, subsidi, pembayaran, dan sebagainya);
  • Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom);
  • Pengenaan denda administratif (administratieve boete).

Macam-macam sanksi tersebut tidak selalu dapat diterapkan secara keseluruhan pada suatu bidang administrasi negara tertentu. Sanksi paksaan pemerintahan, misalnya tidak dapat diterapkan dalam bidang kepegawaian dan ketenagakerjaan. Akan tetapi, dapat terjadi dalam suatu bidang administrasi diterapkan lebih dari keempat macam sanksi tersebut, seperti dalam bidang lingkungan. Pemahaman terhadap berbagai sanksi tersebut penting dalam kajian hukum administrasi karena menyangkut bukan hanya tentang efektivitas penegakan hukum, cara pemerintah menggunakan kewenangannya dalam menerapkan sanksi, dan prosedur penerapan sanksi, melainkan juga untuk mengukur norma-norma hukum administrasi yang di dalamnya memuat sanksi telah sesuai dibuat dan relevan diterapkan di tengah masyarakat. (Sahya, 2018:138)

Menurut Krabe dikutip dari Usep Ranawijaya, Hukum Tata Negara Dasar-Dasarnya, negara sebagai pencipta dan penegak hukum di dalam segala kegiatannya harus tunduk pada hukum yang berlaku. Dalam arti ini hukum membawahi negara. Berdasarkan pengertian hukum itu bersumber dari kesadaran hukum rakyat, maka hukum mempunyai wibawa yang tidak berkaitan dengan seseorang. (Thahira, 2020:261)

 Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang/Politiedwang)

Bestuursdwang atau paksaan pemerintahan merupakan salah satu bentuk tindakan nyata dari pemerintah untuk mengakhiri pelanggaran dan membalikan pada keadaan semula. Bestuursdwang merupakan salah satu bentuk dari sanksi administratif. Sanksi administratif adalah perangkat sarana hukum administratif yang bersifat pembebanan kewajiban pemerintah dan/atau penarikan kembali keputusan tata usaha negara yang dikenakan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas dasar ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan. P. de Haan, dkk, berpendapat bahwa penggunaan sanksi administratif sebagai kewenangan pemerintah yang berasal dari hukum administrasi tertulis maupun tidak tertulis. (Karim, t.t:3).

Berdasarkan UU Hukum Administrasi Belanda, paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan oleh organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan, menghalanghalangi, memperbaiki pada keadaan semula yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. (Sahya, 2018:139)

Berkenaan dengan paksaan pemerintahan ini, F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek mengatakan sebagai berikut. Kewenangan paling penting yang dapat dijalankan oleh pemerintah untuk menegakkan hukum administrasi materiel adalah paksaan pemerintahan. Organ pemerintahan memiliki wewenang untuk merealisasikan secara nyata kepatuhan warga, jika perlu dengan paksaan, terhadap peraturan perundang-undangan tertentu atau kewajiban tertentu.

Kewenangan paksaan pemerintahan dapat diuraikan dengan sebagai kewenangan organ pemerintahan untuk melakukan tindakan nyata mengakhiri situasi yang bertentangan dengan norma hukum administrasi negara karena kewajiban yang muncul dari norma itu tidak dijalankan atau sebagai reaksi dari pemerintah atas pelanggaran norma hukum yang dilakukan warga negara. Paksaan pemerintahan dilihat sebagai suatu bentuk eksekusi nyata, dalam arti langsung Salah satu ketentuan hukum yang ada adalah bahwa pelaksanaan bestuursdwang atau paksaan pemerintahan wajib didahului dengan surat peringatan tertulis, yang dituangkan dalam bentuk KTUN. Surat peringatan tertulis ini harus berisi hal-hal berikut.[2] 

  • Peringatan Harus Definitif 
  • Paksaan pemerintahan sama dengan keputusan tata usaha negara lain, berlaku sebagai syarat umum bahwa ia harus bersifat definitif. Jadi, keputusan untuk apabila perlu akan bertindak bagi organ pemerintahan sudah harus pasti. Hal ini harus ternyata dari formulasi yang pasti dan dari penyebutan pasal-pasal yang memuat paksaan pemerintahan.
  • Organ yang berwenang harus disebut
  • Peringatan harus memberitahukan organ berwenang yang memberikannya. Apabila tidak demikian, peringatan tidak dianggap sebagai keputusan TUN, dan pembanding tidak dapat diterima.
  • Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat
  • Peringatan harus ditujukan pada orang yang sedang atau telah melanggar ketentuan undang-undang, dan yang berkemampuan mengakhiri keadaan yang terlarang itu. Dalam banyak hal, peringatan harus ditujukan pada pemilik sesuatu benda, tetapi dalam beberapa hal (sekaligus) pada penyewa atau pemakai benda tersebut.
  • Ketentuan yang dilanggar jelas
  • Harus dinyatakan dengan jelas ketentuan yang telah atau akan dilanggar.
  • Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas
  • Syarat ini muncul dari yurisprudensi, yaitu pembeberan yang jelas dari keadaan atau tingkah laku yang bertentangan dengan ketentuan undang-undang. Jadi, yang menjadi soal di sini adalah aspek nyata dari pelanggaran.
  • Peringatan harus memuat penentuan jangka waktu
  • Pemberian beban harus ternyata dengan jelas jangka waktu yang diberikan kepada yang bersangkutan untuk melaksanakan beban itu. Jangka waktu harus mempunyai titik permulaan yang jelas. Jangka waktu tidak boleh digantungkan pada kejadian-kejadian tidak pasti pada kemudian hari dilaksanakan tanpa perantaraan hakim (parate executie), dan biaya yang berkenaan dengan pelaksanaan paksaan pemerintahan ini secara langsung dapat dibebankan kepada pihak pelanggar.
  • Pemberian beban jelas dan seimbang
  • Pemberian beban harus jelas dan seimbang. Beban tidak boleh memuat samar. Selain itu, beban tidak boleh tidak seimbang dengan keadaan atau tingkah laku terlarang dan harus dapat dilaksanakan.
  • Pemberian beban tanpa syarat
  • Pemberian beban harus tidak bersyarat. Dari sudut kepastian hukum, pemberian beban tidak boleh bergantung pada kejadian tidak pasti pada kemudian hari.
  • Beban mengandung pemberian alasannya
  • Pemberian beban harus ada alasannya. Titik tolaknya adalah bahwa peringatan sama seperti keputusan memberatkan lainnya, harus diberi alasan yang baik.
  • Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya
  • Pembebanan biaya paksaan pemerintahan harus dimuat dalam surat peringatan.
  • Penarikan Kembali KTUN yang Menguntungkan

Ketetapan yang menguntungkan (begunstigende beschikking), artinya ketetapan itu memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu melalui ketetapan atau apabila ketetapan itu memberikan keringanan beban yang ada atau mungkin ada. Lawan dari ketetapan yang menguntungkan adalah ketetapan yang memberikan beban (belastende beschikking), yaitu ketetapan yang meletakkan kewajiban yang sebelumnya tidak ada atau penolakan terhadap permohonan untuk memperoleh keringanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun