Mohon tunggu...
Novia Syahidah Rais
Novia Syahidah Rais Mohon Tunggu... Manajer Marketing & Komunikasi -

Bukan soal siapa kita, tapi ini soal apa yang kita tulis!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jimat Pemikat

2 Februari 2017   15:52 Diperbarui: 3 Februari 2017   02:34 971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia pun tak peduli ketika Uniang Juwai bergegas bangkit sambil kembali meraih rantang nasinya dengan gerakan kasar. Rantang yang belum sempat disentuh oleh Naih.

“Jadi kau benar-benar tidak mau memasang jimat itu untukku?” tanya Uniang Juwai di dekat pintu. Naih hanya diam sambil membuang muka. Rupanya ia masih marah.

“Baiklah. Tapi kau tidak akan kubagi hasil penjualan durian dekat bukit!” ancam Uniang Juwai sambil bergegas turun. Terus-terang ia masih penasaran pada jimat itu dan berharap Naih mau mengalah.

“Aku akan memasangnya jika hasil panen cengkeh tempo hari juga Uniang bagi denganku!” seru Naih dari atas rumahnya. Kepalanya tampak menjulur sedikit di sudut jendela. Rupanya jiwa parasit Naih terusik juga.

Uniang Juwai memandangnya dari halaman dengan wajah agak kecut. “Kau boleh ambil nanti petang di rumahku. Tapi ingat, setelah itu jimat itu harus kau pasang!”

“Tinggalkan juga rantang nasi itu!”

Uniang Juwai melengos jengkel, merasa dipermainkan oleh adiknya sendiri. Tapi ia tak lagi berkata apa-apa selain meletakkan rantang nasi bawaannya itu di atas anak tangga paling bawah. Setelah itu ia kembali melanjutkan langkahnya dengan agak menghentak. Diam-diam Naih menarik senyum penuh kemenangan.

@@@

Uniang benar-benar sudah siap?” tanya Naih sambil memegang sebuah jarum yang disebutnya jimat pamanih itu.

“Siap apalagi? Sudah dari bulan lalu aku siap!” Uniang Juwai yang duduk bersimpuh membelakanginya menjawab tak sabar. “Semua syarat yang kau minta juga sudah kupenuhi. Habis sudah uangku!”

“Tapi pemasangan jimat ini sangat sakit. Uniang tak boleh menjerit,” kata Naih lagi sambil mencelupkan jarum di tangannya ke dalam segelas air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun