Mohon tunggu...
Novia Wulandari Umi Fadila
Novia Wulandari Umi Fadila Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sosiologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Review Buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas" Karya Neng Dara Affiah

31 Oktober 2020   13:00 Diperbarui: 22 September 2024   10:54 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ORGANISASI KEKERASAN DAN TEROR RAHIM

            Pergerakan di masyarakat juga memunculkan organisasi yang menggunakan landasan keislaman mereka dalam bergerak, dan juga berpakaian sama seperti alim ulama.

Organisasi kemasyarakat (Ormas) ini menggunakan dalih islam dan alasan ingin menumpas kesesatan yang ada dan mengancam kemurnian dari ajaran agama islam itu sendiri. Tetapi pada realitasnya banyak keonaran yang terjadi akibat ari ormas yang ada di sekitar masyarakat, bahkan mereka memilih cara yang brutal meskipun dalam setiap tebasannya menggaungkan kalimat-kalimat Allah SWT. Dalam islam seorang yang benar-benar suci tidak akan pernah merasa dirinya suci sebagai wujud kerendahan hatinya, serta memiliki keteguhan bahwa kesucian hanyalah milik Allah SWT semata. Ormas ini mulai berkembang setelah era reformasi, di mata masyarakat mereka dianggap sebagai preman berjubah. Tujuan utama mereka yang memerangi kemasksiatan dengan membantu para aparat penegak hukum, tetapi perlu dingatkan kembali bahwa tidak semua masyarakat muslim di Indonesia taat terhadap agama islam yang dianutnya. Gusdur pernah berkata bahwa diperkirakan hanya 30 persen orang islam yang taat pada ajarannya, sisanya mereka adalah Islam KTP, salatnya belang-belang bahkan hanya salat 2 kali dalam setahun yaitu hari raya, tidak bisa membaca Al-Qur’an dan tidak berpuasa. Hal ini tidak menjadi persoalan selama mereka tidak melakukan keonaran dengan membawa nama islam di masyarakat, sebab sangat sulit jika mengingnkan keadaan masyarakat yang bersih dari kemaksiatan. Sebenarnya hal ini dapat diminimalisir ketika ada sosok figur yang memang sangat diharapkan masyarakat, seprti ulama dan tokoh pemimpin terdahulu. Melalui kharisma kepemimpinannya, ucapan-ucapannya yang sangat berbobot secara tidak langsung mempengaruhi tatanan dan keyakinan masyarakat di sekitarnya. Sangat disayangkan di Indonesia belum ada lagi sosok hebat figur yang dapat diharapkan kharisma kepemimpinannya hingga dapat diterima di semua lapisan masyarakat seperti itu.

PERAN PRIA DALAM PERJUANGAN PEREMPUAN

            Perjuangan hak-hak perempuan juga dilakukan oleh tokoh-tokoh laki-laki di Indonesia, seperti KH Agus Salim melalui Kongres Jong Islamieten Bond pada 1952 di Yogyakarta. Yang juga ditanggapi melalui surat oleh Ir Soekarno, akan dukungan setuju dari pendapat KH Agus Salim. Pada 1990-an muncul nama-nama pria seperti Mansour Faqih, yang mengenalkan konsep kesetaraan dan keadilan gender melalui buku dan pendidikan untuk orang dewasa yang diadopsi oleh sejumlah organisasi gerakan perempuan. KH Hussein Muhammad pengasuh pondok pesantren di Cirebon yang pernah menjadi komisioner Komnas Perempuan, dan menulis beberapa buku untuk meyakinkan publik bahwa ajaran Islam memiliki semangat membangun amsyarakat yang adil gender. Faqihuddin Abdul Kodir yang memperjuangkan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, hingga aorganisasi dari aliansi Laki-Laki Baru yakni sekumpulan pria yang berkomitmen mendukung gerakan perempuan secara politik maupun sosial terutama pembebasan perempuan dari ketidakadilan gender khususnya pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Peran pria juga dibutuhkan dalam perjuangan pergerakan hak-hak perempuan dan penghapusan diskriminasi sebagai sebuah ikhtiar menuju masyarakat yang setara dan adil bagi semua.

 

KEPERAWANAN (VIRGINITAS) DALAM PERSPEKTIF ISLAM

            Dalam Islam keperawanan diperbincangkan paling tidak dalam tiga perspektif, yang pertama berhubungan dengan status seorang perempuan yang sudah kawin atau janda. Kedua, berhubungan dengan usaha menghindari praktik hubungan seksual di luar nikah (zina). Ketiga, berhubungan dengan konstruksi “harga” bagi seorang perempuan dalam perspektif masyarakat patriarkis. Dalam masalah keperawanan, pihak perempuan selalu dalam posisi yang dipersalahkan padahal di beberapa kasus laki-lakilah yang pada awalnya memulai dengan segala tipuan dan rayuan. Tetapi mengapa hanya perempuan yang menjadi korban dari tindakan tersebut, bahkan ironinya pria yang telah berhasil memerawani perempuan akan memiliki kebanggaan dan dipandang sebagai lambang kejantanan.

            Hal ini mengingatkan saya pada analisis Sigmund Freud yang menyatakan “Tabu keperawanan sebenarnya merupakan insting primitif perwujudan rasa takut laki-laki terhadap perempuan, karena perempuan dipandang memiliki kekuatan yang dapat menciptakan kehidupan manusia melalui darah dan rahimnya”.

            Dalam banyak komunitas muslim di Indonesia dan berbagai belahan dunia, ada peraturan tertulis maupun tidak agar perempuan terpelihara keperawanannya. Seperti aturan mereka dipinggit di dalam rumah, tidak boleh keluar malam, tidak bergaul dengan laki-laki dan harus mengenakan pakaian yang dipandang tidak memikat laki-laki. Bahkan diantara mereka banyak yang ketika keluar harus didampingi oleh laki-laki sesama muhrim, akibatnya ruang gerak perempuan menjadi semakin terbatas dan membentuk mentalis perempuan gagap serta bergantung pada laki-laki saat mereka berhadapan dengan kehidupan riil di masyarakat.

Mengenai mitos keperawanan Nawal El Saadawi menggambarkan bahwa banyak perempuan yang mengalami tekanan psikologis karena takut malam pertama perkawinannya tidak mengeluarkan darah, akibatnya muncul budaya merusak organ perempuan oleh dukun-dukun dengan menggunakan kuku atau alat lain agar keluar sercak darah dari vagina perempuan pada malam pertama. Bahkan yang digambarkan oleh Fatima Mernissi, di Maroko banyak perempuan yang melakukan “tipuan” keperawanan dengan cara menggunakan percikan darah ayam yang dilekatkan ke celana dalam atau sprei perempuan. Setelah itu, bercak darah tersebut akan diperlihatkan kepada para undangan untuk membuktikan bahwa pengantin perempuan tersebut masih perawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun