Ia lalu memanggil pelayan dan memesan secangkir esspresso.
"Kamu suka banget sama senja ya?" Tanyanya saat melihat aku memotret senja.
Aku mengangguk dan tersenyum.
"Bagiku senja itu indah. Aku gak pernah bosan melihatnya."
"Aku juga suka senja. Melihat senja membuat hatiku bahagia." Katanya sambil menyesap cangkir kopinya.
Senja itu adalah pertama kali aku berkelan dengan Rendy, pria yang dengan senyuman mampu menyejukkan hati, pria yang dengan tatapannya mampu menenangkanku seperti ketika aku melihat senja.
Semenjak itu aku dan Rendy menjadi dekat. Kami sering membuat janji untuk bertemu di sugar cafe untuk menikmati senja bersama ditemani secangkir kopi favorit kita. Aku dengan cappuchino ku dan Rendy dengan espresso-nya .
Suatu hari untuk pertama kalinya Rendy mengajakku menaiki sepeda motornya. Dia bilang akan membawaku menuju ke tempat di mana bisa melihat senja yang indah.
"Kita mau ke mana?"
"Nanti kamu juga akan tahu." Kata Rendy tersenyum simpul.
Motor melaju kencang, melewati tanjakan tanjakan terjal. Setelah sekitar satu jam setengah perjalanan meninggalkan keramaian kota, kami sampai juga di bukit gapit , tepat saat menjelang malam.
Di sana di atas bukit gupit aku bisa melihat pemandangan Parangtritis yang sungguh mempesona. Lekukan ombak dan garis pantai yang panjang bagai lukisan tanpa pigura karena semua begitu menyatu dengan alam. Sementara di ufuk barat langit mulai berwarna jingga. Sungguh aku takjub melihat panorama alam yang begitu indah ini.