Kami bertatapan. Ya… memang sudah putus. Empat bulan yang lalu. Dan berkali-kali Nirwan berniat kembali. Keraguan ada padaku.
Kami masih bertatapan. Aku tidak tahu kekuatan apa yang kemudian membuatku membiarkan Nirwan menggandeng tanganku ke luar gedung. Rintik-rintik sisa hujan menemani kami menyeberang. Menuju Café Seberang. Aku tak bersuara. Juga ketika dia mendekatkan wajah ke pundak dan tengkukku. Mencoba menghirup keharuman tubuhku. “Parfummu ganti?…” tanyanya.
“Hmm..” jawabku
“Apa itu hmmm…?”
Aku diam. Jantungku berdegup kencang. Dia terlalu dekat. Itu penyebabnya.
“Harumnya enak. Yang dulu juga …..” Tangannya turun dari pundakku, kini melingkari pinggang.
“Kamu tambah ramping…”
Habis ini apa lagi?………..
“Wan…. Puasa……” kataku lirih. Tanganku menyingkirkan tangannya dari pinggangku.
“Maaf…sayang..” ujarnya. Apa??? Sayang?….. please deh…. KITA UDAH PUTUS . Titik. Bukan koma. Ohh tanda seru boleh. Tiga, atau lima berbaris ---jadi KITA UDAH PUTUS!!!!!.
Kami memesan makanan dan minuman untuk buka puasa. Dan aku makan minum tanpa mengajaknya bicara. Waktu dia mulai membicarakan maksudnya, yaitu rujuk, aku tidak bisa konsentrasi. Dia duduk terlalu dekat.