Di samping rumah Tuhan itu, waktu aku hendak berlalu, Awang Pandu menghampiri. Sendiri. Tanpa Astrianti. Rupanya dia sembunyi-sembunyi.
“Alila….”
“Ya?”
“Terima kasih sudah datang.”
“Tentu, Daeng. “
“Adakah seseorang?’
“Apa?”
“Setelah aku.”
Aku mengernyitkan dahi.
“Oh” jawabku singkat.
“Ada?”
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!